4: apartment

405 66 2
                                    

Katherine mengerjapkan matanya beberapa kali. Sial, sepertinya Ia benar-benar terlelap. Wanita itu lalu menegakkan tubuhnya, dan mengusap kedua matanya pelan.

Gelap. Di mana Ia berada sekarang?

Namun, bukan itu masalahnya. Saat ini, Katherine dapat mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat ke arahnya.

Dan tiba-tiba saja sosok yang familiar itu muncul, dengan sebuah ikat pinggang di tangannya.

Wajah Katherine mendadak berubah menjadi pucat-pasi, wanita itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat, disertai dengan air matanya yang mengalir membasahi kedua pipi.

"JANGAN."

"JANGAN BUNUH AKU." teriak Katherine

Dan di saat itu juga, Ia terbangun.

Katherine menoleh dan mendapati River yang tengah mengusap-usap tangannya lembut.

River memasang raut cemas di wajahnya, Ia menatap Katherine sendu. Wajah wanita itu dibasahi oleh keringat dan air mata, sepertinya Ia baru saja mengalami mimpi buruk.

Katherine mulai terisak. Jadi, yang barusan itu hanya mimpi? Ia benar-benar keluar dari penjara itu kan?

Tangan River beralih ke puncak kepala Katherine, kali ini Ia membelainya dengan penuh kasih sayang.

"I'm here, Katherine. Don't be affraid." seru River, yang mendapatkan anggukan dari wanita tersebut.

Setelah tangisnya berhenti, River menyodorkan sebuah pakaian miliknya ke hadapan Katherine.

"Ini baju gantimu, kamu bisa clean up yourself kan?"

Katherine terdiam sejenak, menatap kedua iris cokelat milik River, lalu mengangguk kecil.

Tentu saja wanita itu tahu cara mandi. Di tempatnya dikurung dulu, Dominic menyediakan ruangan kecil sebagai toilet untuk keperluan anak perempuannya, entah itu buang air kecil, buang air besar, maupun mandi. Namun, terkadang aliran air tanah tidak begitu baik. Jadi, Katherine hanya bisa membersihkan tubuh seadanya. Pasokan pakaiannya pun juga menipis semakin hari. Maka dari itu, pantas dan dapat dimaklumi saja kalau penampilan wanita itu terlihat sedikit kumel.


Katherine baru saja selesai mandi, dan kini Ia sedang menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin.

'Pria itu beneran gak salah kasih baju ganti?'

Katherine berkali-kali mengulangi pertanyaan tersebut dalam benaknya. Pasalnya, baju ganti yang River berikan adalah sebuah kemeja polos yang kemungkinan besar miliknya. Hanya itu saja, tanpa ada bawahan.

Tapi, sepertinya semua orang bisa memakluminya. Karena dilihat dari ukuran kemeja pria itu yang mampu menutupi sampai ke paha Katherine.

Begitu keluar dari kamar mandi, Katherine langsung disambut oleh makan malam yang baru saja selesai dimasak oleh River.

"Sini, Kath. Eh can I call you Kath?" pria itu bertanya memastikan, dan Katherine pun mengangguk sebagai tanda bahwa Ia tak keberatan.

River mempersilakan wanita itu duduk di salah satu kursi meja makan, sementara Katherine tengah mengedarkan pandangannya melihat-lihat ke sekitar apartment milik River.

Apartmentnya cukup luas menurut Katherine, walau hanya ada beberapa ruangan di sana. Namun, Ia tak henti-hentinya merasa kagum.


Makan malam telah usai, dan kini mereka berdua tengah duduk di sofa depan televisi. River dengan cekatan mengobati memar dan lebam yang terdapat di wajah wanita tersebut. Sesekali, Katherine meringis kesakitan.

Ketika mengusap wajahnya menggunakan kapas yang sudah diberikan antiseptik, River baru menyadari bahwa Katherine itu benar-benar cantik. Matanya yang kecil dan sayu, bulu matanya yang lentik, pipinya yang merona, hidungnya yang nyaris sempurna, serta bibirnya yang mungil dan berwarna kemerah mudaan. Ia benar-benar menggambarkan seorang Hawthorne... walau dikurung selama 20 tahun pun, pesonanya tetap tidak bisa tertutupi.

Kekurangannya hanya terdapat pada pertumbuhan gizinya, semua orang juga dapat langsung tahu dari pertama kali bertemu. Tubuh Katherine terlihat sangat kecil untuk ukuran wanita seusianya. Tentu tidak aneh, karena wanita itu tak pernah terkena sinar matahari selama 20 tahun terakhir.

"I've called the doctor, he'll check on you tomorrow." ujar River, yang masih sibuk berkutat dengan luka-luka di wajah Katherine.

Wanita itu terdiam, tak merespons sama sekali. Namun, di detik selanjutnya, Katherine menggenggam bagian bawah kaos yang dikenakan oleh River. Ia tertunduk, menggelengkan kepalanya pelan, dan akhirnya untuk pertama kalinya... Katherine membuka suaranya,

"Gak mau. Aku gak mau ketemu siapapun selain kamu."

River tertegun, membuat suasana menjadi hening sesaat. Katherine sampai harus mendongakkan kepalanya untuk memastikan bahwa River dapat mendengar suaranya.

Pria itu tersenyum lembut, kemudian mengangguk. Ia paham betul kalau wanita di hadapannya ini belum ingin untuk bertemu siapapun, karena Ia pasti mengalami trauma yang cukup serius. Dan River sangat mengerti tentang hal itu.

Melihat jawaban yang diberikan oleh River, Katherine tersenyum simpul sebagai tanda terima kasih karena Ia telah mendengarkan perkataannya.

Sebenarnya, sedari tadi Katherine juga merasakan hal yang sama. Kala River mendekatkan wajahnya untuk mengobati luka-lukanya. Katherine memperhatikan setiap sudut wajah River, dan Ia terlihat sangat sempurna dari jarak sedekat itu.

Sesi pengobatan wajah Katherine pun telah selesai. River merapihkan peralatannya, dan kemudian terfokus ke pakaian wanita itu. Tubuh Katherine hanya dibalut oleh kemeja putih panjangnya, tanpa mengenakan bawahan sama sekali. Entah apa yang dipikirkan olehnya tadi. Lagipula, tak akan ada bawahan yang sesuai untuknya. Ukuran celana River jauh lebih besar daripada pinggang Katherine. Mungkin 2x lipatnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, River pun segera menyuruh Katherine untuk pergi ke tempat tidur, "Tidur duluan, ya. Kamu udah ngantuk tuh." serunya saat melihat Katherine yang menguap.

Wanita itu mengangguk dan segera bangun dari posisi duduknya. Namun, sebelum Ia beranjak pergi...

River mengusap puncak kepalanya lembut, "Good night, ya."

Katherine mematung di tempat. Namun, di detik berikutnya... Ia tersenyum.


















•••

Note: Jangan lupa votemmentnya all ^____^ !!!

The Agent - jenrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang