06. Wanodya yang Tersembunyi

19 2 0
                                    

Dengan malas, Sea bersiap-siap di Senin pagi ini. Malam tadi ia maraton untuk mengerjakan tugas Ilmu Bedah di pertemuan kemarin. Ia yang menganggap sepele karena hanya tiga kasus, nyatanya menyesal sendiri. Tugas yang ia kerjakan dari jam sembilan malam, baru selesai pukul tiga dini hari.

Jam perkuliahan di pertemuan ketiga ini akan di mulai pukul 07.30, masih ada waktu tiga puluh menit lagi. Setelah semuanya beres, Sea langsung pergi ke kampus.

Pukul 07.24 Sea sudah berada di depan ruangan, membawa serta LCD yang diambil di ruang dosen sebelumnya. Dengan heran, ia menatap pintu yang sudah tertutup dengan rapi.

"FK 1.A. Udah bener, kok." Sea bermonolog, memastikan ruangan kelasnya.

"Telat dua menit!"

Kehadiran Sea disambut dengan suara bas seseorang yang sudah berdiri dengan tenang di depan kelas. Sea yang kaget nyaris menjatuhkan LCD. "Astaga, Bapak! Saya kaget, lho. Lagian, jam saya masih pukul 07.25 dan artinya perkuliahan dimulai lima menit lagi."

Langit yang cuek berjalan lalu mengambil LCD di tangan Sea. "Tapi jam saya sudah pukul 07.32," ucap Langit tanpa mau dibantah.

"Dih, korupsi waktu! Mungkin jam Bapak berputar lebih cepat, atau mungkin salah karena semua makhluk tidak luput dari kesalahan," bantah Sea dengan bijak.

Langit tersenyum remeh. "Seanna Sadajiwa Clarasasti, asal kamu tahu, jam itu benda, bukan makhluk!"

"Saya sekarang duduk, ya, Pak? Enggak enak, lho, jadi tontonan satu kelas." Sea memasang ekspresi memelas, lalu mengedarkan pandangannya untuk menatap teman-teman kelasnya yang sedari tadi tak ada yang berani bersuara. Di pojok sana, sudah ada ketiga temannya yang duduk dengan tenang. Sea cemberut melihat ekspresi ketiganya yang biasa-biasa saja, tak ada ekspresi prihatin sama sekali, terutama Kevin yang menampilkan ekspresi tengilnya. Masa jamnya yang salah, sih? Namun, satu kelas ini sudah hampir penuh.

"Silakan tutup pintu!"

Atensi Sea kembali mendengar suara itu. Ia mengernyit bingung.

"Dari luar," ucap Langit lagi, membuat Sea melongo tak percaya.

"Saya diusir, Pak? Tolong, jangan pakai kode, Pak, saya kurang paham."

"Kamu yang keluar atau saya?"

Mendengar itu, sontak satu kelas heboh, meminta Sea untuk segera keluar, sedangkan yang terpojokkan pun menatap protes satu kelas, tak ber-pripertemanan!

"Yaelah, Pak, repot banget. Mending keluar berdua aja biar adil."

Langit menatap aneh gadis ajaib itu. Di pertemuan awal, gadis ajaib itu selalu sopan dengan memanggil 'Dok' dan bahkan dengan nada yang menenangkan. Belum genap semingu, panggilannya justru sudah berubah dengan nada yang tengil.

"Ada ekspresi bercanda di muka saya, Seanna?" Dengan tegas Langit berucap.

"Bapak enggak lihat mata panda saya? Ini semua gara-gara tugas Bapak. Nggak bisa gitu, dong, masa pengorbanan saya sia-sia."

Teman sekelas Sea mulai dengan drama di depan sana.

"Kumpul ke ruangan saya nanti!" Langit yang mulai jengah, akhirnya menggiring Sea untuk ke luar dari kelas.

"Bajingan kali-lah, tuh, dosen!" ucap Sea penuh emosi ketika pintu sudah ditutup dari dalam.

Dengan langkah lunglai, tujuan Sea sekarang ialah kantin. Mata kuliah yang menyusahkan dengan dosen yang menyesatkan. Sea mengirim pesan kepada Bella, memberitahu bahwa ia akan menunggu di kantin.

Suasana kantin pagi ini lumayan ramai. Sea celingukan mencari tempat duduk, di tangannya terdapat sebuah nampan yang berisi salad buah, kemudian ada nasi putih, telur dadar, tempe, ikan goreng, sambal, dan dilengkapi sayur bayam bening.

Hallo EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang