3.༣ Pindahan

105 32 6
                                    

Pria yang diduga berumur hampir 40 tahun itu mengantar Arra menuju kelas barunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria yang diduga berumur hampir 40 tahun itu mengantar Arra menuju kelas barunya. Selama diperjalanan, Ivan mengatakan banyak hal, termasuk mengenalkan berbagai macam ruangan dan fasilitas SMA HIS yang luar biasa banyak. Interior bangunan yang mewah lagi-lagi membuat Arra salah fokus, dia jadi merasa seperti anak Raffi Ahmad. Sultan!

Meski Arra sudah terbiasa dengan barang-barang mahal, masuk ke SMA semegah ini adalah hal yang baru baginya.

SMA HIS juga merupakan sekolah yang muridnya dominan berdarah campuran, bahkan beberapa dari mereka termasuk warga negara asing sepenuhnya.

"Jadi, apa alasan kamu pindah ke sekolah ini?" Ivan memasukan kedua tangannya di saku celana, senyuman manis melengkung di wajah ramahnya. Aldo mengatakan jika pria ini memang tidak pernah menua, wajah dan postur tubuhnya masih terlihat seperti ABG tahun 90an.

"Kata Papa, Kak Aldo sering kangen sama aku. Jadi aku disuruh pindah ke sekolah ini." Arra berhenti sejenak, menengkok ke arah kumpulan siswi yang menatapnya sedari tadi, bahkan beberapa dari mereka sempat berbisik-bisik.

Karena jam KBM sedang berlangsung, Ivan membubarkan kumpulan penggibah itu untuk masuk ke dalam kelas.

"Aku emang sempet nolak, soalnya Kak Aldo itu nyebelin. Aku yang udah besar ini selalu perlakuin kayak anak kecil. Lagian aku udah nyaman sekolah disana, punya temen, satu." Arra mengacungkan telunjuknya dengan bangga, mempunyai satu teman sudah cukup membuat dirinya bahagia.

"Kalo emang nggak mau sekolah disini, kenapa kamu nggak nyuruh Aldo buat pindah ke sekolah kamu yang lama?" Satu pertanyaan Ivan lontarkan, sedikit tertarik dengan kisah gadis yang membuat dirinya penasaran.

"Kakak bilang, kalo Kak Aldo pindah nanti bakal kena marah kepala sekolah." Arra menunduk, bibir mungilnya mengerucut. Dia sedikit mengucek rok pendeknya, sebal.

Ivan tertawa mendengar jawaban Arra, suara beratnya menggema membuat lantai yang Arra pijaki sedikit bergetar. Memang benar, Aldo adalah aset sekolah. Jika Aldo benar-benar pindah, Ivan tentu saja akan marah.

"Aku nggak mau Kakak kena marah, apalagi sama Pak Ivan."

"Kak Aldo sayang banget sama aku."

"Aku tau, aku ngga bisa bales semua yang Kak Aldo kasih. Tapi seenggaknya, aku harus bikin dia nggak kerepotan. Karena aku... selalu aja jadi beban."

Gadis ini...

Ivan seperti sedang berhadapan dengan anak berumur tiga tahun, cara bicara Arra sangat lucu. Wajah polosnya selalu menyita perhatian Ivan, mengingatkan dia pada anaknya yang sudah lama tiada.

AMARALOKAⁿᵉʷ ᵛᵉʳˢⁱᵒⁿTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang