16. He's the best thing, that's ever been mine

108 14 0
                                    

Seno terbatuk gugup kala berjaga di depan pintu gerbang sekolah. Sejak siswa yang datang paling pagi hingga saat ini ia merasa seperti diperhatikan. Bukan sekali dua kali, ia telah mendapat perlakuan itu berkali-kali.

Karena sudah tidak tahan lagi dengan tatapan itu, Seno menepuk pundak Juna yang saat itu juga berjaga bersamanya. "Apa ada yang salah dengan penampilanku?"

Namun, Juna hanya menggeleng pelan dan justru menatapnya aneh. "Ada apa?"

"Entahlah, aku merasa diawasi sejak tadi," Ucapnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari kelengkapan sepatu siswa.

Seno harus tetap profesional. Ia tidak boleh terganggu oleh bias apapun saat ini. Tugasnya adalah menulis mereka yang melanggar peraturan. Namun, tetap saja Ia merasa tidak nyaman dengan tatapan-tatapan itu.

"Ada apa sih denganku? Apa aku melanggar peraturan juga?" Seno menggaruk kepala belakangnya lalu mengecek kelengkapan sepatu dan atribut lainnya.

"Apa kamu tidak melihat videomu yang viral itu?" Celetuk Juna yang mungkin juga telah jengah terhadapnya.

Seno memutar kembali ingatannya kemarin. Ketika Dion membicarakan tentang satu video TikTok dimana ia sedang bernyanyi dan membawa gitar. Seno menghela napas lega setelahnya. "Benar juga, apa karena itu?"

"Iya, mereka menyebutmu gitaris tampan yang penuh dengan green flag," bisik Juna di depan telinganya.

"Aaa. . . Benarkah?"

"Astaga Seno. Pasang kembali aplikasi TikTok-mu itu! Ingat, kamu ini gen z."

Ia tertawa mendengar kalimat Juna barusan. Seno tiba-tiba teringat saat-saat dirinya yang begitu menyukai Juna. Tidak heran Juna mengacuhkannya dulu. Pasti karena Ia sangat kolot dan kaku.

"Lima menit lagi tutup gerbang dan catat siapa saja yang terlambat!" Seno dikejutkan karena suara keras dari Yola si ketua OSIS dari ujung lorong.

"Astaga, pagi-pagi sudah teriak." Ucap Tara yang juga ikut berjaga bersamanya dan Juna.

Juna tertawa renyah dan berbisik, "Mungkin dia sedang datang bulan."

Mereka bertiga sontak tertawa bersama. Seno juga ikut tertawa dengan lelucon itu. Namun, tawanya langsung memudar ketika Ia sadar bocah aneh yang Ia sukai belum terlihat batang hidungnya.

"Apakah Ia terlambat lagi?" Ujarnya dalam hati. Seno hanya berharap Dion datang sebelum mereka menutup gerbangnya. Anak itu telah memiliki cukup banyak poin pelanggaran. Ia tidak bisa menabung lebih banyak lagi untuk itu karena jika tidak Ia mungkin tidak akan naik kelas.

Detik demi detik berlalu hingga menit kelima sebelum bel berbunyi datang. Seno mengernyit untuk melihat kelengkapan atribut sembari mencuri pandang dari ujung jalan. Barangkali Dion datang dengan sepedanya.

"Bocah itu pasti akan terlambat, fokuslah melihat atribut saja," Ucap Juna dari seberangnya. Seno hanya mencebikkan bibirnya.

Lagipula Ia yakin Dion akan datang tepat waktu.

Salah.

Seharusnya Ia tidak perlu terlalu yakin terhadap bocah itu. Sejak awal Ia memang tidak yakin jika Dion tidak akan terlambat. Ia hanya berpura-pura di depan Juna.

Kini Seno berdiri di depan barisan pelanggaran untuk mencatat nama dan kelas masing-masing siswa. Ia bergilir menulis di dalam buku penuh catatan ketidakdisiplinan dari para siswa. Seharusnya mereka malu, tetapi nampaknya mereka justru ingin terkenal dengan berpuluh-puluh namanya tercatat di sana.

Tibalah Seno di depan salah satu siswa yang terus bergerak sejak tadi. Gestur tubuh itu menyatakan bahwa dirinya sedang tidak nyaman. Seno hanya melirik singkat lalu bersikap seolah tidak mengenal. "Nama dan kelas?"

Sweeter Than Fiction ✓ • ft. doshin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang