Gumpalan awan hitam menutupi langit hampir di seluruh penjuru kota sore ini. Padahal beberapa jam yang lalu, cahaya matahari masih dapat menyentuh tanah. Mengingat begitu panasnya cuaca hari itu, banyak orang yang telah menduga akan terjadi hujan deras pada sore harinya.
Benar saja, setelah gumpalan awan hitam datang, tetesan air mulai jatuh satu per satu dari langit. Intensitasnya semakin lama semakin deras. Beberapa orang terpaksa untuk mampir terlebih dahulu untuk mengenakan mantel hujan. Adapun yang tidak ambil pusing dan tetap melaju dengan motor, mengabaikan lebatnya hujan sore itu.
Seorang remaja laki-laki menatap ke arah langit beberapa kali. Ia duduk di teras kelas kemudian berjalan untuk mengintip sedikit curah hujan, begitu terus selama beberapa menit. Berharap tetesan air berangsur mereda. Dalam lubuk hatinya yang terdalam Ia khawatir akan pulang larut malam. Meskipun saat ini masih sore hari.
"Kamu belum ingin pulang?" Saat dirinya mengintip ke arah langit, Ia dikejutkan dengan suara berat tepat di belakangnya, di tempat duduknya.
Ia menoleh ke belakang melihat sumber suara. Sesuai yang Ia ketahui, namanya adalah Seno, pendamping OSIS selama masa pengenalan lingkungan sekolah beberapa hari kedepan. "Kak Seno bikin kaget, Aku lagi nunggu hujan reda."
Remaja bernama Seno tadi tertawa pelan sebelum melihat tanda pengenal nama dari kardus dikaitkan tali rafia yang Ia kalungkan di lehernya. "Dion pulang naik apa?" Tanyanya sembari menggeser tempat duduknya.
"Aku naik sepeda, Kak Seno sendiri belum mau pulang?" Kini Ia yang bertanya balik. Dion yang melihat space kosong di samping Seno langsung mendudukinya.
Seno tersenyum ke arahnya lalu melirik ke arah jam tangannya sendiri, "Aku dijemput sama orang tua." Mendengar jawaban dari kakak kelasnya membuat Dion mengangguk asal. Ia kembali memerhatikan derasnya hujan di sore itu. Seno juga tidak memulai percakapan lagi setelah itu.
Satu per satu siswa yang terjebak hujan mulai berkurang. Dion bisa melihat dengan jelas dari depan kelasnya, Mobil-mobil pribadi milik entah siapa saja itu terus bergantian masuk ke lingkungan sekolah untuk menjemput siswa. Ia menatap setiap kendaraan yang silih berganti dengan tatapan datarnya. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Terbesit satu perasaan asing di hatinya. Ia tahu jelas perasaan itu, tetapi tidak ingin menyelam lebih dalam.
Mereka saling membisu satu sama lain hingga waktu telah berjalan selama satu jam lamanya. Dion mulai berpikir untuk nekat melawan hujan saja. Ia melirik Seno yang masih duduk di sampingnya dengan nyaman, tanpa ada rasa khawatir tidak bisa pulang seperti dirinya.
"Kak Seno belum dijemput juga atau belum menghubungi orang tua?" Dion memecah keheningan itu terlebih dahulu.
Dion justru melihat Seno menggaruk tengkuknya sendiri. Ia juga berekspresi aneh dengan kekehan canggung. "Tentu! Iya, tentu saja Aku sudah menghubungi keluargaku. Mereka mungkin sedang sibuk."
"Kalau begitu, Aku duluan ya kak," Ujar Dion sembari melepas sepatunya untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik agar tidak basah.
Ia justru kaget merasakan lengan atasnya dicekal oleh Seno. "Jangan nekat, tunggulah sedikit lebih lama lagi," Seno melirik ke arah arlojinya lagi, "Jika hujan tidak kunjung reda, pulang bersamaku saja."
Dion dengan cepat langsung menatap Seno. "Benarkah? Kak Seno dijemput pakai mobil ya?" Tanyanya untuk memastikan.
"Iya Dion," Dalam batinnya, Dion menebak pasti kakak kelasnya ini berasal dari keluarga kaya.
Menaiki mobil pribadi adalah impiannya selama ini. Namun, Ia tersadar akan sesuatu, "Tapi, bagaimana dengan sepedaku?"
"Ah, benar juga ya," Lagi-lagi Seno tertawa canggung. Kenapa kakak kelasnya itu mudah sekali canggung? Bukan hanya sekarang, ketika Ia menjelaskan materi pengenalan sekolah tadi juga.
Benar saja, beberapa waktu setelahnya, hujan mulai mereda. Tetesan air hujan berubah menjadi rintik kecil. Dion lantas dapat tersenyum lega. Namun, sebelum beranjak Ia berhenti karena pikirannya sendiri. Matanya mencuri pandang ke arah kakak kelasnya yang masih menunggu jemputan. Bukankah tidak sopan mendahului yang lebih tua?
"Dion? Kenapa ga jadi pulang? Udah lumayan reda ini." Dion kembali duduk di bangku teras depan kelasnya saat mendengar kalimat itu terlempar.
Ia menggeleng pelan sembari tersenyum seadanya. "Aku akan menunggu sampai reda sepenuhnya saja," Ujarnya untuk menyembunyikan alasan sebenarnya. Ia bukan tipe orang yang menunjukkan sesuatu secara gamblang.
Dion juga merasa Seno memang sengaja tidak menghubungi orang tuanya untuk menjemputnya. Seno seperti sengaja menunggunya pulang terlebih dahulu. "Mengapa Ia melakukan hal itu?" Batin Dion.
"Mungkin sebaiknya kita berjalan ke lobi saja, lebih mudah melihat kendaraan jemputanku saat datang nanti," Saran itu dapat ditangkap oleh Dion. Ia mengangguk lalu berjalan menyusul langkah Seno sembari menenteng barang-barangnya.
Setibanya mereka di lobi, satu mobil putih telah terparkir di depan gerbang. Satu orang berpakaian serba hitam keluar dari pintu mobil sembari melambai ke arah Seno dan dirinya. Dion melihat Seno menyipit lalu membalas lambaian itu.
"Aku udah dijemput, sampai jumpa besok Dion, jangan lupa pakai mantelmu dan hati-hati di jalan ya!" Seno menepuk bahu kirinya lalu tersenyum. Detik selanjutnya, Ia berlari menembus rintik hujan menuju ke luar gerbang.
Perasaan geli mulai menggerayangi tubuhnya. Ini hanya perasaannya atau Seno memang memperlakukannya seperti anak kecil. Mungkin karena Ia adalah anak sulung sehingga Ia tidak terbiasa diperlakukan seperti itu. Kepergian mobil putih itu diiringi dengan senyum geli si adik kelas. "Ada-ada aja."
Dohoon as Dion
Shinyu as Seno
••••
Halo,
Salam kenal Aku Lio. Beberapa waktu terakhir Aku lagi kagum sama Dohoon dan Shinyu TWS. In my opinion, They have a really good chemistry. Jadi Aku buat cerita ini sebagai bentuk kekagumanku kepada mereka berdua.Persis seperti judulnya, Aku buat cerita ini berdasarkan isi lagu Taylor Swift yang judulnya Sweeter Than Fiction. Lagu ini yang jadi penyemangat aku pas berusaha mengejar sesuatu. Isi dari lagu ini mungkin sedikit susah ditangkap kalau diartikan secara gamblang. Tapi kalau bener² diresapi, Aku yakin kalian pasti bakal dapet pointnya.
Di cerita ini, Aku akan lebih menekankan ke sudut pandang Dion (Dohoon) dulu. Setelah itu, nanti aku akan ngasih sudut pandang dari Seno juga di bab-bab tengah sampai akhir.
Oh iya, kalian ngebiasin siapa di TWS? Kalau Aku ngebiasin Jihoon karena pantang menyerahnya buat tetap ngejar debut.
Sekian dari Aku, Terimakasih!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweeter Than Fiction ✓ • ft. doshin
Roman pour AdolescentsKisah Dion yang ingin menjaga bintangnya tetap bersinar terang di tengah gelap gulita malam dan Seno yang perlahan menemukan kepingan batu pijakan untuknya berjalan di atas arus sungai yang deras. Based on a song called "Sweeter Than Fiction" by Ta...