Karena tangannya yang terluka, pekerjaan Zhuocheng di kantor cukup terganggu. Ia sudah berusaha memegang pena dengan benar, tapi rasa sakit di tangannya membuatnya hanya bisa menggores sedikit tinta di atas kertas.
Zhuocheng melempar penanya kesal di atas meja. Tangan yang terluka adalah tangan dominannya. Andai saja ia melukai tangan kiri, alih-alih tangan kanannya.
Zhuocheng melihat kertas di hadapannya dan menghela napas. Ketika akan mengambil pena untuk mencoba menulis lagi, seseorang datang lebih dulu mengambil benda itu.
“Mau nulis apa sini gue tolongin.”
Zhuocheng tidak perlu menoleh untuk memastikan siapa yang datang. Ia menarik kertasnya yang sudah berada di tangan Yubin. Namun, Yubin juga menarik kertas itu dari Zhuocheng yang membuat keduanya seperti anak kecil yang saling berebut mainan.
“Aku bisa sendiri.”
“Selalu aja jawab gini kalo ditolongin.”
Yubin menarik kertas itu dalam sekali tarikan hingga berhasil lepas sepenuhnya dari Zhuocheng. Sudah dua hari Zhuocheng mendiamkannya di kantor. Pria itu tidak pernah lagi menyapanya duluan. Saat jam makan siang pun keduanya duduk berjauhan.
Yubin tahu jika sahabatnya itu mengalami kesulitan karena luka yang didapatnya di tangan kanan. Namun, Zhuocheng tidak pernah meminta rekan lain untuk membantunya. Pria itu justru menambah kesulitan sendiri dengan menawarkan bantuan pada temannya, padahal ia yang lebih membutuhkan bantuan.
Yubin sudah hafal perangai Zhuocheng yang satu itu. Tidak jarang ia kesal sendiri karena merasa Zhuocheng tidak pernah menganggapnya sebagai teman yang bisa memberikan bantuan padanya. Selalu saja berlagak bisa menyelesaikan semuanya sendirian.
“Udah sini apa yang mau lo tulis.” Yubin menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan Zhuocheng.
Yubin menaruh kertas beserta pena di atas meja. Mengira Zhuocheng akan merebut penanya dan tidak mengizinkan dirinya membantu, ia mengambil kembali benda itu dan menjauhkannya dari Zhuocheng.
Zhuocheng diam tak menjawab. Kedua tangannya berada di bawah. Lalu, tanpa berkata apa-apa, ia beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan Yubin.
Berganti Yubin yang melempar pena kesal ke atas meja. Hampir saja kelepasan berteriak saking kesalnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menengadah.
*****
“Gue cariin sampe muter-muter Jakarta-Bogor taunya ada di sini.”
Setelah mencari-cari Zhuocheng di dalam kantor, Yubin akhirnya berhasil menemukan pria itu di taman kantor yang terletak di samping gedung.
Taman itu tidak sering didatangi karyawan kantor. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kantor, bahkan pada saat jam makan siang. Namun, saat ini yang ada di sana bukan hanya Zhuocheng, melainkan juga ada beberapa anak magang yang memakai pakaian hitam putihnya.
Zhuocheng memutuskan untuk kembali menghindari pria yang mencarinya sampai ke tempat ini. Ia berbalik badan dan melewati tubuh Yubin begitu saja. Ketika tinggal beberapa langkah lagi kakinya mencapai pintu masuk, Yubin menarik tangannya.
Zhuocheng mengumpat dalam hati. Jika sudah seperti ini, mau tak mau ia harus berbalik melihat Yubin dan berbicara dengannya.
“Lo kenapa deh dua hari ini kayaknya ngejauhin gue banget?” tanya Yubin kesal.
Zhuocheng tidak menjawab. Ia justru mengangkat tangannya di depan wajah Yubin dan berkata sinis, “Lepasin.”
Yubin langsung melepas genggamannya melihat ekspresi Zhuocheng. Ekspresi itu baru dilihatnya ada di wajah Zhuocheng. Seperti bukan Zhuocheng yang dulunya selalu tertawa dan tersenyum ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Nikah?!! (KuanCheng)
FanfictionKetemu baru sekali, tatap muka baru sekali, tiba-tiba udah nikah aja?!! Zaman sekarang ternyata masih ada aja ya 'jodoh-jodohan' antar keluarga orang kaya ini. Haikuan sama Zhuocheng yang ga tau apa-apa jelas kaget dong. "Terus abis nikah nanti gim...