"Buset, siapa ini? Gila, jelek banget!"
Sea menatap intens dirinya melalui cermin toilet. Matanya sedikit memerah akibat menangis terlalu lama, maskara yang sudah meleber ke mana-mana, rambut berantakan, lipstik yang memudar, membuat tampilannya terlihat kacau sekali.
Sea membasuh mukanya, lalu membersihkan dengan tisu, merapikan rambut, dan memoleskan lipstik. "Gila, before-after-nya jauh banget," pujinya bangga dengan senyum memperlihatkan gigi kelincinya. Ia memutar dirinya di depan cermin, merasa puas dengan penampilannya.
Sea membereskan tisu-tisu yang berserakan di atas wastafel, kemudian membuangnya di keranjang sampah. Setelah rapi, Sea menyusul temannya di kantin.
-000-
"Keinginan gue buat santet Langit makin kuat," sarkas Sea sambil menggebrak meja, membuat Bella tersedak permen karena kaget.
Melihat Bella yang terbatuk-batuk dan mulai susah napas, Ana dengan segera berdiri di belakang Bella, meletakkan satu tangannya di dada Bella. Sea yang ikut panik pun membantu Ana membungkukkan Bella, memukul punggung Bella lima kali, lalu Ana berlari mengambil air.
Sea memeluk Bella dari belakang. Tangannya membentuk satu kepalan dan diletakkan di atas pusar. Dengan sekuat tenaga ia mendorong perut Bella ke atas sebanyak lima kali. Setelah percobaan yang kedua, baru-lah permen tersebut keluar. Ana dengan cepat memberikan Bella sebotol air mineral. Tindakan mereka ditonton seisi kantin.
"Gila, kejadiannya cepat banget," ucap Ana sambil menyeka keringat di pelipisnya, sedangkan Bella mengatur laju napasnya.
"Kaget, Bego! Hampir aja gue mati," ucap Bella yang masih ngos-ngos-an. Ia menatap tajam kedua temannya.
Bukannya merasa bersalah, Sea dan Ana malah tertawa melihat ekspresi Bella yang hampir menuju maut.
"Stop ngoceh! Habisin, tuh, air."
"Lagian, Aya datang-datang langsung gebrak meja. Siapa yang nggak kaget coba. Kalau si Bella meninggal gara-gara tersedak permen karet, entahlah itu momen sedih atau kocak," timpal Ana yang masih tertawa itu.
Seisi kantin tak mengalihkan perhatian dari mereka. Mereka pun begitu kaget melihat kejadian yang berlangsung begitu cepat.
"Maksud gue, lo, tuh, kasih kode gitu biar gue rekam, siapa tahu viral. Lumayan, kan, kalau viral."
"Yah, sorry, gue emosi sama si Langit, sih," ucap Sea menyesal.
Bella meneguk habis airnya. Atensinya sekarang ialah fokus ke arah Sea. "Ada apa lagi sama, tuh, dokter? Awas, benci jadi cinta," ujarnya jengah. Entah kenapa akhir-akhir ini, semenjak kedatangan Langit, emosi Sea mulai tak terkontrol, baik dari segi ucapan yang semakin hari semakin bar-bar sekali, maupun dari tindakan.
"Gue udah mengundurkan diri jadi PJMK-nya. Masa bodoh mau ngulang atau enggak di semester depan," ujar Sea menggebu-gebu.
Ana menelisik penampilan Sea. "Lo habis nangis?"
Sea mengangguk, lalu menceritakan semua kejadian tadi tanpa ada yang dikurang-kurangi.
"Sialan! Pantas dihilangkan nyawanya orang kayak gitu. Tenang, entar gue cari santet yang ampuh." Respons Bella ikut emosi mendengar cerita Sea.
"Siapa, sih, istri yang kurang beruntung dapat suami modelan Pak Langit? Penasaran gue," celetuk Ana yang mulai merasa lelah dengan tingkah dan perilaku Langit yang mulai semena-mena terhadap Sea.
"Pasrah aja gue. Makanya, doakan semoga secepatnya gue ketemu Lee Min Ho versi seiman, biar bisa gue beli, nih, kampus dan usir itu parasit."
Ana dan Bella geleng-geleng mendengar harapan Sea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Effect
Teen FictionSea mengangguk patuh. Dengan penasaran, ia mengamati kegiatan Langit. Laki-laki itu berjalan ke arahnya, menyodorkan sebuah box yang lumayan besar. "Saya salah beli ukuran, anggap saja sedekah." Sea berdecak sembari tetap menerima box tersebut. "B...