11. Kehidupan

0 0 0
                                    

Happy reading
_____

"Merelakan butuh proses, tidak bisa tergesa ataupun dipaksa. Maka, janganlah kamu menyiksa diri, biarkan waktu membuatmu terbiasa, walaupun bukan berarti kamu bisa sembuh dan melupa"
-fyp

***

Prita membuka kedua matanya, cewek itu berusaha bangkit namun rasa pening seketika menyerang kepalanya, Prita menyerah, ia menutup matanya untuk meredam rasa nyeri yang menghantam kepalanya.

Ini sudah hari ketiga setelah kepergian Aditya, dan selama itu pula Prita mengurung diri di dalam kamarnya, ia hanya sanggup meminum segelas air putih kemudian tertidur karena lelah menangis. Kepergian tiba-tiba sang Papa adalah pukulan terberat baginya.

Prita kembali membuka mata, menatap ruang tempatnya terbaring dengan tatapan kosong, seluruh ruangan gelap dan hanya diterangi cahaya bulan yang masuk melalui jendela.

"Pa-"

Prita berusaha mengeluarkan suaranya, tapi tenggorokannya langsung terasa seperti di jerat kawat berduri, nyeri luar biasa.

Akhirnya Prita hanya menyebut 'papa' dengan tanpa suara, berulang kali ia sebutan, seolah olah menjadi mantra agar Aditya datang menghampiri dirinya.

Ceklek

Suara pintu terbuka menarik netra Prita, Alvis berdiri di ambang pintu menatap Prita dengan sorot sulit. Setelah meletakan semangkuk makanan di atas nakas,  pria berusia kepala tiga itu berjalan menuju jendela dan menutup tirai kemudian ia menyalakan lampu untuk menerangi seluruh ruangan.

"Makan." titah Alvis.

Prita memalingkan wajahnya, menolak untuk makan, hanya untuk berbicara saja ia kesulitan, apalagi untuk menelan makanan. Prita tak cukup punya tenaga untuk melakukan hal itu.

"Makan Prita. Kamu harus tetap hidup."

Melihat Prita yang tak bergeming, Alvis mendekati tempat tidur kemudian, duduk di sampingnya. Laki-laki itu mengusap kepala sang adik dengan penuh kasih sayang, ia tersenyum sedih.

"Seenggaknya, demi abang, tolong kamu makan, sedikit aja, ya?" 

Prita berbalik, kemudian ia mengangguk setuju. Alvis membantu Prita bangun dari posisi tidurnya karena cewek itu kesulitan menggerakkan tubuhnya yang lemas.

Kemudian Alvis segera mengambil mangkuk berisi bubur yang ia bawa, ia dengan telaten menyuapi Prita sedikit demi sedikit, tak lupa ia juga meniup terlebih dahulu bubur yang masih panas itu. Setelah habis setengah mangkok Prita menolak suapan yang diberikan Alvis, cewek itu sudah tidak sanggup lagi makan lebih banyak.

Alvis yang mengerti pun segera meletakan mangkok itu, dan menyodorkan segelas air putih pada Prita. Ia mengelus rambut Prita sayang, ia mengungkapkan rasa bersyukurnya karena Prita sudah mau makan.

"Makasih Ta."

"Aku mau tidur" ungkap Prita dengan suara serak.

Alvis mengangguk, ia membantu Prita berbaring dan menyelimutinya, setelah itu Alvis mengecup singkat kening Prita.

"Sleep well."

Setelah meninggalkan kamar Prita Alvis turun ke bawah untuk meletakan mangkok ke dapur, saat melewati ruang tamu, langkah laki-laki itu terhenti karena kehadiran Gavin. Memang cowok itu menginap di rumah ini setelah pemakaman Aditya.

"Gimana? Prita udah mau makan?"

Alvis mengangguk, ia menunjukkan isi mangkuk yang ia bawa, "dikit".

Gavin menghela napas lega. "Syukur deh."

Crazy Girl (On Going) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang