18.༣ Sang Penghubung

13 4 0
                                    

Mari menyambung tangan, membentuk lingkaran, laksana empat manusia yang merantai hubungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mari menyambung tangan, membentuk lingkaran, laksana empat manusia yang merantai hubungan.

...

"Galang, topi kamu mana?"

Tanpa Galang sadari, dihadapannya sudah ada pak Ozie, pria berbadan tinggi itu berdiri tegak dengan tatapan yang berapi-api. Namun yang ditatap malah melengos tidak perduli.

Air muka Galang tampak tenang ketika sedang di sidang. Salah Galang juga, dia tetap ikut berbaris walaupun tidak memakai topi dan perlengkapan lain yang biasa dipakai anak SMA pada saat upacara. Resiko utamanya adalah maju dan menghadap para siswa maupun jejeran guru lainnya.

Pak Ozie menggelengkan kepala, Galang bahkan tidak bersuara ketika ditanya. Hampir saja guru muda itu menyerah untuk mendidik salah satu muridnya. Siapa lagi kalau bukan Galang Gavin Genandra, pemuda asal Batavia, yang selalu sulit diajak kerja sama.

"Cepat, baris di barisan murid yang tidak disiplin!" Pria itu menunjuk tempat yang akan di singgahi. Barisan yang banyak terkena sinar matahari.

Tanpa bersuara, Galang langsung saja membawa raganya ke arah Utara. Dan membariskan diri didepan tiang bendera.

Kemudian, satu lengan Arkan terangkat perlahan. "Permisi Pak Ozie, saya nggak pakai dasi." Suara halus itu mengudara, masuk dengan nyaman ditelinga siapapun yang mendengarnya.

Pengakuan Arkan membuat Kenzo dan Agam yang berada di sisi kanan terheran. "Loh, bukannya tadi itu leng- ADUH!" Dengan serta-merta Arkan menginjak kaki Kenzo sambil nyengir kuda, merasa tidak berdosa.

Pak Ozie mengangkat sebelah alis, ikut merasa heran juga. Lantas dia melipat kedua tangannya, dengan menunjukan wajah curiga. "Kok bisa murid yang nyaris jadi wakil ketua osis SMA HIS tidak pakai dasi?"

"Saya kesiangan Pak. Karena buru-buru, saya jadi nggak sadar kalau belum pakai dasi hehehe."

Benar-benar cowok ini.

Pak Ozie tidak bersuara, sedangkan Arkan melangkahkan kakinya. Dia memisahkan diri dari barisannya, ingin menemani Galang berdiri di depan sana. Tidak apa panas jua, yang penting mereka bisa bersama-sama.

Seperdetik kemudian, dua lengan terangkat tinggi-tinggi. Membuat semua siswa-siswi mendelik dengan ekspresi yang tidak terdefinisi. Ada apa ini?

"Pak liat, saya nggak pakai kaos kaki." Kenzo menunjuk kakinya sendiri. Cowok itu menyenggol tubuh Agam, meminta agar Agam ikut memberi alasan.

"Pak, tadi pagi saya cebok pakai tangan kanan." Tidak ada alasan yang cocok untuk menggugurkan diri dari barisan, Agam malah membuat candaan. Yang mendengar itu pun langsung melontarkan cekikikan, bahkan saling bersahutan.

...

Lagi-lagi Aldo sibuk wara-wiri di koridor. Sejak pagi sampai siang hari, dia tidak lelah untuk melangkahkan kakinya sendiri. Tentu saja dari ruang kelas ke kantor guru. Lelaki tinggi itu harus membagi waktu belajarnya dengan tugas yang diberikan oleh kepala sekolah. Tidak perlu ditanya kenapa Aldo bisa menjadi siswa sekaligus wakil kepala sekolah. Selain kinerja Aldo itu selalu sempurna, tidak ada hal yang tidak bisa dilakukan olehnya.

AMARALOKAⁿᵉʷ ᵛᵉʳˢⁱᵒⁿTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang