Malam itu, dengan pemandangan yang hampir sama dengan beberapa malam sebelumnya. Shua baru saja pulang dan melihat Dokyeom yang sedang serius memandangi layar laptopnya di tengah gelapnya malam. Matanya menelusuri kata demi kata yang tertulis di layar, sesekali mengetikkan beberapa informasi yang ia catat di ponselnya.
"Nanti mata kamu rusak kalau gelap-gelapan begini. Kenapa ga dikerjain besok pagi aja?" tanya Shua lembut, duduk di samping Dokyeom, malu-malu ia sandarkan kepalanya di lengan pemuda itu.
Sementara yang disandari rasanya ingin terbang ke langit saking salah tingkahnya.
"Enggak apa-apa, udah selesai, kok," Dokyeom tersenyum tipis, ia elus rambut Shua dengan lembut.
Mengangguk-angguk, Shua menatap ke arah layar laptop yang tengah membuka sebuah dokumen kertas putih dengan tulisan-tulisan berbahasa kesehatan yang beberapa tidak Shua mengerti, mulutnya terbuka sedikit setelah kepalanya dielus, "Kyeom..."
"Hm?"
"Menurut kamu... mimpi itu butuh uang, nggak?"
Dokyeom tergelak, ia sempatkan diri untuk mengecup kening Shua sebelum melingkarkan tangan di pinggang sang adam. Pria itu kemudian mulai menjawab, "Tergantung, tapi jawabannya... iya, butuh uang, bisa jadi banyak, bisa jadi sedikit, tergantung apa yang diimpikan. Memangnya mimpi Shua apa?"
Shua menunduk, malu-malu, "Punya... keluarga."
Kedua alis Dokyeom terangkat, "Anggap aja, untuk mimpi yang satu ini gratis, tidak perlu uang... keluarga seperti apa yang Shua inginkan?"
Diam sejenak, tampak berpikir, Shua kemudian memeluk kakinya dan memejamkan mata, "Keluarga yang hangat, ada mama, papa, Han, dan aku..."
"Terus, aku?"
"Ada, jadi koki!"
"Ya ampun, gapapa deh, jadi tukang kebun juga enggak apa-apa, asalkan ada aku di sana."
Shua jadi tertawa, ia mengelus jemari Dokyeom dan memainkannya, menyelipkan jemarinya di antara jemari Dokyeom.
"Ada mama, papa... Han... Shua..." jeda sejenak, "Dan aku jadi suami Shua, lalu ada anak-anak... kayaknya kalau kembar seperti Shua dan Han... pasti lucu."
Hening. Jantung dua-duanya sama-sama berdegup kencang. Jujur saja hubungan mereka saat ini masih belum jelas selain teman tidur. Shua menghela nafas berat sebelum akhirnya melepaskan jemarinya, memberi sedikit jarak di antara dirinya dan Dokyeom.
"Biarpun gratis, bukannya... itu mimpi yang terlalu mewah?" bisiknya lirih.
Menggeleng, Dokyeom kemudian mendekatkan bibirnya ke bibir Shua dan memberikan kecup lembut di sana.
"Boleh, Shua boleh bermimpi seperti itu."
↫ pockyjeruk ↬
TWO SIDES, SAME COIN
delapan: am i allowed to have a dream?↫ pockyjeruk ↬
Pertama kali Dokyeom mulai melakukan street fighting adalah ketika ia bertemu dengan Jun, seniornya di kampus yang sesekali masih datang sebagai senior tamu di Unit Kegiatan Mahasiswa Judo. Seusai berkenalan dan makan bersama sepulang dari kegiatan kampus, Dokyeom menghubunginya untuk bertanya soal beberapa gerakan bela diri.
Dokyeom maupun Jun sendiri rasanya lupa bagaimana pada akhirnya obrolan tentang gerakan bela diri berubah menjadi obrolan mengenai kerja sampingan. Dokyeom hanya ingat waktu itu ia butuh uang jajan lebih untuk mentraktir temannya di saat ulang tahun. Namun ternyata Jun menanggapi ucapannya dengan serius, membagikan cara tercepat dan termudah bagi Dokyeom untuk mendapatkan uang; street fighting.
![](https://img.wattpad.com/cover/360375800-288-k145957.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides, Same Coin [SEOKSOO AU]
Fanfic⚠️ WARNING ⚠️ Story contains: mpreg, prostitution, sexual intercourse Please proceed at your own risk. Don't like, don't read (DLDR). Urgensinya untuk segera mengoperasi kembarannya membuat Shua dengan terpaksa mengambil jalan pintas dengan menjual...