08. Perang Melawan Pasukan Pemberontak (3)

3.4K 67 0
                                    

Di sisi lain, pelabuhan ibukota kerajaan Mamuju, 5 kapal perang kerajaan Makassar berlabuh dengan tenang. Suasana santai menyelimuti mereka, seolah mencerminkan dominasi angkatan laut Makassar di lautan Nusantara. Kekuatan maritim mereka yang tangguh membuat kerajaan lain enggan memprovokasi mereka. Kekuatan ini tak lepas dari suku terbesar di kerajaan Makassar yaitu suku Bugis, nenek moyang mereka yang telah berlayar selama ribuan tahun, menjadikan mereka pelaut yang disegani. Kelima kapal perang ini berlabuh untuk menjemput pasukan perwakilan kerajaan Makassar setelah membantu pasukan pemberontak menaklukkan ibukota kerajaan Mamuju.
Bahar, seorang pria tua berusia 40-an dengan luka tebasan di wajahnya, adalah kapten yang memimpin armada kapal perang. Di balik ketenangannya, dia menyimpan rasa tidak senang dengan raja Makassar yang melakukan invasi untuk memperluas wilayah dan memprovokasi kerajaan lain. Menurutnya, masih banyak masalah internal yang harus diselesaikan daripada fokus pada perluasan wilayah. Namun, dia tidak berani menentang sang raja, karena siapapun yang tidak sependapat akan dihukum mati.
Bahar memerintahkan anak buahnya untuk beristirahat dan bersantai sambil menunggu pasukan kerajaan pulang dari medan perang. Dia yakin pasukan kerajaan Mamuju tidak akan memperhatikan pelabuhan ini karena fokus mereka tertuju pada pertempuran melawan 4000 pasukan gabungan pemberontak dan kerajaan Makassar. Namun, di luar dugaan, 100 pasukan kerajaan Mamuju telah bersiap untuk menyergap mereka.
Septian, yang sebenarnya ingin ikut dengan Fahmi dalam perang melawan gabungan pasukan pemberontak dan kerajaan Makassar, dipanggil oleh raja untuk melakukan tugas khusus. Tugasnya adalah menyergap 5 kapal perang yang berlabuh di kerajaan Mamuju. Raja merasa ini adalah kesempatan besar yang tidak boleh dilewatkan. Baru setelah menyelesaikan tugas khusus tersebut, Septian dan pasukannya bisa bergabung ke medan perang untuk membantu pasukan kerajaan.
Septian pun menyanggupi tugas khusus tersebut untuk memimpin dua peleton dalam penyergapan, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang saat musuh lengah. Ketika semua awak kapal terlihat lengah, Septian dan pasukannya yang bersembunyi di balik pohon dan rumah gubuk di sekitar pelabuhan langsung bergerak dan mengelilingi 5 kapal perang. Mereka menodongkan senjata api ke arah awak kapal.
"Jangan bergerak dan melawan, kalau tidak saya akan menembak kalian!" teriak Septian dengan tegas dan lantang.
Kebingungan melanda awak kapal yang tidak mengerti situasi dan tidak familiar dengan senjata api yang diarahkan kepada mereka. Beberapa awak kapal mulai bergerak untuk mengambil senjata, namun tiba-tiba...
Dor!
Suara tembakan terdengar dan seorang awak kapal tersungkur kesakitan setelah terkena tembakan sesaat setelah dia mengangkat senjata. Kejadian ini membuat seluruh awak kapal ketakutan dan berhenti bergerak. Bahar yang melihat anak buahnya terluka dan untuk pertama kalinya melihat senjata api serta efek mematikannya, mulai panik dan langsung maju.
"Berhenti, jangan menembak lagi! Kami menyerah dan tidak akan melawan!" teriak Bahar sambil berlutut dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Melihat kapten mereka menyerah, semua awak kapal pun mengikuti.
"Tangkap mereka semua! Dan yang terluka bawa ke tempat khusus untuk dirawat segera!" perintah Septian dengan tegas dan serius.
Segera, pasukan kerajaan maju, menangkap seluruh awak kapal dan membawa seorang awak kapal yang tersungkur untuk dirawat. Kelima kapal perang pun diamankan.
Beberapa saat kemudian, Septian melangkah maju dan mendekati pria tua yang barusan berteriak dan menyerah.
"Apakah Anda kapten yang memimpin kelima armada kapal perang ini?" tanya Septian dengan tenang.
"Ya, Tuan. Saya kapten yang memimpin armada ini," jawab Bahar dengan serius.
"Apa tujuan kalian datang ke sini? Berlabuh di pelabuhan kerajaan Mamuju dengan kapal perang sama saja dengan memprovokasi wilayah kerajaan ini. Kecuali kalian adalah kapal dagang," tanya Septian dengan tegas, meskipun dia sebenarnya sudah mengetahui tujuan kapal perang ini berlabuh di kerajaan. Dia ingin mendengar langsung jawaban dari kapten kapal di depannya.
"Kalian pasti sudah tahu jika kerajaan kami membantu pasukan pemberontak dalam menaklukkan ibukota kalian. Tujuan utama kami ke sini adalah untuk menjemput pasukan kerajaan kami setelah perang usai," jawab Bahar dengan tenang.
"Kalian tidak perlu menunggu mereka. Yakinlah, kami akan mengalahkan pasukan pemberontak dan pasukan kalian!" balas Septian dengan serius dan penuh percaya diri.
Bahar sebenarnya tidak mempercayai apa yang dikatakan Septian. Namun, setelah melihat efek senjata api yang mampu melumpuhkan awak kapalnya dengan sekali tembakan, dia tidak berani mengemukakan keberatan.
"Saya mohon maaf jika kerajaan kami melakukan invasi ke kerajaan Anda. Sejujurnya, ada beberapa pihak di kerajaan kami yang tidak senang dengan keputusan raja kami yang menginvasi kerajaan lain, namun kami tidak punya pilihan selain menuruti perintah nya karena raja kami tidak segan-segan untuk membunuh dan menghabisi siapapun yang keberatan dengan nya" kata Bahar dengan wajah sedih.
Septian terkejut dan cukup simpati mendengarnya, tapi dia cukup senang mendengarkan keluhannya. Artinya, kapten dan awak kapal di depannya ada peluang untuk bisa direkrut oleh kerajaan Mamuju.  Sebelum Septian berangkat ke pelabuhan, raja memintanya untuk tidak membunuh awak kapal jika mereka menyerah. Raja ingin mulai membangun angkatan laut kerajaan Mamuju, yang selama berdirinya kerajaan ini, mereka sama sekali tidak memiliki angkatan laut dan kapal perang. Awak kapal di depannya sangat diperlukan karena mereka memiliki pengalaman di lautan.
Namun, meskipun Septian memahami keinginan raja, dia punya kekhawatiran untuk merekrut pihak luar kerajaan untuk masuk ke kerajaan mereka, termasuk merekrut orang dari pihak kerajaan makassar yang telah membuat kerajaan ini hampir hancur total akibat invasi mereka.
Untungnya, raja memahami kekhawatirannya dan mengatakan bahwa apa pun kejahatan yang dilakukan oleh kerajaan makassar terhadap kerajaannya itu murni karena perintah raja Makassar yang memiliki ambisi menguasai seluruh pulau Sulawesi dan citranya tidak mewakili seluruh masyarakat di kerajaan makassar.
"Sebenarnya raja kami tidak senang dengan kerajaan kalian yang melakukan invasi dan memprovokasi kerajaan lain, termasuk kerajaan kami. Tapi raja kami sangat paham bahwa kerajaan kalian melakukan itu atas perintah raja kalian," balas Septian dengan tenang dan senyum.
"Saya harap anda dan semua awak kapalmu menunggu di sini dan tidak macam-macam. Saya akan segera kembali kesini. Jangan khawatir, kalian tidak akan selamanya di tahan selama kalian tetap patuh dan taat," lanjut Septian dengan nada serius.
Bahar pun mengangguk dan tidak berkata apa-apa lagi. Septian langsung berbalik dan menyisakan beberapa pasukan untuk menjaga mereka semua. Dia segera bergegas pergi menuju medan perang untuk membantu pasukan kerajaan. Menyergap 5 kapal perang kerajaan Makassar bisa dibilang relatif mudah dibandingkan peperangan 300 pasukan kerajaan melawan 4000 pasukan gabungan pemberontak dan kerajaan Makassar.

Kebangkitan Kerajaan Besar Nusantara (Hiatus Sementara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang