˚˖𓍢ִ໋❄️˚𝕄𝕠𝕟𝕠𝕘𝕒𝕞𝕪

52 1 0
                                    

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

𝕀𝕥'𝕤 𝕪𝕠𝕦, 𝕨𝕒𝕤 𝕒𝕝𝕝 𝕚 𝕟𝕖𝕖𝕕𝕖𝕕

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

***

Menetap atau tidak di rumah sakit tak akan mengubah apa pun. Tak akan mengubah fakta jika waktunya hanya sampai musim salju. Mungkin jika Hinata di sana, kesempatan hidupnya bisa bertambah beberapa hari, tapi hanya sekedar itu.

Transplantasi paru-paru adalah satu-satunya jalan.

Mengingat itu Kageyama selalu merasa tegang tiba-tiba. Ia tidak mengerti dengan jalan pikirannya yang terkadang menggila. Selalu ada saat di mana Kageyama berpikir untuk memberikan organ itu kepada Hinata.

Apa yang membuatnya berpikiran seperti itu, Kageyama sendiri pun belum mengerti. Apakah itu semacam perasaan tidak ingin kehilangan? Tapi sejauh apa itu hingga rela mengorbankan nyawa?

"Jika saja ...."

Ah sial, suaranya tersendat lagi.

Hinata menoleh, menatap Kageyama untuk kelanjutan kalimatnya. Menerima tatapan itu, Kageyama harus menelan salivanya dengan susah payah.

"Jika saja aku mendonorkan paru-paru untukmu, itu artinya kau akan tetap hidup kan?"

Kageyama dapat melihat dengan jelas bagaimana iris hazel itu perlahan membesar. Tidak, itu bukan ekspresi bahagia, terkejut atau sejenisnya. Tatapan itu menunjukkan bahwa Hinata sama sekali tidak menyukai ide itu.

"Tidak boleh!" Intonasi Hinata meninggi, suaranya berubah menjadi serak. "Aku tidak akan menerima donor! Dari siapa pun itu!"

Kageyama tertegun. "Tidak akan? Kenapa? Itu satu-satunya jalan untukmu tetap hidup 'kan?"

Raut wajah Hinata perlahan menjadi sedih, kepalanya sedikit menunduk. Pria itu tiba-tiba terbatuk, cukup lama dan kuat hingga membuat Kageyama khawatir Hinata akan memuntahkan secuil daging paru-parunya di sana. Ia mengelus punggung Hinata, berharap itu bisa sedikit membantu.

"O–oi kau baik-baik saja? Perlu kuambilkan air putih?"

Hinata menggeleng sebagai jawaban. "Memang benar," gumamnya pelan setelah batuknya mereda. "Tapi aku tidak ingin hidup berkat kematian orang lain."

Kageyama mengerti. Alasan yang cukup masuk akal, meski kedengaran sedikit naif. Ia tak berbicara lagi, merasa harus segera menemukan topik yang lain.

"Kau tau jika angsa itu adalah hewan monogami?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja.

Hinata menggeleng, menatap Kageyama dan angsa secara bergantian. Meski tak berbicara, Kageyama tau jika dia penasaran dengan hal itu.

"Mereka hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Ketika salah satu dari mereka mati, yang lain akan menetap di sana, menunggu, sampai waktu mereka juga habis."

Hinata mengerjap pelan. Penjelasan itu menyentuh hatinya. Saat itu juga ia berdiri dari kursi dan berlari kecil menuju kolam angsa. Kageyama sama sekali tak menghentikannya, malah ia ikut berdiri dan mengikuti pria itu dari belakang. Kaleng minumannya yang sudah kosong ia tinggalkan di bangku itu, berbeda dengan Hinata yang masih membawa miliknya yang masih tersisa setengah.

Hinata berjongkok di depan kolam, mengulurkan tangannya untuk menyentuh air, atau mungkin berusaha untuk meraih angsa? Ia tertawa kecil saat hewan putih itu seperti mendekat dengan sendirinya.

Kageyama merasa kedua matanya memanas tiba-tiba. Saat ia mengerjap, air asin itu jatuh dari mata kiri dengan sendirinya, membuat Kageyama tersentak. Ia mengusap sudut matanya dengan cepat saat melihat Hinata yang bangkit dari posisinya.

"Begini saja sudah cukup." Hinata berujar tanpa menoleh, kepalanya mendongak menatap langit biru cerah. "Kau tetap di sini saja sudah cukup, Kageyama."

Hinata berbalik, menatap Kageyama yang berdiri tak jauh darinya. Ia menempelkan kaleng cola yang ia genggam ke pipinya, merasakan sentuhan embun dingin dari benda itu. "Tidak perlu menjadi angsa yang monogami, tapi setidaknya bisakah kau tetap di sini sampai aku mati?"

 "Tidak perlu menjadi angsa yang monogami, tapi setidaknya bisakah kau tetap di sini sampai aku mati?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continued

𝕃𝕒𝕤𝕥 𝕎𝕚𝕟𝕥𝕖𝕣 | 𝕂𝕒𝕘𝕖ℍ𝕚𝕟𝕒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang