︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵
𝕐𝕠𝕦 𝕙𝕒𝕧𝕖 𝕞𝕖. 𝕌𝕟𝕥𝕚𝕝 𝕖𝕧𝕖𝕣𝕪 𝕝𝕒𝕤𝕥 𝕤𝕥𝕒𝕣 𝕚𝕟 𝕥𝕙𝕖 𝕘𝕒𝕝𝕒𝕩𝕪 𝕕𝕚𝕖𝕤. 𝕐𝕠𝕦 𝕙𝕒𝕧𝕖 𝕞𝕖.
︶꒦꒷♡꒷꒦︶
***
06.27 AM
Monday, 16 DecemberKageyama memutar kunci rumahnya kemudian meletakkannya ke bawah pot bunga anggrek yang ada di sana. Sebelumnya ia memiliki kebiasaan meletakkan kunci rumah di tempat yang berbeda setiap akan keluar, dan itu benar-benar memancing emosi Miwa, kakaknya.
Kageyama menguap, hari masih terlalu pagi memang, tapi meski mengantuk matanya tak bisa terpejam lagi dan berakhir memutuskan untuk ke rumah sakit sekarang juga. Sekolah? Kageyama merasa dia hampir tidak punya waktu dan minat untuk itu.
"Aku penasaran apakah Hinata masih tidur?" Kageyama mulai bermonolog sambil melirik paperbag yang sedari tadi ia jinjing. Di dalamnya ada syal putih yang kemarin ia ambil dari rumah Hinata dengan kunci pemberian Yamaguchi, dan juga salah satu buku bacaannya yang nganggur di rumah.
Suhu sudah sangat turun, belakangan hampir menyentuh minus, dan Kageyama yakin, selimut rumah sakit tidak akan sepenuhnya menghangatkan.
Pikiran Kageyama terus melayang sampai iba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh ujung hidungnya. Ia mengerutkan kening lalu mendongak, dan benar saja, itu adalah snowflake.
Salju, udara dingin dan fibrosis paru.
Benar-benar kombinasi yang buruk. Ditambah rata-rata waktu kemunculan matahari saat musim dingin berkurang drastis, Kageyama khawatir jika itu akan membuat paru-paru Hinata membeku.
Ia sudah dengar tentang muntah darah itu dari Hinata. Dokter bilang padanya jika penyakitnya mengalami peradangan yang mana itu adalah komplikasi dari penyakit pneumonia yang tumbuh perlahan.
Kerusakan jaringan yang membuat paru kehilangan kemampuannya membersihkan lendir menjadi salah satu faktor berkembang biaknya bakteri atau virus pneumonia.
Rasa dingin menjalari jemari Kageyama saat ia mendorong gagang pintu rumah sakit. Sepi, hanya ada wanita petugas resepsionis yang tampak tersenyum padanya. Wajah Kageyama sudah ia hafal di luar kepala lantaran seringnya pria itu kemari.
Kageyama menarik keluar sebelah tangannya yang ia masukkan ke dalam saku jaket saat bertemu tatap dengan perawat yang baru saja keluar dari ruangan Hinata, membawa kantung infus yang telah kosong. Kageyama mengenali gadis itu lantaran seringnya mereka bertemu, Kiyoko Shimizu.
"Tidak biasanya kau datang sepagi ini," ujar Shimizu saat Kageyama berada lebih dekat. "Tumben tidak bawa jeruk, biasanya juga selalu bawa sekeranjang."
Meski ia membawa uang lebih, Kageyama akan tetap membeli keranjang jeruk. Itu karena Hinata pernah bilang ia menyukainya.
Kageyama tersenyum ramah. "Ini masih terlalu pagi, jadi belum ada yang buka. Mungkin aku akan keluar setelah agak siangan untuk membelinya."
Shimizu mengangguk singkat. "Hinata-san sangat suka jeruk darimu, sehari setelah kau membawanya pasti langsung habis. Dia akan menolak makanan rumah sakit selama buah darimu itu masih ada." Ia menjelaskan sambil tersenyum, meski gurat cemas masih terlihat jelas di sana. "Nafsu makannya agak menurun akhir-akhir ini, jadi dokter khawatir tentang berat badan."
Kageyama tersenyum lembut, menepis rasa khawatir yang sudah lama menggunung. "Apa dia tidur?"
Gadis dengan kacamata itu menggeleng. "Aku baru saja mengganti infusnya dan dia terbangun, kau masuklah dan temani dia."
Kageyama mengangguk, setelah Shimizu pergi barulah ia menggeser pelan pintu dan mendapati Hinata tengah berbaring dengan posisi memunggunginya.
"Shimizu-san masih butuh sesuatu?" tanya pria itu tanpa berbalik. Kageyama tetap senyap, Hinata membalikkan tubuhnya.
Pria itu tak terkejut, senyum cerah lantas terukir di bibirnya, tampak senang dengan kedatangan Kageyama.
Pernah satu kali ia tidak mendatangi Hinata seharian penuh lantaran proyek sekolah yang harus ia kerjakan, keesokannya pria itu benar-benar menempel sepanjang hari dengan Kageyama. Sangat jelas bahwa ia kesepian.
Memang benar, selain Kageyama hampir tidak pernah ada yang mengunjungi. Hanya Yamaguchi yang datang sesekali bersama Tsukishima.
Namun meski begitu Hinata juga tak pernah terang-terangan meminta mereka untuk tetap berada di sana setiap hari. Karena ia tau, baik Tsukishima, Yamaguchi dan Kageyama, semua masih punya banyak hal yang harus dilakukan sebagai remaja sekolah.
"Itu jeruk?" tanya Hinata saat melirik paperbag yang Kageyama letakkan di meja.
Pria itu menggeleng sebagai jawaban. Tangannya merogoh ke dalam dan menarik keluar isinya.
No Longer Human
by Dazai OsamuItulah yang tertulis di atas sampul buku yang baru saja Kageyama tarik keluar. Melihat itu mata Hinata langsung berbinar. "No longer human! Apa kau membawanya untukku? Tolong biarkan aku membacanya sebentar!" Tangan Hinata terulur untuk meraih buku itu.
Kageyama langsung saja menyodorkan buku itu. "Aku baru akan bertanya apakah kau menyukai buku kelam seperti itu, tapi sepertinya tidak perlu lagi ya?"
Hinata tidak menjawab, melainkan mengendus aroma kertas baru dari buku itu. "Ini buku baru?"
"Tidak, aku tak sengaja menemukannya di rak buku semalam. Aku membelinya karena katanya itu sangat populer, tapi karena ceritanya terlalu berat, aku tidak pernah membacanya lagi. Aku tidak paham," jelas Kageyama panjang.
Hinata menggumam pendek. "Padahal jika kau paham, buku ini sangat bagus."
Kageyama tidak menanggapi dan malah menarik keluar benda kedua dari paperbag. "Aku pikir kau akan kedinginan, jadi aku bawakan ini."
"Benar juga." Hinata bersandar pada kepala kasur. "Salju sudah turun ya?" Pertanyaan Hinata nyaris terdengar seperti gumaman saat melihat ke arah jendela. "Apa aku masih punya waktu sampai pergantian tahun?
Kageyama mengulum bibirnya yang terasa kering. Mencoba menemukan kata-kata yang tepat, tapi nihil.
Hinata tersentak saat syal putih tiba-tiba dikalungkan ke lehernya dan dililitkan secara asal.
"Jangan khawatir, setidaknya sampai saat itu tiba kau masih punya aku."
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕃𝕒𝕤𝕥 𝕎𝕚𝕟𝕥𝕖𝕣 | 𝕂𝕒𝕘𝕖ℍ𝕚𝕟𝕒
FanfictionSelain membenci musim dingin, Kageyama juga tidak pernah menyukai anak penyendiri itu. Pemuda berambut oranye yang seolah memiliki dunianya sendiri. Namun semakin Kageyama mencoba mengabaikannya, semakin kuat keinginannya untuk masuk dan menarik p...