Sebatas Teman (Part 1)

37 2 2
                                    

Gita berlari sekuat tenaga, tidak peduli telah menabrak orang dan berapa makian yang sudah didapat. Dia hanya ingin segera sampai ke lobi perusahaan tempatnya bekerja. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan angka 07.50, yang berarti kurang dari 10 menit lagi jam masuk kantornya akan dimulai. Berkejaran dengan waktu agar dia bisa presensi sidik jari pukul 08.00 tepat.

Terlambat satu menit saja, kepala divisinya yang super duper disiplin itu pasti akan mengomelinya seharian suntuk. Gita tidak ingin telinganya berdarah-darah akibat omelan tersebut. Pukul 07.55, gadis yang memakai blus lengan panjang berwarna krem, dipadupadankan dengan rok span hitam dan sepatu heels runcing lima senti itu berhasil mencapai lobi kantor.

Gita berjalan terburu sembari merapikan rambut kuncir kudanya yang sudah mencuat sana sini. Dia berdecak karena antrian di depan mesin presensi masih tersisa 3 orang. Dia sangsi bisa melakukan sidik jari tepat waktu. Tiba gilirannya, Gita mengembuskan nafasnya pelan. Tepat pukul 08.00 dia berhasil melakukan presensi.

Gadis itu akhirnya bisa sedikit bersantai menuju ruangannya yang berada di lantai 3. Selama di lift, rasa nyeri di bagian kaki dan betisnya yang tadi dipaksa lari dari halte busway menuju gedung kantor baru terasa. Tumit dan jari kelingkingnya pasti juga lecet meski sudah dilapisi dengan stocking yang sewarna dengan kulit.

"Git, Pak Pram barusan bilang ada meeting sama klien di ruang rapat lantai 4. Lo disuruh langsung ke sana." ucap teman di sebelah kubikelnya. Gita yang baru saja meletakkan tote bag di atas meja kerjanya menghela nafas.

"Harus banget ke lantai 4? Biasanya, anak-anak produksi juga maunya bahas proyek sama kita kalau klien udah deal."

"Nggak tau deh! Lo langsung ke sana aja, daripada kena omel sama si cerewet itu."

Gita mengambil buku catatan kecil, ponsel serta bolpoin andalannya dan melangkah keluar ruangan untuk pergi ke lantai 4. Sesampainya di sana, dia bisa melihat Gian sudah mempresentasikan ide-ide konten yang memang sudah disusun kemarin oleh tim divisinya. Gita masuk ke dalam sambil mengucapkan kata maaf dengan lirih, lalu mengambil tempat duduk di paling ujung.

Presentasi Gian selesai. Pihak klien mulai memberikan feedback yang Gita catat dalam buku catatannya. Dia selalu mencatat hasil rapat atau brainstorming meskipun bukan tugas utamanya. Kebiasaan dari dulu karena di setiap kepanitiaan kampus, dirinya didapuk menjadi sekretaris pelaksana atau anggota divisi kesekretariatan.

"Senang bisa bekerja sama dengan kalian! Kami tunggu hasilnya dan semoga memuaskan!"

Klien berdiri dan mulai beranjak, disusul oleh Pak Pram -kepala divisi Gita- yang mengantar mereka. Peserta brainstorming lainnya satu per satu turut keluar, menyisakan Gita yang sedang mengambil gambar catatannya dan dikirimkan ke grup divisinya.

"Tumben tadi datangnya mepet." Gita terkejut dengan kehadiran Gian yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Dia kira, hanya tinggal dirinya di dalam ruangan.

"Semalam nonton drama sampai nggak sadar udah jam 1 pagi, jadi yah... kesiangan, hehehe..."

Gian berdecak sambil menoyor pelan kepala Gita. "Kebiasaan lo, Git!"

"Lo juga kebiasaan banget noyor kepala gue. Kalau gue jadi goblok gimana?" sungut Gita yang dibalas tawa renyah si pria.

"Nggak ada korelasi kepala sering ditoyor terus jadi goblok. Udah ah, yuk balik! Pak Pram pasti langsung ngajak diskusiin soal proyek ini."

Sergian Nawasena. Panggilannya Gian. Gita kenal akrab dengan Gian saat mereka disatukan dalam divisi yang sama di acara himpunan. Mereka satu program studi, tetapi tidak terlalu dekat. Acara himpunan yang membuat muda-mudi ini mulai akrab satu sama lain. Gian terbiasa dengan kehadiran Gita di sekitarnya, pun sebaliknya.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang