6.༣ Pertemuan yang Lain

25 16 0
                                    

Arra mendudukkan raga di sofa merah muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arra mendudukkan raga di sofa merah muda. Gadis itu telah selesai mengepang rambut pendeknya. Dia tersenyum sambil merapikan dasi di depan cermin.

"Pokoknya hari ini aku harus ketemu sama Galang." Arra berdiri, dia membuka laci dan mengeluarkan satu tumpuk cokelat Princess. Walaupun Aldo seringkali menegur, keinginan makan cokelat Arra tidak pernah luntur. Terkadang dia juga sering diam-diam membelinya secara online agar si sulung tidak tahu.

Arra mulai membuka bungkus pertama, lalu memakannya dengan rakus. Pagi-pagi begini memang paling enak makan cokelat, apalagi ditambah susu hangat. Bungkus kedua Arra buka, lalu memakannya dengan rakus juga.

Enak.

Tepat ketika bungkus ketiga akan dibuka, mata Arra membola melihat Aldo sedang melipat kedua tangan di samping kusen pintu. Gadis itu tersedak ludahnya sendiri. Cepat-cepat dia melindungi sisa cokelat lainnya ke belakang punggung.

"Makan cokelat pagi-pagi gini nggak baik, Arra. . ."

"Apalagi sebanyak ini."

Arra mendengus saat Aldo menyita cokelat yang berserakan di belakang punggungnya. Dia lupa menutup pintu. Dan lagi, Aldo pandai meredam suara langkah kaki. Maka dari itu kehadiran Aldo sering kali tidak diketahui. Seperti hantu.

"Balikin cokelat aku, Papa aja nggak ngelarang aku makan cokelat, kok."

"Makan banyak cokelat itu big no-no." Aldo menjawel kedua pipi tembam sang adik. Dia memainkannya seperti squishy, kemudian tertawa merdu. Adiknya ini makin lama makin mirip seperti boneka saja. Membuat Aldo ingin selalu menempelinya.

"Kakak takut aku gendut?" Arra melengkungkan bibirnya ke bawah, sedih. Cepat-cepat Aldo menggelengkan kepala, takut Arra salah sangka. "Enggak."

"Kakak pasti jijik kalo liat aku gendut kayak anaknya mbak Ratih."

Tawa Aldo hampir menyembur ketika mendengar kalimat kedua Arra. Mbak Ratih adalah asisten keluarga Fernando. Dia memiliki anak laki-laki bertubuh gempal bernama Rendi. Setiap kali mengunjungi rumah keluarga Fernando, Arra selalu dibuat menangis oleh bocah laki-laki kelas dua itu. Entah itu memperebutkan barang kesukaan, atau selalu kalah dalam setiap permainan, Arra akan menangis. Dia merasa dimainkan oleh anak yang berusia delapan tahun dibawahnya.

Arra menyebutnya, musuh abadi.

"Enggak." Aldo menutupi bibirnya menggunakan punggung tangan. Tidak ingin adiknya melihat dia yang sedang menyunggingkan senyuman.

"Cokelat itu mengandung indeks glikemik yang tinggi. Terlalu banyak mengkonsumsi cokelat bukan cuma meningkatkan kalori yang menaikan berat badan, tapi juga bisa menyebabkan diabetes." Aldo pernah mencoba ikut les kedokteran. Membuat dia semakin pandai di berbagai bidang. Tidak ada ilmu yang tidak Aldo kuasai. Aldo juga kaya raya, meski masih sekolah menengah atas, dia mempunyai saham dimana-mana. Namun hanya satu saja kekurangannya, reputasi Aldo selalu buruk di mata para wanita.

AMARALOKAⁿᵉʷ ᵛᵉʳˢⁱᵒⁿTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang