Terhitung sudah satu minggu sejak Satya ditahan oleh Kejaksaan. Tidak ada bentuk perlakuan spesial apalagi istimewa apapun untuk lelaki itu.
Kejaksaan juga sama sekali tidak menimbangkan keadaan Satya yang saat ini sedang berada dalam kondisi stroke berat. Permohonan penangguhan penanganan yang diajukan oleh Hanita beberapa hari lalu, semua itu ditolak mentah-mentah
Tidak ada kata ampun untuk seorang koruptor, itu yang ditegaskan oleh pihak kejaksaan. Terlebih ini sudah kedua kali Satya terlibat kasus seperti itu
Jadi tidak peduli Satya mau sakit stroke atau bahkan apapun itu. Dia akan tetap ditahan sebagaimana harusnya. Kejaksaan juga takut kalau Satya mungkin akan melarikan diri dengan bantuan Hanita seandainya lelaki itu tidak ditahan.
Terdengar kejam memang, tapi begitulah hukum dan aturan yang berlaku. Harus adil dan sama rata tanpa pandang bulu.
Disinilah sekarang Satya berada, di dalam ruang tahanan khusus disabilitas berukuran kecil. Lelaki itu berbaring diatas sebuah ranjang kecil hanya seorang diri.
Satya merasa sangat tidak nyaman berada disini. Meski rumah sakit membuatnya jenuh dan bosan tapi disana jauh lebih baik daripada ditempat ini. Pengap, hampa ditambah aroma yang kurang sedap. Satya ribuan kali lipat lebih membenci ini dibanding rumah sakit
Disini tidak ada siapapun yang bisa menjaganya selama 24 jam. Hanya seorang perawat khusus yang membantunya saat makan dan menuntaskan hajat atau keperluan lainnya. Selebihnya Satya benar-benar seorang diri di tempat ini
Tanpa bisa melakukan apapun itu, selain mengeluarkan suara dan erangan tidak jelas dari bibirnya.
Satya baru menyadari, meski Hanita seringkali membentak, memaki bahkan mengejeknya selama dia jatuh sakit. Tapi ternyata kehadiran istrinya itu adalah apa yang paling Satya butuhkan saat kondisinya seperti ini
Cara dan perlakuan Hanita saat membersihkan tubuhnya selalu lembut. Jauh berbeda dengan perawat yang mengurusnya disini. Yang seringkali bahkan membalik tubuhnya dengan sangat kasar
Entahlah tapi Satya merasa sangat merindukan Hanita. Ingin rasanya mendengar suara dingin Hanita, wajahnya yang datar serta makiannya yang tidak pernah tanggung.
Sudah seminggu ini Satya sama sekali tidak pernah bertemu dengan Hanita. Bukan karena istrinya itu yang menolak datang dan berkunjung, tapi karena Hanita yang memang tidak bisa menemui Satya
Tidak ada siapapun yang boleh menemui Satya, dengan alasan proses penyidikan yang masih berlangsung. Bahkan Handika yang bertindak sebagai pengacara untuk Satya pun hanya diperbolehkan menemui lelaki itu sebanyak sekali.
Untuk saat ini Hanita masih berusaha sabar, tidak akan berbuat nekat sesuai dengan amanah dari Handoko. Pria paru baya itu mengancam Hanita, jika putrinya berbuat gila lagi maka dia tidak akan membela Satya. Jadi demi kebaikan Satya sendiri maka Hanita harus menuruti perkataan sang Papi.
"Nnn-hhit...-ta..." racau Satya dalam keadaan yang belum sepenuhnya sadar
Lelaki itu baru saja bangun dari tidurnya yang jauh dari kata lelap. Hal pertama yang dia rasakan adalah rasa sakit yang sangat tidak nyaman pada punggungnya. Mungkin karena kasur yang saat ini dia tiduri. Ditambah lagi popok yang dia gunakan sudah sangat penuh. Aroma yang menusuk dari kotoran bercampur dengan aroma pengap, semua itu membuat Satya merasa sangat mengenaskan
Kepala Satya menggeliat lemah, dia mendengus kesal saat menyadari kalau masih terbangun didalam ruang tahanan terkutuk ini.
"Eeughh..."
Tangan kanannya yang menekuk di depan dada tampak bergerak acak serta memukul dadanya sendiri.
KREK! Pintu dibuka dariluar, masuklah seorang perawat yang membawa nampan berisi makanan untuk Satya.
KAMU SEDANG MEMBACA
King Of Tears
Lãng mạnHanita Ralingga Ayu Mahendra dan Satya Prawira Arya Dewantara, keduanya menikah karena saling mencintai setelah mereka menghabiskan waktu selama 10 tahun pacaran. Keduanya adalah cinta pertama untuk satu sama lain. Mereka sama-sama berasal dari kala...