GIDARA - 06

615 40 2
                                    

Setelah acara pelukan dengan tangis haru, Adara pun memasuki kamarnya. Zain pun demikian ia menghabiskan waktu nya disana sambil menatap foto mendiang sang istri. Meraba foto wanita cantik yang tengah tersenyum lebar sambil merangkul putri kesayangannya. Adara.

"Lihatlah Azura, putri kita sudah dewasa. Dia bahkan mirip sepertimu. Lima tahun sudah berlalu namun rasanya aku masih tidak percaya jika kau pergi dengan begitu cepat. Ini salahku yang tidak bisa menyembuhkan mu dan kembali bersama kita lagi." lirih Zain dengan nada gemetarnya.

Sebagai seorang suami tentu saja ditinggalkan seorang istri bukan perkara yang mudah, Zain benar-benar kehilangan arah. Ia tidak sanggup hidup sendiri, jika bisa meminta nya ia ingin mengganti kan rasa sakit istri nya. Karna menurutnya, ditinggalkan istri lebih menyakitkan jika dibanding ia yang meniggalkan dunia. Istrinya masih bisa mencari suami sedangkan Zain tidak akan pernah mencari pengganti jika bukan istrinya.

Ia memang terlihat tegar selama ini. Tapi percayalah, setiap kali menatap foto tersebut Zain menjadi dirinya sendiri yang tidak bisa menerima kenyataan ini, ia benar-benar gila. Tapi ia harus tetap kuat didepan putrinya, karna bagaimana pun sekarang Adara hanya memiliki dirinya.

"Tolong jaga putriku dari atas sana Azura, tunggu aku sampai waktu itu tiba." batinnya menangis.

"Aku tidak akan pergi sebelum melihat putri kita bahagia." sambungnya dalam hati sembari mencium foto istri nya penuh kasih.

Zain menaruh foto tersebut diatas nakas dan membaringkan tubuhnya sambil menutup mata ia ingin mengejar mimpi dan bertemu istrinya. Dia hanya bisa berharap selama ia tidur bisa bersama dengan istri nya, walau Zain tau semua hanya rekayasa dan kebersamaan nya dengan mendiang istri juga hanya ilusi. Akan tetapi Zain selalu berharap Azura masih hidup walau dunia mimpi.

Malam pun tiba. Adara tengah berada di kamar mandi membersihkan diri, ia keluar hanya menggunakan baju kimono tanpa mengetahui jika seseorang tengah berada disana beberapa saat lalu.

"Berani pakek kimono di depan laki-laki?"

Suara berat dengan nada yang terkesan dingin itu tengah menatap Adara yang terkejut sampai mundur beberapa langkah.

"I-iban! L-lo ngapain disini?" tanya Adara panik dan menutup dada Adara dengan tatapan was-was.

"Why? Terserah gue mau apa, lagipula-"

Gibran berdiri dari duduknya kemudian perlahan melangkah mendekat kearah Adara yang terlihat waspada dengan tatapan tajam seolah siap menendang aset berharga milik Gibran.

Wajah Gibran perlahan mendekat dan berbisik lirih namun terkesan seksi.

"Cuma gue yang boleh geliat penampilan lo,Ara." tersenyum smirk dengan tatapan genit.

Adara melotot tajam bersiap ingin menendang sesuatu namun Gibran yang peka langsung mencegahnya.

"Kalo lo tendang aset guee berarti lo siap tanggung jawab karna bikin adik gue kesakitan." ancamnya dengan serius.

Mendengus malas dan mendorong Gibran agak jauh karna bagaimana pun ia juga tidak ingin ambil resiko memilih mengabaikan keberadaan Gibran ia pun mengambil baju ganti.

"Lo mau kemana?" tanya Gibran polos.

"Ganti baju."

Adara dengan pikiran liciknya ia mendekat kearah Gibran menatapnya genit dengan tatapan genit.

"Oh atau lo mau gue ganti disini?" Menatap Gibran dengan suara yang dibuat seksi.

Meneguk ludahnya susah payah shit!

"Gue mau ganti baju di kamar mandi." ketusnya yang langsung ngacir menuju kamar mandi menghiraukan raut wajah Gibran yang memerah.

Adara terkekeh pelan karna berhasil mengerjai kekasihnya, siapa suruh Gibran memulai bahkan Adara bisa membalikkan keadaan. Lihat saja Gibran disana menggeram kesal sekaligus malu karna tingkah kekasihnya.

VERSI GIDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang