Bus itu melaju di tengah kekacauan kota. Halilintar dengan tenang bertanya pada Taufan yang di sebelahnya tentang kondisi Solar karena dirinya juga turut terkena cipratan darah dari makhluk itu.
"Dia baik-baik aja kok. Hanya syok sedikit..." Mendengarnya Halilintar hanya mengangguk.
Keheningan melanda keduanya sementara yang di belakang ribut karena pertengkaran Blaze dan Ice.
"Kau lemah sekali menariknya, untung saja aku datang." Ice memprovokasi Blaze yang terlihat urat di wajahnya.
"Bentar, bentar. Apa kau bilang tadi?" Tangannya mengepal kesal.
"Dia bilang kau lemah." Duri menunjuk polos Blaze dan itu membuat yang ditunjuk terbakar emosi.
Ice menghela nafas dan melipat tangannya di depan dada. "Udah lemah, budeg pula."
Oke sudah cukup Blaze menahan emosinya. Tangannya melayang hendak meninju kembarannya itu sebelum sebuah tangan menghentikannya.
"Kontrol emosimu, Blaze. Dan kau juga, Ice. Dalam situasi seperti ini kau harusnya mendukung saudaramu, bukannya malah memprovokasinya." Gempa berucap dengan intonasi yang rendah membuat keduanya terasa terintimidasi.
Blaze menggertakan giginya dan kembali duduk pada kursinya dengan gusar. Sementara Ice hanya diam.
Halilintar dan Taufan yang menyimak pertengkaran mereka hanya diam dan fokus pada jalanan yang kebanyakan sudah banyak korban yang tergeletak tidak bernyawa.
"Hei, Hali." Panggil Taufan.
"Hm?"
"Darimana kau bisa belajar mengendarai mobil bus?" Lelaki bernetra biru tua itu bertanya penasaran membuat Halilintar tertawa kecil.
'Aku bahkan bisa mengendarai helikopter, Fan.'
"Tentu saja bisa. Ini mirip mobilku di rumah, kau tahu?"
"Eh? Kau punya mobil?" Taufan bertanya bingung.
"Ah, bukan. Maksudku, milik ayahku." Terangnya lagi.
Halilintar tidak mau menunjukkan sisi orang kaya dalam dirinya karena selama ini Taufan dan orang-orang mengenalnya sebagai orang sederhana. Ia tidak pernah bercerita tentang dirinya yang mempunyai Lamborghini Aventador LP, sebuah helikopter, ataupun dirinya yang bisa menguasai seluruh olahraga sejak kecil termasuk menembak. Halilintar takut jika teman-temannya akan menjauhinya.
Taufan ber-oh ria ketika mendengar ucapan Halilintar.
Tapi sebenarnya ia juga sedikit curiga, kenapa Halilintar rasanya sedikit sekali menceritakan sesuatu tentang dirinya? Yang Taufan tahu hanya sebatas kehidupan Halilintar dan Tok Aba sebagai pemilik kedai cokelat di dekat rumahnya. Taufan baru menyadari, ternyata ia tidak terlalu mengenal Halilintar dengan baik.
"Menurutmu, apakah orang tua kita ada di penampungan itu?" Taufan menatap sedih pemandangan bukit yang ada di hadapannya.
"Aku yakin ada, tante Kuputeri pasti ada di sana. Begitupun dengan Tok Kasa dan Tok Aba. Percayalah padaku." Gempa tiba-tiba datang dari belakang merangkul Taufan, berusaha memberi semangat pada teman kecilnya itu.
"Itu benar, positif thinking saja dulu, Fan." Halilintar memandang kedua kawannya itu seraya tersenyum.
Keduanya turut tersenyum, sebelum Taufan tiba-tiba menyadari ada sesuatu di depan mereka.
"HALI! AWAS!!"
Halilintar dengan reflek langsung menginjak rem, membuat kelima orang yang duduk di bus itu terhentak kedepan, kecuali Gempa yang bahkan sudah jatuh terjungkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adamant
Science Fiction. 𓄹۪𝆬🕯️˖ৎָ̲۟୭̲ ۪ kau hanya boleh lari dan bertahan. dan satu lagi, jangan mati. -boboiboy elemental school sci-fi fanfiction.- ┌──────────────────────┐ find me in twt └──────────────────────┘ ⌗...