iii › Semestaraya

204 20 11
                                    

"Lho, pada ngapain dateng ke sini pagi-pagi? Gak sekolah?"

"Bang, bisa bantu kita?"

"Bukannya gue udah kasih nomor baru adek gue ya? Apa itu gak cukup?" Tanya pemuda berusia dua puluh dua tahun, selaku si pemilik rumah, "Lo juga curi nomor rumah Jakarta gue!" Seru pemuda itu sembari menunjuk pemuda lain yang lebih mudaㅡMembuat yang lebih muda tersenyum tanpa rasa malu atas segala hal yang sudah ia lakukan hanya untuk menjelaskan sesuatu.

"Jelasin ke gue, ntar gue jelasin ke adek gue." Pinta pemuda dua puluh dua tahun itu yang tidak lain dan tidak bukan Hallan HaseanㅡKakak kedua Ranum yang sedang menempuh perguruan tinggi di Jogja.

Terlihat kedua remaja delapan belas tahun itu saling tukar pandang hingga salah satu dari mereka berani menjelaskan.

"Ranum salah paham."

Alis Hallan menaut atas ucapan pemuda yang lebih muda itu, "Lo berdua selingkuh di belakang Ranum kan?" Telak Hallan membuat kedua pemuda itu speechles atas tuduhannya.

semestaraya

"Kalian berdua," Sarga menjeda kalimatnya sembari menatap kedua putranya yang sedang sarapan, "Berangkat satu mobil." Lanjutnya membuat kedua putranya saling tukar pandang.

Itu perintah gila Menurut Semesta.

Ilene dan Adipati Kalan tidak bisa mengatakan apapunㅡWalaupun Kalan juga kerap memanjakan keponakannya itu, tetap saja ia tidak bisa berbuat apapun untuk kondisi saat ini, sedangkan Ilene memang tidak bisa melakukan apapun.

Sudah sejak satu tahun terakhir ini Ilene menyadari perang dingin yang dibentangkan Elhan kepada Semesta, akan tetapi Ilene sendiri melihat Semesta berlagak seperti biasa saja dengan dinginnya Elhan.

Kedua pemuda seusia itu tidak bisa berkutik selain segera pergi dari ruang makan, kepergian kedua putra itu disusul Ilene yang beralasan ingin ke Butiknya dan tentu saja Sarga mengijinkannya walau ia tahu jika Istri keduanya itu akan memberikan kelonggaran pada Semesta dan Elhan.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Kalan tidak habis pikir dengan ucapan Sarga.

"Diamlah, aku hanya ingin membuat kedua anak itu dekat lagi." Lantas membuat Kalan menautkan alis tak mengerti sebab adiknya itu selalu melontarkan kalimat berat, "Sebab aku dan Ilene menyadari perubahan pada Elhan dan Semesta, seperti tidak saat pertama bertemuㅡsangat akur." Tambah Sarga.

Kalan meletakan sendoknya. "Bodoh, pertama aku melihat ElhanㅡAnak itu memang tidak ada yang berubah dan masih pendiam, yang berubah hanyalah Semesta yang semakin hari semakin bungkam, kamu tidak sadar itu kan?"

"kamu yang bodoh, seandainya kamu tidak menceritakan apa yang terjadi mungkin aku dan putra kandungku bisa lebih dekat." Sinis Sarga.

Kalan tersenyum senang, setidaknya adiknya tidak sebenci sebelum Semesta lahir. "Memangnya sampai kapan kamu akan menyembunyikan fakta lama itu? Percuma kamu sangat dekat dengan Semesta jika tidak segera memberitahu fakta dari mulutmu dan Semesta justru mendengarnya dari orang lain, betapa kecewanya Semesta nanti padamu." Cercanya.

"Ya, kamu sudah melakukannya, Kalan." Tekan Sarga, "Dan disaat umur tiga belas tahun pun dia sudah membenciku."

"Kamu terlalu gengsian, lagipula aku jengah mendengar Semesta selalu bertanya di mana Ibunya? Memangnya aku harus apa selain menceritakan itu?" Balas Rehan tidak kalah sinis, "Lagipula kamu juga salah dengan membiarkan Semesta tumbuh di bawah perhatian para pengasuh tanpa pernah sedikit pun memperhatikan perkembangan Semesta." Kalan menghela nafas kasar, "Tahu begitu akan lebih baik jika Semesta dirawat Kakek dan Neneknya." Saat ini rasanya ia sangat ingin sekali mencaci adiknya itu.

SemestarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang