14

5 2 0
                                    

Saka, Anin dan Gita menunggu dokter keluarga dari ruangan Gavesha dengan perasaan cemas, takut, dan gelisah yang bercampur menjadi satu.

Terhitung sudah dua puluh menit lamanya dokter berada di dalam ruangan memeriksa Gavesha. Tapi selama itu juga tidak ada tanda-tanda dokter itu keluar.

Saka tidak bisa tenang di tempatnya duduk. Pemuda itu beberapa kali menghela nafas berat dan juga mengacak rambutnya gusar.

Tidak jauh berbeda dengan Anin dan Gita. Meski tidak lagi mengeluarkan air mata tapi keduanya masih sesenggukan. Dari ketiganya tidak ada yang berniat mengeluarkan suara. Hingga sepuluh menit kemudian dokter keluar.

Segera Saka bangkit dari duduknya mendekati dokter di ikuti Gita dan juga Anin.

"Gimana keadaan temen saya dok?" tanya Gita mewakili Saka dan Anin.

"Dia sudah baik-baik saja. Hanya tinggal menunggu dia sadar dari pingsan."

"Kenapa teman saya bisa jatuh pingsan?" kini Anin yang mengajukan pertanyaan nya.

"Dia tidak sanggup menahan rasa sakit dan berakhir tidak sadarkan diri. Tetapi sekarang sudah tidak apa-apa." jelas dokter itu.

"Sakit? Apa ada penyakit serius dok?" tanya Saka.

"Untuk itu kita perlu melakukan pemeriksaan ke tahap selanjutnya. Hanya saja untuk sekarang tidak bisa karena pasien belum sadar."

"Dokter! Apa kami boleh masuk?" tanya Gita penuh harap.

"Silahkan. Tetap jaga ketenangan ya."

"Baik."

Setelah mendapatkan izin, ketiga remaja itu memasuki ruangan Gavesha. Mereka dapat melihat tubuh Gavesha yang terbaring di atas tempat tidur.

"Apa Gavesha memiliki riwayat penyakit serius?" tanya Saka pada Gita dan juga Anin.

Kedua gadis itu menggeleng tanda tak tahu. "Gavesha gak pernah cerita apa-apa tentang kehidupan pribadinya. Kami juga gak mau memaksa dia untuk terbuka." ucap Gita menjelaskan.

Helaan nafas Saka kembali terdengar. Melihat Gavesha yang terbaring lemah membuatnya tidak tengan. Apa lagi Gavesha terlihat pucat.

Dua menit kemudian Gavesha membuka matanya. "Sshhh."

Saka, Gita dan juga Anin menoleh bersamaan ke arah Gavesha yang tengah meringis.

"Vesha! Ada yang sakit?" tanya Saka khawatir.

Gavesha menggeleng pelan. Tidak mungkin ia memberi tahu jika isi kepalanya seperti berputar cepat.

"Kasih tau gue, dimana yang sakit." ucap Anin tak kalah khawatir. Bahkan gadis itu sudah kembali mengeluarkan air matanya.

"Enggak ada. Gue cuma sedikit pusing." ucap Gavesha.

"Gue panggilan dokter sebentar."

Gita keluar mencari dokter. Tak lama Gita kembali masuk bersama dengan dokter yang tadi memeriksa Gavesha.

Dokter mulai memeriksa kembali. "Dia sudah tidak apa-apa. Pusing itu efek pingsan. Sebentar lagi akan hilang."

"Dok! Teman saya udah sadar, apa kita bisa melakukan pemeriksaan lanjut, sekarang?" tanya Saka tak sabaran. Pemuda itu ingin cepat memastikan sesuatu.

Dahi Gavesha berkerut bingung. "Maksud lo?" tanya Gavesha menuntut penjelasan.

"Gue mau periksa apa ada sesuatu di kepala lo yang bikin lo tiba-tiba pingsan."

Deg!!
Tidak. Tidak boleh. Mereka tidak boleh tahu jika ia menderita tumor otak. Gavesha menggeleng. "Enggak perlu. Gue baik-baik aja, cuma butuh istirahat sebentar." tolak Gavesha hati-hati. Ia tidak ingin menimbulkan kecurigaan pada teman-temannya.

Sisa Waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang