03. Nabastala Yang Mencekam

37 3 0
                                    

Bagaskara tumbang di kaki barat, dersik anila menghipnotis lamunan.

Melankolia mengambil ahli, harsa terganti dengan lara.

~ Sea

Sea tetap santai meskipun kabar kurang mengenakkan menghampirinya pagi ini. Pak Wandi, yang merupakan pemilik warung mi ayam tempatnya bekerja, memberitahukan via WhatsApp bahwa beliau dengan terpaksa menjual tanah tempat warung mi ayam itu berdiri, karena masalah pribadi yang tak bisa dijelaskan. Gaji mereka juga ditransfer via M-Banking untuk bulan ini.

"Artinya lo sekarang pengangguran berkedok mahasiswi, dong, tapi ekspresi lo dari pertama cerita sampai sekarang enggak ada sedih-sedihnya." Ana, teman sekelas Sea menatap heran Sea yang akrab mereka panggil 'Aya' itu. Sea masih sempat tersenyum menceritakan rentetan kejadian yang ia lalui bulan ini.

"Ya, mau gimana lagi? Masa gue harus jungkir balik dari Sabang sampai Merauke, sih? Atau harus ngereong kayak kucingnya Bella?"

Bella yang sedang mengotak-atik ponselnya seketika langsung menghentikan kegiatan tersebut karena namanya ikut diseret. "Jangan menghina, ya! Si Hunter lebih mahal dari peliharaan kalian!" komennya tak terima karena kucing kesayangannya diejek oleh Sea. Kucing Bella yang diberi nama Hunter merupakan kucing persia

Ana, peliharaannya ialah seekor kelinci anggora yang diberi nama Bunny, sedangkan Sea memelihara dua kura-kura yang diberi nama Blacky dan Krimi. Kedekatan mereka dimulai seminggu setelah perkuliahan semester satu dimulai, di mana saat itu mereka satu kelompok, Sea yang mudah bergaul tak membutuhkan waktu lama untuk akrab dengan mereka.

Ana dengan bangga menyebut kelebihan Bunny yang sudah ia rawat kurang lebih satu tahun terakhir ini. "Woi, jangan salah! Biarpun murah, Bunny udah bisa BAB sendiri di toilet."

"Lagi gosipin apa kalian?"

Ketiganya kaget, ditambah lagi dengan gebrakan meja membuat umpatan dari mulut Bella mengudarah dengan sempurna.

"Sialan, Woi! Untung gue enggak punya riwayat penyakit jantung."

Ana yang masih kaget, mengelus dadanya sambil menatap pelaku dan berucap, "Sialan lo, Vin! Kita lagi gibahin lo yang enggak mati-mati."

"Dikasih umur panjang, bukannya tobat malah ngelawak," ucap Kevin, pelaku di balik kehebohan ini. Tanpa permisi ia langsung mendudukan diri bersama ketiga gadis yang sudah duduk rapi dalam kelas, padahal mata kuliah pertama akan dimulai tiga puluh menit lagi. Ketiganya terlalu bersemangat pagi ini.

Sea menepis tangan Kevin yang merangkul bahunya, sedangkan Kevin menatap gadis itu sejenak sebelum bertanya, "Udah tahu gosip terbaru, belum?"

Sea menatap Kevin kurang minat. Dengan malas ia menjawab, "Tolong, deh, Vin, ini masih pagi. Jangan jadi pemupuk dosa, tapi sedikit penasaran. Gosip apaan?"

"Sialan lo, Ya!"

"Kalian tahu, enggak?" tanya Kevin.

Ketiganya kompak menggeleng.

Ana menghentikan Kevin yang hendak bercerita. "Nanti dulu, Vin! Gue atur posisi dulu biar informasi yang lo transfer tersampaikan dengan baik." Ia pun memperbaiki posisi duduknya. Posisi mereka berempat saat ini membuat lingkaran kecil dengan cara menyatukan ujung kursi masing-masing.

"Dokter Tina ngajuin cuti melahirkan. Yang artinya, semester lima ini kita enggak ketemu beliau."

Mendengar itu, Ana bersorak paling keras. "Akhirnya dosen killer berkurang juga! Itu dosen semester kemarin nilai gue B. Sialan banget!"

"Belum selesai, Bego! Dan ... penggantinya itu dokter, tapi enggak kerja di rumah sakit."

Ketiganya tampak bingung dengan penjelasan Kevin, sedangkan pemuda itu menghela napasnya kesal, ia juga tak tahu harus menjelaskannya seperti apa.

Hallo EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang