︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵
𝕀 𝕛𝕦𝕤𝕥 𝕨𝕒𝕟𝕥 𝕥𝕠 𝕙𝕦𝕘 𝕪𝕠𝕦, 𝕒𝕟𝕕 𝕟𝕖𝕧𝕖𝕣 𝕝𝕖𝕥 𝕘𝕠.
︶꒦꒷♡꒷꒦︶
***
Sunyi.
Hanya terdengar detak jarum jam.
Tirai jendela yang ia biarkan terbuka menampilkan langit yang masih menjatuhkan butiran-butiran salju hingga saat ini. Halaman hijau yang Miwa rawat kini berubah menjadi putih seluruhnya.
Tidak terhitung sudah keberapa kalinya Kageyama menghela nafas kali ini. Sudah lewat tengah malam tapi ia masih tidak bisa terlelap. Sejak tadi Kageyama terus gelisah, mungkin itulah penyebab ia tak bisa tidur.
Jika bisa ia ingin berada lebih lama, bahkan menginap di sana. Sayangnya rumah sakit yang ditempati Hinata tidak memiliki kebijakan itu. Semua penjenguk harus pulang saat sudah lewat jam malam, dan bisa kembali esok hari sekitar pukul enam.
Tak tahan lagi, Kageyama meraih ponsel di atas nakas kemudian membuka aplikasi hijau yang ada di sana.
Kageyama berhenti sejenak, membaca pesan itu berulang kali. Kemarin saat ia menelusuri tentang fibrosis paru di internet, ia sempat membaca tentang penyakit degeneratif yang membuat penderitanya mengalami gejala insomnia.
.
.
.
Cukup lama Hinata menunggu balasan Kageyama. Saat ia mengira pria itu tak akan merespon lagi, satu pesan kembali masuk, menggagalkan aksi Hinata untuk meletakkan ponselnya.
Hinata tersenyum, lalu kali ini benar-benar mematikan layar ponsel dan meletakkan ke meja. Ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh, memejamkan mata dengan senyum yang masih terukir.
***
"Jika kamu bisa bertukar tempat dengan seseorang selama sehari, siapa yang akan kamu pilih dan mengapa?"
Akhirnya Kageyama dapat mendatangi Hinata lagi pagi ini. Keranjang jeruk yang masih baru ada di sana, di samping keranjang lama yang buahnya masih tersisa tiga biji.
Kata Shimizu nafsu makan Hinata belakangan ini sedikit meningkat, tapi tidak dengan berat badannya. Kageyama tak tau dia harus mengganggap itu berita baik atau buruk.
Hinata mengunyah pelan potongan jeruk yang baru dikupas Kageyama sembari berpikir. "Aku tidak ingin bertukar dengan siapa pun."
"Tidak?"
"Bertukar artinya menempatkan mereka di posisiku kan? Aku tidak ingin itu."
"Kenapa kau sangat baik?" Kageyama menggumam. "Baiklah, kita ubah pertanyaannya. Itu bukan 'bertukar', tapi 'menjadi'. Kau ingin menjadi siapa jika diberi kesempatan?"
Hinata menggeleng. "Aku tidak ingin jadi siapa pun, aku suka diriku apa adanya." Dia tersenyum lagi. "Lagipula siapa yang akan memberi kesempatan itu?"
Kageyama mendengus. Sekarang dia merasa Hinata agak menyebalkan entah kenapa.
"Kau hanya mengunyah jeruk setiap hari, hati-hati kulitmu akan berubah warna menjadi oranye seperti rambutmu itu," ujar Kageyama dengan nada bercanda pada kalimatnya.
"Biarkan saja, aku mau jadi jeruk, yang bulat, manis dan segar."
"Kenapa tiba-tiba?"
"Aku baru saja melihat meme Kamado Tangerine," ujar Hinata nyaris tak terdengar.
"Hah?"
"Lupakan."
Kageyama terdiam sejenak, mengulum bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. "Apakah itu bahkan pernah manis saat kau memakannya?" gumamnya yang masih dapat didengar samar-samar oleh Hinata.
"Tentu saja!" Hinata mengacungkan ibu jarinya dengan mata berkilat bangga. "Tapi hanya sebentar!"
Kageyama tidak mengerti kenapa dia harus begitu semangat menyebutkannya.
To Be Continued
a/n:
meme Kamado Tangerine. ☺️🍊
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕃𝕒𝕤𝕥 𝕎𝕚𝕟𝕥𝕖𝕣 | 𝕂𝕒𝕘𝕖ℍ𝕚𝕟𝕒
Fiksi PenggemarSelain membenci musim dingin, Kageyama juga tidak pernah menyukai anak penyendiri itu. Pemuda berambut oranye yang seolah memiliki dunianya sendiri. Namun semakin Kageyama mencoba mengabaikannya, semakin kuat keinginannya untuk masuk dan menarik p...