Sect. VII: 七

144 24 5
                                    

Malam pun tiba, mereka bersiap dengan rencana yang di susun oleh Glacier. Saat ini, Glacier tengah mengikatkan cover kasur yang ada di kamar itu dan memberi sinyal pada penghuni yang ada di dalam bis untuk segera datang.

Begitu bis itu sampai tanpa suara, Glacier mengikatkan ujung cover kasur itu di tiang jendela yang kokoh dan menjuntaikannya nenuju atap bis yang terbuka. Sopan menangkapnya dari atas atap dan memberikan sinyal untuk turun.

"Kau yakin ini akan berhasil?" Frost Fire menatapnya ragu.

Glacier menghela nafasnya. "Aku tahu ini tidak masuk akal, tapi setidaknya kita harus mencobanya."

"Baiklah, sebagai percobaan aku duluan." Maripos turun dengan cekatan menuju bis tersebut.

Yang di atas menahan nafas ketika Maripos turun.

Begitu lelaki muda itu sampai di atap bis, mereka semua menghela nafas lega.

"Giliranmu, Frost."

Frost Fire menatapnya lama kemudian memeluknya dengan dramatis. "Kalau aku jatuh, tolong ikhlaskan semua hutangku."

Halilintar yang jengah memukul kepalanya telak. "Cepatlah, bodoh. Yang lain juga mau turun."

Frost Fire turun seperti kucing, padahal dirinya juara bertahan boxing melebihi Blaze, tapi kenapa dia takut ketinggian, sih? Begitu pikir Halilintar menatap Frost Fire aneh.

Saat dirinya sudah benar-benar berada di dalam bis, Gempa turun bersama Pipi di gendongannya dan kemudian Kuputeri. Taufan dengan cemas menatap sang ibu yang berusaha turun dengan perlahan, untungnya wanita itu berhasil dibantu dengan Maripos di bawah yang menangkapnya.

Kini, giliran Glacier yang turun barulah kemudian Halilintar bersama Taufan di gendongannya. Dan yang terakhir Papa Zola.

Semua berjalan lancar, hingga pada saat giliran Halilintar dan Taufan. Memang benar Taufan dibantu dengan baik oleh Maripos, tapi saat Halilintar baru saja ingin turun, ikatan yang ada di tiang jendela itu terlepas membuat Halilintar yang sedang berpegangan seutuhnya terjatuh ke atap bis dengan cukup keras.

Brak!!

"Akh!"

Suara yang dihasilkan pun menarik mereka, bahkan Papa Zola yang masih di dalam kamar juga di kerubungi oleh makhluk itu dari luar. Mereka mendobrak mencoba masuk ke kamar Papa Zola dengan brutal.

"Papa! Lompat saja! Kami akan menangkapmu!" Glacier berseru. Persetan dengan seruannya yang menarik perhatian mereka, lagipula sejak jatuhnya Halilintar, mereka sudah keburu datang.

Papa Zola sempat bimbang, terlihat dari ekspresinya.

Ia juga sempat memegang luka perban di perutnya. Hingga akhirnya pria tambun itu tersadar. "Pergilah! Papa akan menahan mereka disini!"

Semua yang ada di dalam bis itu terkejut, terutama Pipi. Anak itu langsung berusaha keluar tetapi ditahan oleh Supra. "Lepaskan, kakak! Papaku! Papaku ada di sana!"

"Tidak, Papa! Kita akan keluar dari sini bersama!" Halilintar yang masih di atas berusaha membujuk sang pria.

Papa Zola menggeleng pelan. "Kondisi Papa sudah tak bisa seperti dulu, Hali. Papa mohon, pergilah. Bawa Pipi ke tempat aman!"

"Haloooo?? Mereka hampir mengerubungi kita, tolong cepatlah!" Solar yang duduk di kursi pengemudi bersiap untuk menginjak gas.

"Kumohon, nak Hali. Jagalah putriku." Papa Zola tersenyum.

"Kita tak bisa berlama-lama! Pegangan semuanya!" Solar langsung menginjak gas, menabrak seluruh manusia yang sudah menjadi bagian dari makhluk itu.

"Tidak, Papa!!!" Dari belakang, Pipi menangis histeris melihat ayahnya yang mengorbankan diri dengan memukul sebuah tiang agar makhluk-makhluk itu tidak menghalangi jalan mereka dan berkumpul pada sumber suara.

AdamantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang