"Kehilangan sama hal nya
dengan sakit tanpa ujung yang akan menetap berkepanjangan, jika tak mau melupakan."_Senandika Zensia_
•|°°°|•
Seharian penuh tidak melihat laki-laki itu keluar dari kamar. Merasa khawatir, Dirja memeriksa jika terjadi apa-apa.
"Nak, ini om."
Suara ketukan pintu terdengar. Laki-laki yang ada di dalam kamar langsung beranjak membukakan. Tangan kanannya sudah mengudara, sedikit lagi mengenai knop pintu. Tapi sebelum itu ...
"Lho! Kok kamu yang buka pintu?" Dirja bertanya, kaget.
Mendengar hal tersebut, laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk membuka. Masih terdiam di balik pintu, menguping.
Sedangkan Dirja terkejut bukan main karena putrinya lah yang muncul. Bergerak gelisah sambil menggaruk dahi.
Rasyil mengerutkan alis. "Kok malah tanya balik sih? Kan papah sendiri yang ngetuk pintu tadi? Bisa-bisanya anda bertanya kepada saya?" Kepalanya sedikit menyumbul dari sisi pintu yang sedikit terbuka.
"Nggak kok," balas Dirja santai.
Seluruh badan yang tadi terhalang pintu, kini berpindah posisi, tepat di sebelah Dirja saat ini.
"Ngapain?" tanya Dirja kembali.
Rasyil menyipitkan mata. "Papah juga ngapain di sini?" Ia memajukan dagu ke arah kamar sebelah. "Kalau bukan kamar Syila, berarti kamar yang ini kan? Yaudah ... aku ikutan nunggu, sekalian ikut kenalan juga sama pembantu baru itu, bener nggak?"
"Sembarangan kalau ngomong!"
"Kata papah kan gitu ..." timpal Rasyil seraya mengerjap mata usil.
"Papah nggak ngomong begitu!"
Rasyil mengerucutkan bibir, melipat kedua lengan di depan dada. Sedangkan lelaki yang masih setia di dalam, sengaja sekali mendengar percakapan daritadi, dan tak ada niat untuk membukakan.
"Nak ... kamu masih tidur?" Dirja berujar lagi, karena tidak ada sahutan darinya.
"Nak?" Matanya tiba-tiba mendelik. Ia berbalik badan menatap lurus ke arah Dirja. "Dia anak kecil...? Kok berani banget tinggal di dalam kamar sendiri?" tanyanya sewot.
Dirja menghela napas. "Mending ... kamu masuk ke dalam kamar lagi. Kuping papah jadi sakit dengerin omongan yang nggak bener dari kamu."
"Iya, iya ... Syila akan diam." Jarinya bergerak di depan mulut, berputar seperti mengunci.
Dirja kembali mengetuk pintu yang kedua kali. Namun, tetap saja tidak ada jawaban, tak ada hasil.
"Tidur kali, Pah ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika Zensia
Teen FictionCerita ini berawal dari sebuah pertemuan dua remaja yang sama sekali tidak terbayangkan. Kedua insan tersebut sama-sama berada di satu atap. Tapi nyatanya semua orang pasti memiliki luka yang terdalam, luka yang sulit disembuhkan, luka yang membekas...