︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵
𝕀'𝕞 𝕠𝕝𝕕𝕖𝕣 𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕪𝕠𝕦, 𝕓𝕦𝕥 𝕤𝕠𝕞𝕖𝕕𝕒𝕪, 𝕪𝕠𝕦 𝕨𝕚𝕝𝕝 𝕓𝕖 𝕠𝕝𝕕𝕖𝕣 𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕞𝕖.
︶꒦꒷♡꒷꒦︶
***
20.45 PM
Sunday, 22 DecemberKageyama sedikit terlambat untuk mengunjungi Hinata hari ini lantaran harus menyelesaikan pesta ulang tahun kecil-kecilan yang diadakan ibu dan kakaknya di rumah. Ia memiliki waktu sekitar satu setengah jam lagi sebelum waktu jenguk habis.
Hari ini ulang tahunnya, dan Hinata bahkan tidak tau saat dialah yang memenuhi pikiran Kageyama selama pesta.
"Bagaimana rasanya membaca buku yang sama untuk kesejuta kalinya?" Nada sarkasme terdapat pada kalimat Kageyama saat melihat Hinata menyelesaikan halaman terakhir buku itu untuk ke sekian kalinya.
Hinata tersenyum dan menggenggam erat sampul buku yang dingin. "Baik."
Kening Kageyama mengkerut, dia mengambil alih buku itu dan membolak-balikkan halamannya. "Apanya yang baik? Ending dan alur ceritanya tetap sama kan? Kau tidak bosan?"
"Tidak." Meski topik pembahasan ceritanya terbilang berat dan kelam, Hinata tetap menyukainya, karena pada dasarnya ia memang menyukai bacaan yang bertema gelap seperti itu. Membacanya berulang kali membuat Hinata bisa mengerti bagaimana perasaan karakter utama ini dengan lebih jelas.
"Ngomong-ngomong, maaf karena aku terlambat. Aku wajib menghadiri pesta yang orang rumah laksanakan."
"Pesta? Kau ulang tahun hari ini?" tebak Hinata dengan jitu, ia tersenyum saat melihat ekspresi terkejut Kageyama.
"Bagaimana kau tau?"
"Ada aroma manis kue dari tubuhmu." Meski samar-samar, Hinata masih bisa menciumnya, tampaknya fungsi hidungnya belum sepenuhnya hilang. "Maaf, aku tidak menyiapkan apa pun .... Aku bukannya sengaja! Aku baru tau sekarang jika hari ini—"
"Sst! Sstt!" Kageyama menempelkan telunjuknya ke bibirnya sendiri. "Sudah tidak apa, aku sudah menerima terlalu banyak hadiah. Kau tetap di sini malam ini saja sudah cukup."
Kalimat Kageyama mencerminkan ketakutan yang selalu membayanginya setiap saat. Pikiran tentang Hinata yang bisa pergi kapan saja secara tiba-tiba tidak bisa lepas darinya. Dia takut. Takut jika pria kecil itu tidak bernafas lagi keesokan harinya. Takut jika Shimizu, dokter, atau siapa pun itu memberitahu padanya jika Hinata tak lagi di sini.
Dia tau itu akan datang. Tapi sampai saat ini pun ia belum siap.
Saat dia khawatir, jeruk sialan ini malah sibuk membaca, mengulang dari halaman pertama bukunya. Di mana ekspresi kesakitannya? Apakah ekspresi datar itu adalah penggantinya?
Kageyama tersenyum melihat antusiasme pria kurus di depannya. Wajah itu menjadi sedikit lebih tirus dari minggu kemarin, kantung hitam tipis di bawah matanya pun menunjukkan jika tidurnya tidak berjalan baik.
Sunyinya malam hari membuat Hinata mau tidak mau terfokus pada sakit di dadanya, sehingga kualitas tidurnya ikut terganggu. Shimizu sempat menyarankan penggunaan obat tidur, tapi dokter mengatakan tidak, khawatir jika efek sampingnya akan meningkatkan detak jantung ke batas maksimal hingga itu bisa berhenti tiba-tiba.
Bahkan dengan dosis paling rendah sekalipun, Shirabu Kenjiro tidak ingin mengambil resiko, karena reaksi atau ketahanan jantung setiap orang terhadap obat selalu berbeda.
Karena kondisi Hinata yang tidak memungkinkannya untuk keluar, Kageyama berinisiatif untuk membawakannya satu atau dua hadiah Natal.
"Apa yang kau inginkan sebagai hadiah?"
Hinata terdiam. Selama ini dia tidak punya benda yang begitu sangat ia inginkan. Satu-satunya hal yang terpikirkan olehnya adalah buah bulat oranye manis itu.
"Jeruk. Bawakan saja jeruk sebagai hadiahnya."
Kageyama mengerutkan kening mendengarkan permintaan yang terlalu mudah itu. "Kau yakin? Tidak ingin yang lain? Aku bisa memberikanmu jeruk sekarang juga jika kau mau."
Ia berharap Hinata akan mengatakan sesuatu yang lain sebagai ganti jeruk, tapi nyatanya pria itu hanya menggeleng sebagai jawaban. "Tidak, belikan nanti saat Natal. Aku merindukan rasanya. Tolong bawakan saja jeruk yang biasanya."
Kageyama melirik keranjang buah yang sudah kosong sejak dua hari yang lalu. "Tentu, tapi katakan jika kau berubah pikiran."
Hening sesaat, suara alat pengukur jantung berbunyi pelan dan teratur, suara tetesan cairan infus bahkan bisa didengar. Kageyama menggaruk kecil punggung tangannya dan mendapati ruam merah ada di sana. Ia melirik ke arah jendela, salju sudah benar-benar menunjuk di kusennya, dan kacanya nyaris membeku.
Suara halaman dibalik. "Kageyama sekarang tujuh belas tahun kan?"
"Uhh ya, begitulah."
Hinata mengangkat pandangannya dari buku itu. Bibir tipisnya membentuk seringai jahil. "Aku menang."
"Hah?"
"Aku sudah tujuh belas tahun sejak bulan Juni kemarin, hehe ...."
Kageyama mendecih pelan. Padahal hanya masalah sepele. Tapi fakta bahwa Hinata ternyata sedikit lebih tua dibanding dia, agak membuatnya kesal.
"Kau kesal karena aku lebih tua?" tanya Hinata saat menangkap raut cemberut Kageyama. "Tenang saja, tidak apa-apa kan? Lagian dalam waktu dekat ini kau akan lebih tua dibanding aku." Dia kembali menatap kertas penuh cerita itu.
Kageyama mengerti. Lebih tua artinya usia Hinata yang terhenti dan ia yang terus bertambah.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕃𝕒𝕤𝕥 𝕎𝕚𝕟𝕥𝕖𝕣 | 𝕂𝕒𝕘𝕖ℍ𝕚𝕟𝕒
FanfictionSelain membenci musim dingin, Kageyama juga tidak pernah menyukai anak penyendiri itu. Pemuda berambut oranye yang seolah memiliki dunianya sendiri. Namun semakin Kageyama mencoba mengabaikannya, semakin kuat keinginannya untuk masuk dan menarik p...