12.༣ Tidak Akan Pergi

34 13 0
                                    

"Sa-kit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sa-kit. . ." Gadis kecil yang berusia sepuluh tahun itu mencoba merangkak menuju pintu, ingin melarikan diri. Namun usahanya selalu gagal. Dia memegangi perutnya yang sakit sambil menatap tidak mengerti ke arah tiga cowok didepannya.

Mengapa selalu Arra?

Mengapa Arra selalu dijadikan samsak tinju oleh mereka?

Air matanya kembali mengalir deras. Tidak perduli sekeras apapun Arra berusaha, semesta tidak kunjung juga membantunya.

"Lo kebanyakan nangis! Mata lo jadi bengkak, nanti gue bisa dicurigai guru, bodoh!"

Dengan kasar mereka menyeret Arra menuju toilet. Membuat ransel dan sepatu miliknya terjatuh di persimpangan koridor.

Mereka menarik rambut Arra setiap kali gadis itu berteriak menolak. Percuma saja, tenaga mereka jauh lebih kuat dibanding dirinya. "Mau ke-mana...?" Arra bertanya dengan suara yang parau. Dia kembali menggelengkan kepala, tidak terima. Mereka memperlakukan Arra seperti hewan saja.

"Lo harus ilangin bengkak di mata lo dulu!" Cowok itu menceburkan kepala Arra ke dalam wastafel yang sudah terisi air penuh. Membuat paru-parunya terasa panas, dia tidak bisa bernafas. Kepalanya luar biasa pusing, dunia seakan sedang berputar-putar lalu diledakkan.

Arra pun kehilangan kesadaran.

...

Arra terjaga. Gadis itu langsung beringsut duduk dengan nafas yang terengah-engah. Tubuhnya banjir keringat. Kamar yang luas dengan dua AC ini bahkan terasa engap. Dia menatap jam dinding, ternyata masih pukul setengah dua belas malam.

Arra mengusap genangan air mata di kedua pipi, lagi-lagi dia mengalami mimpi buruk yang sama. Kejadian itu sudah berlalu enam tahun lamanya, namun masih saja membekas di dalam dada.

Gadis itu turun dari ranjang, lalu memakai sandal tidur berwarna merah muda, berniat turun ke bawah untuk mengambil air putih dingin. Sesekali telapak tangan mungil itu tampak menepuk-nepuk kepala, karena sebuah ingatan kelam masih saja berputar dipikirannya.

"Papa lembur lagi, ya?" Arra melihat sekeliling sambil menekan saklar lampu di samping pintu. Arra pun turun dari tangga, dan berjalan menuju ruang tamu. Dia sedikit meringis ketika melihat Aldo yang sedang duduk di sofa, malam-malam begini masih saja sibuk berkutat dengan laptop dan buku-buku besar didepannya.

Jari-jarinya sangat lihai menari diatas keyboard, sesekali dia juga terlihat membuang nafas berat. Aldo sangat tekun jika itu tentang belajar dan pekerjaan, bahkan dia tidak menyadari kehadiran sang adik yang sejak lima menit lalu menatapnya.

Aldo mendongak kemudian memejamkan mata rapat sesaat. Duduk di depan laptop berjam-jam membuat matanya terasa sangat perih. Menolak menyudahi pekerjaannya, lelaki itu lebih memilih meneteskan obat tetes mata. Lalu dia kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

AMARALOKAⁿᵉʷ ᵛᵉʳˢⁱᵒⁿTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang