enam: it is destiny

615 39 0
                                    

Seumur-umur, Shua belum pernah lihat Jeonghan dikirimi bunga saat sedang sakit. Pernah sih dihadiahi sekali, dari tempatnya freelance, itupun bukan bunga, tapi buah-buahan. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya, Shua melihat ada sebuah buket bunga super besar yang ada di atas nakas.

"Dari siapa?"

"Oh–itu, orang iseng."

Mana ada orang iseng ngirim bunga yang bahkan lebih lebar dari badan Jeonghan?

"Iseng-iseng naksir sama lo?"

Jeonghan mendelik, ia kemudian menaikkan bahunya, seolah tidak mau tahu dan tidak mau dengar apa yang dikatakan oleh Shua. Kalau beberapa hari lalu Shua senyum-senyum sendiri, sekarang Shua paham kenapa Jeonghan bilang bahwa ia tahu rasanya kalau sedang senang. Oh, ternyata keduanya sama-sama sedang jatuh cinta.

"Dokter yang kemarin, ya?"

"A-Apaan sih? Enggak, enggak!"

"Dih? Salting lo? Aneh banget."

"Mana ada salting! Ayo sarapan, sarapan, suapin gue."

Gantian Shua yang sekarang jahil dengan menoel-noel badan Jeonghan.

↫ pockyjeruk ↬

TWO SIDES, SAME COIN
enam: it is destiny

↫ pockyjeruk ↬

Kalau sekali lihat, masuk akal mengatakan bahwa ia salah lihat. Tapi kalau sudah sampai sudah dua atau tiga kali, tidak masuk akal menurut Dokyeom bahwa ia salah lihat. Meski ia tidak pernah tahu seperti apa rupa Bunny-nya tanpa topeng, tapi dari potongan rambut dan postur tubuh yang selalu ia tonton tiap live, Dokyeom tidak mungkin salah ingat.

Jadi hari ini, pagi-pagi sekali, ia beranikan diri untuk menunggu di depan gerbang bangsal kelas tiga. Berhubung Wonwoo sedang sempat menunggui Mingyu, sebenarnya Dokyeom tidak perlu datang sepagi ini.

Jam menunjukkan pukul enam ketika ia melihat seorang pria dengan perawakan seperti Bunny-nya sedang dituntun oleh perawat menuju ke arah luar bangsal sambil mendorong tiang infus. Sesaat, ia tidak yakin ini siapa, meski postur sama, tetapi potongan rambutnya berbeda; pria ini punya rambut yang lebih panjang daripada Shua–Bunny-nya.

Ketika sang pasien sudah duduk di atas kursi taman dan ditinggal oleh perawat, Dokyeom memberanikan diri untuk mendekatinya; duduk di sampingnya, sementara pria itu menghela nafas. Entah karena harus berurusan dengan orang asing atau karena ia kelelahan seusai mendorong tiang infusnya keluar.

"Biar gue tebak. Lo dokter UGD?"

Kening Dokyeom berkerut. Apa ia terlihat seperti dokter?

"Salah? Hmm... perawat UGD?"

Mungkin akan menjadi profesi Dokyeom nanti, selepas ia menyelesaikan studinya; tapi ia lebih ingin bekerja di panti jompo ketimbang bekerja di rumah sakit. Entah nantinya berhasil atau tidak, setidaknya Dokyeom sudah mencoba merencanakan masa depannya.

"Oke. Nyerah. Siapa?"

Bibir membentuk lengkungan senyum lebar, ia mengulurkan tangan, "Dokyeom."

Langsung menyebut nama, berarti pria ini bukan seseorang yang bekerja di rumah sakit ini. Kening Jeonghan berkerut, lantas menyambut uluran tangan itu, bibirnya terbuka menyebutkan namanya sendiri, "Jeonghan."

"Sakit apa?" tanya Dokyeom, melanjutkan pembicaraan.

"Ambeien," jawab Jeonghan asal, ia kemudian menyandarkan punggungnya ke tempat duduk di situ.

Two Sides, Same Coin [SEOKSOO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang