sepuluh: happier

387 19 3
                                    

Tidak pernah dalam hidupnya Shua berlari sekencang itu sambil menangis. Menyusuri lorong rumah sakit untuk sampai ke bangsal rawat Jeonghan. Hari masih pagi dan rumah sakit masih begitu kosong. Tadi ia bahkan langsung memesan taksi dari tempat karaoke tempatnya bekerja, berharap bahwa yang dikatakan Minghao hanya bercanda atau hanya untuk membohonginya saja.

Tapi tidak, Minghao tidak bercanda, sesampainya ia di kamar rawat Jeonghan, tidak ada Jeonghan yang biasanya duduk di atas tempat tidur rawat dan menyambutnya dengan senyum riang. Tidak ada Jeonghan yang terlelap ditemani alat-alat rumah sakit yang saling bersahutan, juga tidak ada Jeonghan yang memanggilnya lirih karena ia mudah terbangun kalau mendengar suara.

Hanya ada Jeonghan, diselimuti oleh kain putih yang menutupi hingga atas kepalanya dan diam, tidak bicara sepatah katapun.

Separuh jiwanya benar-benar hilang pagi itu.

↫ pockyjeruk ↬

TWO SIDES, SAME COIN
sepuluh: happier

↫ pockyjeruk ↬

Shua terdiam, memandangi sepucuk surat di tangannya dengan nanar. Di bawah surat itu, ada buku harian milik Jeonghan yang ia temukan bersamaan dengan sepasang baju formal dan juga foto yang sudah dibingkai. Seolah Jeonghan sudah tahu bahwa Sang Pencipta sudah merindukannya untuk berada di surga. Bahkan di dalam surat itu, Jeonghan menuliskan seperti apa cara dia akan dikebumikan; kremasi.

Tuk.

Sebotol air minum diletakkan di kursi tunggu yang ada di sampingnya; Shua mendongakkan kepala, meski dari jemari, ia sudah mengenali siapa yang baru saja meletakkan botol minum itu. Air matanya yang baru saja mengering langsung turun lagi ketika tahu siapa yang baru saja datang di saat terbawahnya.

"Aku dan Dokter Seungcheol sudah bantu menyiapkan tempat di Rumah Duka. Ambulansnya juga sudah disiapkan untuk pergi kapanpun kamu mau."

"Kyeom..." suara Shua sangat serak, bahkan begitu lirih. Ia tidak tahu apa yang ia inginkan sekarang. Cepat-cepat mengurus ini semua dan melanjutkan hidup atau hanya sekedar pelukan hangat dari pemuda di hadapannya.

"Shua..." mengambil botol air minum itu ke tangannya lagi, ia duduk di samping Shua, merengkuh pria di sampingnya erat-erat dan membiarkannya menangis lagi. Meluapkan isi hatinya sebanyak yang ia mau. Jemari Dokyeom menyusup ke antara helai rambut Shua, mengelusnya lembut selagi Shua membenamkan wajahnya di dada Dokyeom.

"Kenapa Jeonghan yang diambil, Kyeom? Kenapa harus Jeonghan?"

"Ssst... Jeonghan pasti sedih kalo liat kamu kayak gini, dia udah lebih bahagia di surga sekarang."

"Kenapa? Kenapa dia ga bahagia di deket aku? Emangnya sesakit itu ada di deket aku? Kalo Tuhan emang sayang sama Han, kenapa Tuhan ga bisa sayang sama aku juga? Kenapa kita ga bisa diambil bareng-bareng?"

Dokyeom terdiam, ia takut salah bicara jika menjawab semua pertanyaan emosional Shua. Ia memang tidak pandai menghibur orang dan ini menjadi salah satu buktinya. Tangannya mengelusi rambut Shua lagi, membiarkannya menangis lebih lama sampai puas.

Ketika Shua lebih tenang, Dokyeom membuka botol air yang tadi dibawanya, memberikannya pada Shua untuk ia teguk. Pelan-pelan ia membantu Shua untuk menghabiskan beberapa teguk minuman itu; satu-satunya cairan yang masuk ke dalam tubuhnya sejak kemarin malam. Shua lemas, punggungnya ia sandarkan ke kursi, pandangannya nanar ke arah pintu kamar jenazah. Ia pijat kepalanya, menahan rasa mual yang tiba-tiba datang saat ini.

"Aku... ke toilet, setelah ini... kita langsung aja ke rumah duka, Kyeom."

"Aku temenin, ya?"

"Ga usah... aku bis–" Shua buru-buru menutup mulutnya; surat dan buku harian Jeonghan sampai jatuh ke lantai. Kakinya melangkah cepat menuju ke toilet terdekat dari sana.

Two Sides, Same Coin [SEOKSOO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang