9: dinner

356 58 1
                                    

"Ver, urgent ver."

Mendengar suara Benjamin di seberang sana berhasil membuat River bergidik, lantas pria itu mematikan teleponnya dan segera pergi menuju ke markas.

Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, Katherine masih terlelap. Mungkin tak apa-apa jika Ia pergi meninggalkannya sebentar.

30 menit perjalanan menggunakan mobil pribadi, River akhirnya tiba di sana. Ia segera pergi menemui Benjamin yang berada di ruangannya.

"I think they know."

Benjamin langsung tahu siapa yang memasuki ruangannya, lantas Ia segera menyodorkan sebuah amplop surat di hadapan River.

Ayolah, itu hanya sebuah kertas biasa yang harganya cukup mahal. Kecuali dengan wax seal merah di sana, yang semua orang tahu merupakan ciri khas suatu keluarga, yaitu lambang keluarga Hawthorne.

Tanpa merasa ragu sedikitpun, River segera membuka amplop kertas tersebut dan membacanya.

To: Tuan River yang terhormat.

5 menit berlalu, Ia telah selesai. River membolak-balikkan kertas itu untuk memastikan sesuatu. Tak mungkin mereka salah alamat, karena di ujung surat tersebut jelas-jelas tertulis,

Tertanda, kepala keluarga Hawthorne, Dominic Hawthorne.

"Brengsek." gumam River, Ia mengacak rambutnya frustasi.

Tidak, River tak merasa takut sama sekali. Ia hanya berpikir bahwa ini terjadi di luar perkiraannya. Siapa sangka bahwa kepala keluarga Hawthorne justru mengundangnya ke sebuah acara jamuan makan malam yang formal?, pasti ada sesuatu yang Dominic rencanakan.

"Si iblis itu kemungkinan besar udah tau, Ver. Cuma gue gak tau dia bakal ngapain lagi kali ini."

Benjamin akhirnya membuka suara, memecah keheningan yang terjadi semenjak River memasuki ruangan itu.

Melihat River yang terdiam, Benjamin pun berbicara lagi. "Lo gak akan pernah dateng ke jamuan , Ver. Balik ke apartment, gue kirim sinyal ke markas buat lebih memperketat keamanan di sekitar apart lo."

Dengan cekatan, tangan Benjamin menyambar telepon genggam yang ada di meja kerjanya. Hendak menelepon pos jaga sebelum tangan kekar River menghentikannya. Melempar telepon tersebut hingga terpental cukup jauh.

"Gak mau, gue gak mau ngebahayain Katherine."

"Tapi itu ngebahayain lo. Nyawa lo taruhannya."

Keduanya terdiam. Semua ucapan Benjamin sedari tadi memang ada benarnya. Itu tindakan paling aman yang dapat River lakukan saat ini.

"Ben..."

"Gue tau kalo ini emang beresiko banget, tapi gue juga udah bersiap buat hal-hal semacam ini sebelum gue mutusin buat memulai misi."

"Jadi, gue mohon yang sebesar-besarnya... Tolong biarin gue dateng, dan ngelindungin Katherine dari iblis itu."

Benjamin tertunduk, Ia kehabisan kata-kata untuk menasehati temannya yang keras kepala itu. Agar perdebatan tak kunjung berlanjut, Benjamin pun menganggukan kepalanya.

"Kalo lo bakal mati di sana, gue bunuh lo sebelum Dominic bahkan sempet nyentuh lo."

River tersenyum, "Thanks, Ben. Tolong kabarin anak-anak pas udah deket hari H aja ya. Gue gak mau kalo mereka sampe ikut kepikiran."

Selesai menyampaikan pesannya, River segera pergi meninggalkan ruangan kerja Benjamin. Raut wajah pria itu tiba-tiba berubah menjadi lebih serius. Ia harus mempersiapkan diri dengan sangat matang kali ini.

The Agent - jenrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang