Curug

15.4K 219 25
                                    

Bagi Andy yang sudah terbiasa menjelajah alam terbuka, proses kelahiran anaknya pun tak akan jauh dari kegemaran tersebut.

Tripod sudah berada di dalam ransel yang dibawa oleh Arif. Ia dengan berhati-hati meniti jalan setapak, mengikuti langkah Andy yang berjalan lebih dahulu. “Ndy, isih adoh, tah? (Ndy, masih jauhkah?)”

“Sabar, Mas,” jawab Andy. Ia menatap ke atas, melihat pepohonan yang tertiup angin sebelum kemudian melihat layar ponselnya dan berkata, “Isih jam wolu. Mengko yo isih adem. (Masih pukul 8. Nanti juga masih sejuk.)” Ia lalu berjalan lagi sembari memegangi perutnya yang besar. “Coba take video ning kene, Mas. (Coba ambil video di sini, Mas.)” Andy menyerahkan ponselnya pada Arif yang langsung diterima oleh Arif tanpa banyak bertanya.

Arif membuka kamera di ponsel Andy, lantas mengarahkan kamera gawai tersebut ke arah “Video portrait opo (apa) landscape?” Ia mengatur-atur posisi ponsel itu, masih sambil mengikuti Andy yang sudah kembali berjalan.

“Landscape wae, Mas, nggo ning YouTube. (Landscape saja, Mas, untuk di YouTube.)” Sebagai seorang pembuat konten, Andy gemar mengeksplorasi keindahan alam di daerah tempat tinggalnya, bahkan ketika sedang hamil besar seperti saat ini. Ia kini terus berjalan, mengetahui betul Arif akan merekam video sebanyak dan selama mungkin agar tidak ada momen yang terlewatkan. Itu pun akan memudahkan Andy sendiri ketika ia mengedit video nantinya. 

Sudah sekitar sepuluh menit keduanya berjalan. Suara aliran air sungai mulai tertangkap oleh indra pendengaran mereka.

Andy berhenti sejenak, berbalik badan untuk menghadap kamera. “Ini sudah mulai terdengar suara air sungainya, ya, Guys.” Ia mengusap perutnya sendiri, lalu refleks tertunduk saat perutnya terasa kencang. Tangannya yang berada di bagian bawah perut meremas pelan kaus yang sedang ia kenakan. “Perut Andy kerasa sedikit kenceng-kenceng. Mungkin dedeknya sudah nggak sabar, Guys.” Ia terkekeh.

Sementara itu, Arif yang sedang merekam video sedikit khawatir melihat keadaan Andy. “Lungguho sedhela, Ndy, (Duduklah sebentar, Ndy,)” katanya dengan dagu yang diarahkan ke sebuah batu besar, tak jauh dari jalan setapak yang mereka lalui.

Memahami kekhawatiran Arif, Andy pun duduk di batu tersebut dengan kaki yang dibuka lebar-lebar karena perut besarnya yang sudah tampak menggantung di bagian bawah membutuhkan ruang lebih.

Arif mulai mengeluarkan tripod, tetapi dicegah oleh Andy.

“Ojo (jangan), Mas. Cuma sebentar ini duduknya.”

“Wis, gak opo. Ben akeh footage-e mengko. (Sudah, enggak apa-apa. Biar banyak rekamannya nanti.)” Arif pun memasang ponsel Andy di tripod, lalu mengatur sudut yang tepat untuk mengambil video sebelum duduk di samping Andy. “Mas kepengin ngusapi wetengmu (Mas ingin mengusapi perutmu), Ndy.” Walau Andy belum menjawabnya, Arif langsung mengusap perut besar Andy. Senyum muncul di wajah Arif, mengekspos gigi taringnya yang gingsul ke depan. “Piye nek mengko Andy lahiran ning kene? (Bagaimana kalau nanti Andy melahirkan di sini?)”

“Ya, Mas Arif kene wae kancani Andy. (Ya, Mas Arif di sini saja temani Andy.)” Andy tertawa kecil sambil menoleh untuk bertatapan dengan Arif. Ia menikmati udara sejuk di sekitar, tangannya menggenggam milik Arif di atas perutnya sendiri. Andy mengernyit untuk sesaat. “Mas,” panggilnya.

“Nggih (iya), Ndy?”

“Wetengku senep, Mas. (Perutku mulas/tidak nyaman, Mas.)” Andy mengusap perutnya dengan gerakan memutar.

Arif yang sedikit khawatir pun kembali turut mengusap perut besar kekasihnya itu. “Senep piye, Ndy? Kepengin ngising, tah? (Mulas bagaimana, Ndy? Apa ingin buang air besar?)” tanyanya, memastikan keadaan Andy.

Mpreg Birth StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang