"Sha, udah nyampe." ujar Saka.
"Hah? Oh iya." Gavesha terlihat linglung efek baru bangun tidur.
Saat perjalanan pulang, Saka memang menyuruh Gavesha untuk beristirahat. Awalnya Gavesha menolak sebab tidak enak membiarkan Saka menyetir sendirian.
Tapi setelah beberapa perdebatan akhirnya Gavesha menurut saja.
"Hati-hati di jalan. Gue masuk dulu ya." peringat Gavesha sebelum keluar dari mobil.
"Siap laksanakan." ujar Saka bergaya hormat.
Gavesha tertawa ringan. "Apaan sih."
"Udah udah, sana masuk." Saka mendorong pelan bahu Gavesha agar segera keluar dari mobil dan memasuki rumah.
Gavesha memberikan lirikan sinis. "Sabar elah. Ini juga mau keluar."
Setalah Gavesha turun, Saka masih diam, pemuda itu belum menjalankan mobilnya. Pemuda itu senantiasa memerhatikan Gavesha yang berjalan mendekati gerbang. Ketika Gavesha hendak membuka gerbang, suara Saka menghentikannya.
"Kenapa?" tanya Gavesha bingung.
"Makasih buat hari ini." ujar Saka berbarengan senyum tulus yang terukir indah di bibirnya.
"Seharusnya gue yang bilang gitu. Lo udah nunjukin alam yang indah yang bahkan belum pernah gue liat selama ini."
"Bukan hal besar."
"Itu hal besar tau. Hari ini lo bikin gue tertawa lepas setelah sekian lama. Gue bahkan gak ingat kapan terakhir kalinya gue bahagia kayak hari ini." ujar Gavesha.
Saka tertegun, apa selama ini Gavesha tidak bahagia. "Kalau gitu, gue bakal sering bikin lo ngerasa bahagia. Gue bakal nunjukin keindahan dunia ke lo."
Gavesha tersenyum manis. "Oke. Gue bakal pegang kata-kata lo itu."
Saka balas tersenyum. "Udah gih, sana masuk." ujarnya dengan gerakan tangan mengusir.
"Iyaa ini gue masuk."
Gavesha menyempatkan diri untuk sekedar melambaikan tangan sebelum menghilang di balik gerbang.
"Tetap tersenyum Shaa, gue suka senyuman lo." lirih Saka yang tidak di dengar oleh Gavesha.
*****
Gavesha memasuki rumahnya yang terlihat redup. Hanya ada satu lampu yang menyala menjadi penerang di dalam rumah besar itu saat ini.
Gavesha melihat arloji di tangannya, pantas saja gelap ternyata sudah pukul sembilan malam. Sepertinya orang-orang sudah pada tidur.
Gavesha melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Ia berbelok ke kanan menuju kamarnya.
"Dari mana kamu?"
Suara seseorang menghentikan gerakan tangan Gavesha yang hendak menekan handle pintu.
Tidak jauh dari Gavesha, ada Diva yang berdiri dengan tangan terlipat di atas perut. Gavesha seperti tepergok sedang mencuri. Dengan kaku ia menoleh ke arah Diva.
"Mama!"
"Dari mana?" ulang Diva.
"Pantai Mah." jawab Gavesha takut.
Diva terlihat menghela nafas sebentar." Kenapa baru pulang jam segini?"
"Maaf Mah. Tadi di jalan Gavesha mampir makan terus kejebak macet." Gavesha bisa melihat bahwa Diva menatap datar dirinya.
Tanpa kata, Diva berjalan meninggalkan putrinya yang masih berdiri mematung di depan pintu kamar.
"Mama marah?" tanya Gavesha.
Diva menjeda langkahnya. "Enggak! Masuk kamarmu, bersihkan diri dan tidur." ujar Diva tanpa berbalik.
Diva melanjutkan langkahnya yang sempat terjeda. Wanita dua anak itu terus melangkah menyisakan Gavesha seorang diri yang masih memerhatikan punggung sang ibu yang kian menjauh.
Gavesha menghela nafas gusar, ia takut Diva marah. Tapi, apa boleh buat, Diva sudah berlalu meninggalkannya.
Baiklah, Gavesha akan melakukan perintah ibunya. Memasuki kamar, Gavesha segera melangkah menuju kamar mandi dan mulai membersihkan diri.
Setengah jam kemudian Gavesha keluar dari kamar mandi. Pakaian nya sudah berganti menjadi kaos oversize dan hotpants.
Kaki jenjangnya melangkah mendekati meja rias. Tangannya ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang masih basah usai keramas menggunakan handuk. Setelah cukup, Gavesha beralih mengambil kream pelembab di atas meja rias.
Gavesha mengoleskan kream pelembab pada kulit wajahnya tidak hanya itu Gavesha juga menyisir rambutnya yang setengah basah.
Ia sengaja tidak menggunakan hairdryer untuk mengeringkan rambutnya sebab ia ingin tidur dengan kepala dingin. Rasa dingin di kepalanya membuat Gavesha sedikit lebih baik. Di perjalanan pulang, Gavesha sempat merasa pusing beberapa saat. Untungnya itu tidak berlangsung lama.
Gavesha menaiki ranjangnya ia berniat untuk segera berkelana ke dalam dunia mimpi. Suara notifikasi dari ponselnya membuat Gavesha kembali membuka matanya yang baru saja ia pejam.
Gavesha mengulurkan tangan meraih ponsel yang berada di atas nakas. Dari banyaknya notif, mata Gavesha menangkap sebuah notif dari Saka yang berisikan sebuah gambar.
Rasa penasaran menyelimuti gadis itu, Gavesha membuka room chatnya dengan Saka.
Arsakakusuma
Sorry gue motret lo tadi.Itulah pesan dari Saka beserta permintaan maaf dari laki-laki itu karena memotretnya tanpa izin.
Gavesha menatap lamat ponselnya yang menampilkan foto dirinya. Sepertinya Saka memotretnya saat Gavesha heboh ingin mengabadikan matahari yang hampir hilang di balik gunung menggunakan ponselnya.
Setelah lama terdiam tanpa ekspresi akhirnya Gavesha menerbitkan senyum tipis. Ia mematikan ponselnya dan kembali meletakkan di atas nakas tanpa berniat membalas pesan dari Saka.
Biarkan saja, besok Gavesha berencana memberikan Saka hadiah karena telah membuatnya banyak tersenyum hari ini.
Kemudian Gavesha mulai memejamkan matanya kembali. Senyumnya belum luntur, sepertinya malam ini mimpi indah akan menghampiri Gavesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisa Waktu
RandomCerita tentang seorang anak yang selalu menyembunyikan rasa sakitnya. Menyembunyikan pahitnya kehidupan, dan selalu berusaha terlihat baik-baik saja. Padahal, ia sedang menopang semua beban hidupnya sendirian. Membohongi orang-orang di sekitarnya de...