Sect. X: 十

210 28 8
                                    

Beberapa menit yang lalu, mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah pos yang terlihat berada di ujung perbatasan bukit dan jalan raya. Pos itu tak terlalu besar, tetapi cukup untuk menampung mereka semua. Meskipun memerlukan pembersihan, Halilintar dan Maripos dengan sigap memutar bayonet mereka untuk melindungi rombongannya.

Bicara soal bayonet, Maripos juga memilikinya. Bayonet itu menyatu dengan tongkatnya yang bisa di sesuaikan panjang pendeknya, mirip dengan tombak tetapi lebih modern. Peralatan canggih ituーtentunya di buat secara khusus.

"Matahari sudah terbit, kita istirahat aja disini dulu." Gempa menurunkan Pipi yang kelelahan berjalan.

Pos itu tak memiliki apapun kecuali perkakas. Tak ada makanan, minuman, ataupun kasur. Hanya ada tikar tipis yang menjadi alas.

"Persediaan kita mau habis, aku lapar dan haus sekali." Sori terduduk dramatis ketika memeriksa tas Ice dan hanya menemukan sisa satu botol air, itupun hanya setengah.

"Kita ada lima belas, pasti tak cukup. Kita harus mencari persediaan."

"Untuk sekarang, masing-masing dari kita minum seteguk saja." Gempa mengusulkan dan bersikap adil pada semuanya.

Dengan terpaksa mereka mengangguk dan membiarkan Pipi meminum duluan, dilanjut oleh Supra dan yang terakhir Gentar. Lelaki itu mengeluh sekali lagi karena terlalu sedikit yang ia minum.

"Kau tahu arah market atau tempat jual sesuatu di sekitar sini tidak, Solar?" Maripos bertanya pada lelaki muda itu sebab jalan yang mereka lalui masih lingkungan rumah Solar meskipun cukup jauh.

"Hmm, seingatku di arah kanan perempatan di depan ada minimarket."

"Oke, bagus. Kita pergi ke sana sekarang. Siapa yang mau bersamaku?" Maripos mengajak lainnya, tetapi tak ada yang menjawab. Hal itu membuat Maripos kesal dengan mental pengecut mereka yang tak mau mengambil resiko.

"Baiklah, aku tentukan saja kalau begitu."

Mereka semua pasrah. Maripos ini seenaknya sekali.

"Supra, Gempa, Duri, Solar, Sori dan Halilintar, ikut aku. Yang lainnya jaga satu sama lain disini, paham?"

Ah, sudah pasti lelaki itu memilih Halilintar.

Mereka yang tak ditunjuk mengangguk paham. Sebelum pergi, Maripos mengamanahkan rombongan mereka pada Glacier, ia bahkan memberi sebuah revolver sebagai tanda bahaya dan diterima Glacier dengan baik.

Dengan itu, mereka berpencar mencari persediaan makanan, lebih bagus lagi jika mereka menemukan kendaraan.

"Aku jadi takut." Gumam Glacier melihat punggung ketujuh orang yang semakin menjauh.

Pipi kemudian memeluk kakinya karena perbedaan tinggi mereka. "Gapapa kak Glacy. Mereka itu kan kuat."

"Aku tahu." Glacier tersenyum.

"Bukan mereka yang kutakutkan, tapi kondisi kita." Lanjutnya lagi dalam hati melihat kelakuan anak-anak ajaib seperti Gentar yang sedang berguling-guling tak jelas, Taufan yang termenung depresi, Frost Fire yang adu panco dengan Blaze, dan Sopan yang menatap Gentar seraya tersenyum muak, jangan lupakan Ice yang langsung tertidur di pangkuan Sopan sebagai bantalnya.

Terserah dengan akrab atau tidaknya mereka, yang Ice pikiran saat ini hanyalah tidur dan menyelami alam mimpi.

Glacier menghela nafas panjang. "Setidaknya ada tiga orang yang memegang senjata disini."

"Aku yang akan memeriksa dulu, kalian tunggu disini." Maripos berjalan menuju ke dalam minimarket yang terletak tak jauh dari lokasi pos. Minimarket itu terlihat sepi tanpa ada pengunjung sama sekali.

AdamantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang