Sudah sekitar empat minggu ini Widari diberikan pelatihan untuk melayani para londo, dan malam ini ia yang bertugas menghibur mereka dengan tarian yang telah dia pelajari.
Perasaan resah menyelimuti dirinya yang bahkan tak memiliki pengalaman apapun bersama seorang pria di atas ranjang.
Mengerti keresahan yang dialami oleh Widari, Sekar dan Kusuma mendekat menghibur gadis sekamarnya itu.
"Mau keluar?" tawar Sekar tersenyum.
Widari mengerjap bingung, menatap Kusuma yang juga memberikan anggukan. "Ayo keluar! Kita jernihkan pikiran"
"Memang boleh?" ragu Widari bertanya, karena selama ini dirinya tak pernah keluar dari tempat ini.
"Tentu saja! Memang siapa yang tak memperbolehkan? Para gadis yang bagian memasak sering keluar. Gadis-gadis lain juga sering keluar," saut Sekar.
Meski awalnya ragu, pada akhirnya Widari mengangguk menyetujui usulan teman-temannya itu.
___"Apakah kalian nanti akan pergi ke rumah hiburan?"
"Tentu saja! Nanti malam adalah jadwal gadis baru yang menari. Jika aku diberi keberungtungan, mungkin saja bisa mendahului kalian untuk mencobanya"
Pembicaraan dengan bahasa Belanda itu terdengar sampai ke telinga seorang pria dengan pangkat paling tinggi diantara mereka.
Sudah biasa telinganya mendengarkan para tentara yang membicarakan rumah hiburan dengan segala kegiatannya, jadi sebenarnya dia tak begitu peduli.
"Kau tak ingin ikut malam ini Lart?" tanya Koen yang merupakan bawahan sekaligus sahabatnya di tempat ini.
Pria bernama Lart pemilik rahang tegas dan bibir tebal itu memberikan gelengan tak minat.
"Kenapa? Kau tidak perlu tidur. Tidak semua orang yang mengunjungi tempat itu pasti akan tidur dengan perempuan pribumi. Kita bisa hanya sekedar bersenang-senang," bujuk Koen masih mencoba mengajak temannya agar bergabung bersama mereka malam ini.
Mata tajamnya, dengan lingkaran tengah berwarna hijau itu akan terlihat menakutkan ketika sebuah objek tertangkap oleh penglihatannya. Kini justru melirik ke samping menatap Koen, lalu mendesis pelan dengan senyuman mengejek. "Kau sendiri bahkan tak pernah ke sana"
Koen menggaruk tengkuknya, dia tak bisa mengelak. Tapi malam ini ia ingin ke sana karena harus memastikan sesuatu.
"Malam ini aku ingin ke sana," ungkapnya.
"Kenapa? Apa karena gadis yang kau suka berada di sana?"
Tak ada balasan. Itu artinya tebakan Lart tepat sasaran.
"Aku belum mengetahuinya pasti, tapi dugaanku seperti itu. Makanya aku harus memastikannya langsung bukan?" pelan Koen pada akhirnya berkata jujur.
Lart mendengus tak minat, tatapannya kini teralihkan pada tiga gadis pribumi yang begitu mencolok dengan kebaya indahnya yang terlihat lebih mewah dibanding kebaya gadis lain. Apalagi penampilan mereka menunjukkan dari kaum bangsawan atau terpandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUN𝖦A PRIBUΜI |ᴅɪғғᴇʀᴇɴᴛ ʙʟᴏᴏᴅ|
Ficción históricaPelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...