Sect. V: 五

174 30 9
                                    

Matahari mulai terbit, menyinari kamar di mana terdapat lima manusia yang tertidur namun dengan posisi yang aneh semua. Ada yang sebelah kakinya terjatuh dari kasur, posisi tengkurap, dan ada yang tertidur dengan posisi berhadapan dengan kaki orang lain, bahkan ada juga yang sudah tertidur di kolong kasur. Bisa di tebak siapa yang sekiranya sudah mendelosor di kasur itu siapa, bukan?

Seseorang membuka pintu dengan brutal, tapi tidak ada satupun yang terbangun saking lelahnya mereka dengan situasi yang di alami.

"Kakakk!! Bangun!!" Pipi melompat ke atas kasur dan melompat-lompat di atasnya.

Tidak ada jawaban dari lima manusia kebo itu, sehingga Pipi harus memutar otak untuk membangunkan mereka.

Perempuan berkuncir dua itu kemudian menekan hidung Ice yang mengorok dengan keras.

Dirasa tidak ada oksigen dalam mimpinya, Ice langsung terduduk. Ia mengira bahwa dirinya sudah berada di alam barzah sekarang.

"Akhirnya bangun juga! Kak Ice, ayo cuci muka dulu, kita harus sarapan!"

Ice mengucek matanya dan menguap dengan malas. "Aduh, beri aku lima menit..."

"Tapi, di ruang tamu ada banyak makanan loh?" Pipi menggodanya membuat Ice langsung terbangun lagi dan segera berlari ke kamar mandi yang ada di kamar itu.

Hal yang sama Pipi lakukan pada Halilintar, Taufan dan juga Duri hingga mereka terbangun sepenuhnya. Pipi kemudian sibuk mencari Blaze yang tidak terlihat di manapun sebelum akhirnya menemukan sebuah kaki mencuat dari kolong kasur berukuran besar itu. Saat di tarik, benar rupanya itu Blaze yang sedang tengkurap memeluk sebuah boneka.

Astaga, bahkan Halilintar heran kenapa bisa Blaze bernafas dalam kolong sesempit itu. Apa dirinya tidak merasa berdebu, ya?

"Eh, kak Gempa sama Solar mana?" Tanya Duri selepas mandi.

"Ada di ruang makan, makanya ayo cepat kak. Kalau tak, nanti ditinggal!" Pipi memanyunkan bibirnya membuat Taufan merasa gemas. Baru sehari berkenalan, tapi mereka sudah seperti keluarga.

"Baiklah, baiklah. Pipi mau kakak gendong?" Tawar Taufan yang di angguki oleh anak perempuan itu.

"Mau!" Ia merentangkan tangannya dan di sambut baik oleh Taufan yang langsung menggendongnya.

Lucu sekali.

Halilintar yang berada di depan pintu dan menunggu semua temannya siap pun hanya menyimak percakapan Taufan dan Pipi. Mereka terlihat akrab sekali. Terlebih lagi, wajah Taufan yang ramah membuat anak kecil menyukainya, berbeda dengan Halilintar yang memiliki tampang menyeramkan serta tatapan membunuhnya.

"Mana Blaze?" Tanya Halilintar, melihat semua sudah siap kecuali lelaki itu.

"Kamar mandi." Ice menjawab dengan malas.

Tepat saat Halilintar ingin berucap lagi, Blaze muncul dari kamar mandi dan mengusak surainya yang basah dengan handuk.

"Hei, Blaze. Cepatlah!" Ucap Taufan yang diikuti anggukan Pipi.

Blaze tertawa pelan dan kemudian menyusul.

Akhirnya mereka semua pun pergi sembari berbincang-bincang selagi dalam koridor mansion yang sangat luas itu.

Jika kalian berpikir bahwa mereka akan di tempatkan di tenda yang ada di lapangan, maka kalian salah. Tentu saja, Solar tidak akan membiarkan penyelamat hidupnya merasakan tidak enaknya tidur di tenda bukan? Padahal sebenarnya, Halilintar tidak masalah tidur di mana saja. Apalagi Ice, bahkan di atap sekolah pun dia jabani.

Kini, mereka berada di ruang makan yang begitu luas. Meja makan terhidang berbagai makanan yang di bawakan oleh pelayan, Gempa turut membantu karena dirinya tidak bisa berdiam diri begitu saja.

AdamantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang