CHAPTER IX: Sisi lain

1.3K 114 17
                                    

Setelah kericuhan yang terjadi 3 minggu lalu, akhirnya hari ini Lili di bolehkan untuk pulang. Oh, mengenai konsultasi Lili ke psikolog, baik Rion maupun Caine gagal meyakinkan Lili untuk pergi. Pernah sekali mereka mencoba meyakinkan Lili, tapi hasilnya Lili malah menangis histeris. Tidak mau pergi, karena Lili beranggapan bahwa dia tidak gila.

Lili menatap jalanan dengan penuh antusias. Ia sangat rindu rumah, apalagi masakan mami nya. Kalian bayangkan saja 3 minggu penuh dia di rumah sakit dengan makanan yang, astaga demi apapun itu sangat hambar. Lili berani bertaruh siapapun tidak akan ada yang suka dengan makanan itu!

Sesampainya di rumah, ia memandangi halaman rumah ini dari atas kursi rodanya. Dengan di dorong oleh sang papi, Lili akhirnya memasuki rumah. Di ruang tengah terlihat seluruh saudaranya sedang berkumpul, mereka menyambut Lili dengan kekeributan.

"WELCOME LILIIII!! AAAAA MAMII TOLONG KROW MAU MUKUL ECHII! "

"SINI LO CHI, GUE SEKARAT ANJING!!"

"Gin, gin. Kamu pernah ga merasa sibuk tapi lagi ga ngapa-ngapain?" Tanya Key.

"Sering itu mah, mang ngapa sih?" Tanya Gin heran.

"Itu sebenernya wajar tau. Soalnya darah di tubuh kita mengandung banyak zat busy... " Kata Key dengan wajah watados nya. Gin diam sejenak, setelahnya mengeluarkan pisau dari sakunya.

"ANJING GUE BERCANDA COK!! ISTIGHFAR LO GIN! " Key berlari menjauhi Gin, malas mengejar akhirnya Gin menyimpan kembali pisau yang ia keluarkan tadi.

"Parah banget Garin, star syndrome banget. Di telpon ga di jawab njirr!" Kata jaki.

"How can i answer ur call, when my phone was lost man! dem, salah mulu gue..." Garin akhirnya pundung duduk di pojok ruangan.

"Miaaa, Souta mau tuker es krim!! Souta mau es krim coklat!!"

"Gamauuu, kan papi ngasih kamu itu. Mia juga mau yang coklat Souta!!"

Lili tersenyum melihatnya, yah walaupun berisik inilah yang Lili rindukan. Berbeda dengan Lili, Rion memijat pelipisnya. Pusing, itu yang ia rasakan apalagi setelah mendengar kericuhan di ruang tengah rasanya ingin mencopot kepalanya saja.

"Yon, kamu okay?" Caine bertanya khawatir. Bagaimana tidak, bibir kepala keluarga itu sekarang terlihat sangat pucat. Seolah tidak ada darah yang mengalir ke sana.

"I'm okay honey, kayaknya cuma kecapekan. Aku istirahat di kamar ya, pusing banget ini... " Kata Rion sambil mengelus rambut Caine. Caine hanya mengangguk menanggapi perkataan Rion.

Setelah Rion naik ke lantai atas, Caine membawa Lili ke ruang tengah. "Lili, nanti tidurnya di kamar tamu bawah dulu ya, kalo di atas susah nanti bingung turunnya." Kata Caine sembari memposisikan kursi roda Lili. "Iya mamii... "

"Ihh lo tidur di bawah?! Gue mau sama lo njir!! nanti gue tidur sama Lo yaaa?"

"Iya ih, jangan ngegas atuh. Bisa budeg kuping gue." Echi terkekeh mendengar protes yang Lili layangkan padanya. Caine tersenyum melihat interaksi dua anak gadisnya itu.

"Ini mami tinggal dulu gapapa ya? Rion kayaknya demam itu, pucet banget." Lili hanya mengangguk patuh. "Key, mami minta tolong jagain Lili ya?" Pinta Caine pada Key yang tentu saja di sanggupi oleh si surai biru itu.

"Li, gue ikut juga ya!! Tidur sama lo sama Echi bertiga kayak biasa, ya ya??" Ini Aenon yang bertanya. Lili hanya menghela nafas.

"Iyaa elahhh. Nempel bet nempel nih tidur kita." Gagal sudah rencana Lili untuk menguasai kasur king size itu. Yasudahlah mungkin mereka rindu.

•••

Caine sekarang berada di depan kamar miliknya dan Rion. Sambil membawa sebaskom air hangat untuk mengkompres sang suami.

Family(?)||RionCaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang