˚˖𓍢ִ໋❄️˚ℍ𝕚𝕕𝕕𝕖𝕟 𝕊𝕞𝕚𝕝𝕖

79 4 5
                                    

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

𝔻𝕠𝕟'𝕥 𝕙𝕚𝕕𝕖 𝕪𝕠𝕦𝕣 𝕤𝕞𝕚𝕝𝕖, 𝕪𝕠𝕦 𝕝𝕠𝕠𝕜 𝕤𝕠 𝕘𝕠𝕠𝕕 𝕨𝕚𝕥𝕙 𝕚𝕥.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

***

Sepertinya hari-hari tenangnya harus berakhir sekarang. Begitulah yang Hinata pikirkan saat dari kejauhan pria itu sudah terlihat kembali. Kali ini dia tak hanya membawa susu vanila, tapi juga dengan roti yakisoba.

Tanpa diminta Kageyama langsung duduk di samping Hinata. "Makan ini," ujar Kageyama setelah meletakkan roti dan susu itu ke pangkuan Hinata.

Hinata menatap benda itu bergantian dengan Kageyama. "Bagaimana denganmu?"

"Untukmu saja, aku sudah makan."

Hinata memicingkan matanya, menatap curiga ke Kageyama. Bel istirahat baru saja berdentang sekitar dua menit yang lalu, dan Kageyama sudah berada di sini. Bagaimana bisa pria itu sudah makan?

Alis Kageyama berkedut ketika menerima tatapan curiga dari Hinata. "Baiklah! Baiklah! Aku memang belum makan. Tapi aku bisa beli lagi nanti, jadi kau makan saja dulu. Puas?"

Hinata tak menjawab, melainkan hanya membuka plastik roti yakisoba itu. Alih-alih langsung memakannya, ia malah membagi dua roti itu, dan menyodorkan setengahnya pada Kageyama.

Saat Kageyama akan membuka suara, Hinata lantas menyela, "Kita bagi dua." Si raven tak punya pilihan selain mengambil sepotong roti itu dan mengunyahnya setengah hati.

"Kau ini memang tak pernah masuk kelas ya?" tanya Kageyama untuk sekedar membuka obrolan.

Hinata menggeleng, kemudian mengangguk pelan lagi. Membuat Kageyama mengerutkan dahi bingung. "Yang mana?"

"Kadang-kadang aku masuk. Tapi ada atau tidaknya aku di sana, guru juga tidak peduli. Mungkin karena aku keseringan bolos, jadi belakangan ini aku tidak pernah masuk lagi."

Kageyama mengangguk-angguk pelan. "Sebaiknya kau masuk kelas sesekali," gumam Kageyama yang nyaris tak terdengar.

"Bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja jika duduk dan berbicara dengan orang aneh sepertiku?"

"Kau ini tipe orang yang memikirkan perkataan orang lain ya?" Kageyama mengedikkan bahunya. "Kalau aku sih tidak peduli. Aku ya aku, dengan siapa aku berbicara itu urusanku 'kan?"

Bibir tipis Hinata membentuk lengkungan tipis tanpa ia sadari, dan tentu itu tidak lolos dari pengamatan Kageyama.

"Hei! Kau baru saja tersenyum?!" Kageyama mulai heboh.

"H–hah?" Hinata refleks menunduk lalu menarik syal putihnya hingga menutupi hidungnya.

Kageyama yang melihatnya lantas mengerutkan kening. "Hei kenapa menutupnya?"

"Wajahku terlihat aneh ketika tersenyum."

Alasan yang sama sekali tak masuk akal. Bagaimana bisa pria ini mengatakan wajahnya aneh ketika sebenarnya ia amat manis ketika tersenyum?

"Itu tidak aneh!"

Hinata tersentak saat mendengar intonasi Kageyama yang tiba-tiba meninggi. Dapat ia lihat dari kilatan mata pemuda itu bahwa ia tengah serius dengan perkataannya, tubuhnya juga sedikit condong ke depan.

"Itu tidak aneh, jadi ...." Tangan Kageyama terulur perlahan untuk menurunkan syal itu. Gerakannya amat hati-hati, jika ada pergerakan terganggu dari Hinata sedikit saja, ia akan segera menarik tangannya.

Iris hazel Hinata terkunci pada mata Kageyama saat syalnya perlahan diturunkan hingga ke dagu. Bibirnya membentuk satu garis lurus yang kaku, enggan tersenyum seperti tadi.

"Jangan sembunyikan senyumanmu lagi."

.

.

.

Baik Kageyama maupun Hinata selama ini tidak menyadari, jika dari jendela kelas 1-4, selalu ada pria yang memperhatikan interaksi mereka.

"Hmm~? Menyedihkan."

To Be Continued

𝕃𝕒𝕤𝕥 𝕎𝕚𝕟𝕥𝕖𝕣 | 𝕂𝕒𝕘𝕖ℍ𝕚𝕟𝕒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang