tiga: dive deeper, darker

792 42 1
                                    

Pagi itu, Shua baru pulang ke rumah sekitar pukul enam. Belajar dari kesalahan yang dilakukan, ia sudah membawa pakaian dalam serta pakaian ganti, kalau-kalau terjadi seperti beberapa malam sebelumnya. Menahan kantuk karena hanya satu jam terlelap di kediaman Minghao, Shua menguap, meregangkan tubuhnya segera setelah masuk ke dalam rumah.

"Han?"

Tidak ada jawaban. Apa Jeonghan belum bangun? Padahal biasanya Jeonghan sudah mulai memasak sarapan jam 5 pagi, meski hanya tumisan sayur atau telur gulung, Shua sangat menikmati masakan Jeonghan.

"Han?" panggilnya sekali lagi sambil melangkah masuk, menuju ke dapur yang berada di belakang rumah.

Jeonghan ada di sana, tergeletak di atas lantai.

Kedua mata Shua membesar, berlari menghambur menuju ke arah Jeonghan, "JEONGHAN!"

↫ pockyjeruk ↬

TWO SIDES, SAME COIN
tiga: dive deeper, darker

↫ pockyjeruk ↬

"Jeonghan kemungkinan mengalami kejang dan juga ada benturan cukup keras di bagian kepala belakang ketika terjatuh. Bulan ini, Jeonghan belum terapi, ya? Ada masalah apa?"

Shua membenturkan bagian belakang kepalanya ke tembok ruang tunggu sambil memandang nanar tembok yang ada di depannya. Air matanya jatuh tanpa ia mau, luruh begitu saja menuruni pipinya. Tangannya terkepal kuat sampai buku-buku tangannya memerah. Ia ingin sekali berteriak kencang bahwa dirinya sangat lelah. Jika memang Tuhan ingin menghukumnya atas apa yang ia perbuat selama beberapa waktu belakangan ini, lebih baik jika hukuman itu datang padanya, bukan pada Jeonghan.

Kepalanya sakit bukan main karena kurang tidur dan menahan tangis. Ia harus tampak kuat di depan Jeonghan saat ini.

Tapi, orang gila mana yang akan kuat melihat kembarannya terkulai lemah di bangsal kelas tiga rumah sakit, mendapatkan perawatan seadanya, sementara penyakitnya sudah benar-benar seserius itu? Bahkan kini uangnya kembali berkurang karena harus membayar biaya ambulans yang datang menjemput Jeonghan tadi.

Ia antuk-antukkan lagi kepalanya ke tembok, menghela nafas berat, matanya terasa begitu panas, dan kalau boleh, ia ingin istirahat sebentar saja. Sebentar... berada di tempat yang nyaman, merasa aman, tanpa harus pusing memikirkan apakah besok masih bisa bayar sewa rumah, makan, atau membayar tagihan-tagihan yang menghantui tiap bulan.

Dan yang terpenting, ia ingin merasa aman secara finansial, bisa membayar tagihan terapi Jeonghan tiap bulan.

Ponselnya bergetar, tanda ada pesan masuk.

Tuan Kim
Joshua, kau kuberhentikan.

Shua tertawa. Memasukkan ponselnya ke dalam saku kembali dan membentur-benturkan kepalanya lagi ke dinding, frustasi bukan main. Kalau saja tidak sayang pada alat komunikasi satu-satunya yang ia punya, mungkin Shua sudah melemparnya ke lantai sekeras yang ia bisa sekarang.

Oh Tuhan...

Kalau memang ini semua adalah hukuman karena apa yang ia lakukan, kenapa sakit sekali? Ia juga sudah merasa sebersalah itu, ia juga tidak benar-benar menikmati apa yang ia lakukan, kenapa hukumannya sakit sekali?

↫ pockyjeruk ↬

"Enggak kerja?" tanya Jeonghan ketika Shua tengah menyuapinya bubur dari rumah sakit.

Mata Shua yang luar biasa sembab tidak bisa lagi disembunyikan. Jikapun mata itu tidak sebegitu merahnya, sebagai kembar, Jeonghan akan tahu kalau Shua sedang tidak baik-baik saja. Pria itu tersenyum sampai kedua matanya menyipit, lalu menggeleng, pelan-pelan ia tiup lagi bubur yang sudah ia sendok.

Two Sides, Same Coin [SEOKSOO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang