8: stars

345 61 2
                                    

Saran dariku: baca chapter ini sambil dengerin Cardigan-nya Taylor Swift for the best experience 😆🙌🏻

Happy reading y'all !



















•••

Katherine baru saja selesai mandi, dan kini wanita itu tengah menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Ia terdiam, memerhatikan luka-lebam di wajahnya. Ternyata Ia terlihat cukup mengerikan...

Baru saja Ia ingin mencuci tangannya, Katherine mengeluh kesakitan.

"Awh !" rintihnya

Dan detik itu juga Katherine baru menyadari, bahwa kondisi lengannya bahkan jauh lebih mengerikan daripada wajahnya. Entah Ia harus berterima kasih atau justru memaki air wastafel yang hangat, yang justru memicu rasa perih di lengannya lagi.

Sial, sayatan-sayatan itu cukup dalam. Katherine sampai harus meremas lengannya kuat-kuat untuk menahan rasa sakit yang sebenarnya tak tertahankan itu.

Tepat di saat Katherine tengah berperang dengan rasa perih di lengannya, River memasuki kamar mandi—tak sengaja, Ia tak tahu bahwa Katherine ada di dalam sana.

Awalnya, pria itu terlihat sangat terkejut dan hendak berbalik badan. Namun, ringisan ngeri Katherine justru berhasil mengalihkan fokus River. Untungnya, saat ini Katherine sudah rapih dengan piyama tidurnya.

"Hey, what's wrong?" tanya River, dengan intonasi yang terdengar sangat khawatir.

Katherine menggelengkan kepala, tak kuasa menahan rasa sakit di lengannya. Ia bahkan tak mampu menjawab pertanyaan yang pria itu lontarkan.

Dengan sigap, River menarik lengan Katherine dan memeriksa apa yang terjadi.

'Gila.' batinnya

River menatap lengan Katherine dengan penuh khawatir, kemudian beralih ke kedua iris cokelat milik wanita itu, yang kini sudah berlinangan air mata.

'What a poor woman...'

Tanpa berbasa-basi lagi, River segera menuntun lengan Katherine dan membawa wanita itu keluar dari kamar mandi. Sementara, Katherine hanya bisa terdiam sambil sesekali meringis kesakitan.

River menarik lengan Katherine menuju balkon, dan mendudukkan wanita itu di salah satu kursi di sana. Untuk pertama kalinya semenjak kedatangan Katherine, baru kali ini River membawanya ke ruangan terbuka. Awalnya, Ia juga sempat ragu. Namun, tak apalah. Lambat laun, Ia memang harus membiarkan wanita itu menghirup udara yang lebih segar.

River kembali masuk ke apartmentnya untuk mengambil kotak P3K. Setelah beberapa saat, Ia beralih duduk di sebelah Katherine dan dengan cekatan mengobati goresan-goresan yang ada di lengan wanita tersebut.

"Awh !" ringis Katherine sesekali, di tengah kesibukan River.

10 menit kemudian, bagian bawah lengan Katherine sudah tertutup rapi oleh perban. Pria itu memasangnya dengan sangat sempurna, mengurangi rasa sakit yang baru saja mereda beberapa saat yang lalu.

"Feel better?" tanya River, yang mendapatkan anggukan dari Katherine.

Setelah itu, mereka berdua terdiam. Larut dengan pikirannya masing-masing, sambil menatap ke arah hamparan langit malam yang indah.

Namun, tiba-tiba saja River menarik lengan Katherine. Ia mengeluarkan sebuah spidol warna dari kotak P3K-nya, dan mulai menggambar sesuatu di sana, di atas gulungan perban putih Katherine.

'Bintang?'

Katherine tertegun, namun membiarkan pria itu meneruskan aktivitasnya. River menggambarkan banyak bintang di sana, memenuhi perban yang menutupi pergelangan tangan Katherine.

'You drew stars around my scars.'

'But now I'm bleeding.'

Katherine memerhatikan kedua pergelangan tangannya, kemudian beralih ke-dua iris cokelat milik River yang masih sibuk dengan kegiatannya di bawah sana.

'This man really...'

Salah satu tangan Katherine terangkat—tanpa sadar. Ia mengusap pipi pria itu lembut, membuat River segera menghentikan aktivitasnya.

"River..."

Angin malam yang bertiup lembut menambah keindahan River malam itu. Katherine tak pernah henti-hentinya kagum.

"Hmm?"

River berdehem lembut, membalas lirihan wanita itu yang memanggil namanya.

Katherine kemudian menggeleng, tersenyum lembut. Satu tangannya masih asik Ia pakai untuk mengelus-elus pipi River.

"Kenapa kamu gambar bintang di sini?"

Kali ini, giliran River yang tersenyum.

"Kamu tau gak?, bintang itu benda langit yang bisa mancarin cahayanya sendiri." jelas River, sementara wanita itu hanya menyimak dalam diam.

River meneruskan, "That's my hope for you. I hope kamu bisa mancarin cahayamu sendiri suatu hari nanti. Gak cuma 1, tapi sebanyak-banyaknya. That's why I drew a lot of stars here."

Katherine terdiam, menundukkan kepalanya.

River tahu bahwa Katherine menangis, oleh karena itu Ia mengusap puncak kepalanya lembut. Membiarkan wanita itu menangis dalam diam.

"You will, Kath. Because the world didn't end when you're locked up in that place."

Katherine mengangkat wajah, menggigit bibirnya kuat-kuat agar air matanya tidak jatuh di hadapan River untuk yang kesekian kalinya.

"Don't do that." ujar River tegas, mengusap bibir lembut Katherine yang membuatnya segera berhenti.

"River." panggil Katherine kemudian, kali ini River menaikkan salah satu alisnya sebagai bentuk tanggapan.

Suara Katherine terdengar mantap mengatakan, "Boleh aku minta sesuatu?"


















Dan dari situlah semuanya berasal.

The Agent - jenrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang