CHAPTER VIII: Traumatized

1.2K 104 18
                                    

Rion menyesap rokok di tangannya dengan tenang. Tangannya yang berlumuran darah tidak ia hiraukan, ia tetap menikmati rokoknya seolah tidak terjadi apapun. Di tatapnya Aenon yang masih memainkan-memotong-mayat lelaki di kursi.

"Udah puas belom non maininnya? Mau papi bakar abis ini."

"Buru-buru amat sih pi, biasanya juga Aenon yang ngurus beginian. Sabar dulu, abisin dulu tu rokok. Santai aja~" Aenon masik sibuk memotong mayat itu. Ada kesenangan tersendiri bagi Aenon, sudah lama sekali pisaunya ini tidak memakan korban.

Rion berjongkok di sebelah Aenon, menatap rendah tubuh yang termutilasi itu. "Kalo udah, bakar jangan lupa. Kayak biasanya ya non. Papi ke atas dulu mau bersih-bersih." Rion menempelkan puntung rokoknya pada jasad David.

"Kamu juga jangan lupa bersih-bersih, kita mau jenguk Lili, inget. " Lanjut Rion, ia kemudian beranjak dari tempat itu.

"Aman aja~" Pandangan Aenon tidak beralih sedikitpun saat mengatakannya.

Keluar dari ruangan Rion di sambut dengan anak-anaknya yang berbaris rapi ditepi pintu. "Pada kenapa? nungguin apa? " Tanya Rion heran.

"Nunggu papi lah! siapa lagi?!" Kata Mia ngegas. Rion tersenyum ia hendak mengelus rambut putrinya itu namun niatnya itu dia urungkan. Mengingat tangannya masih berlumuran darah, takut rambut putih anaknya terkena noda merah dari tangannya itu.

"Tuh orang diapain sih pi? kenceng amat teriaknya... " Mako bertanya.

"Papi cuma lakuin apa yang dia lakuin ke Lili, cuma yah berkali-kali lipat lebih sadis. Kayak yang papi kasih tahu, siapapun yang nyakitin keluarga ini akan di balas berkali-kali lipat. "

"Mungkin kalo ini juga terjadi ke kalian-papi harap sih ga ada lagi-hal yang sama akan papi lakuin ke penculik kalian itu. " Rion menjelaskan, sementara anak-anaknya hanya mengangguk mengerti.

"Ini udah siap semua?" tanya Rion.

"Udah beh, tinggal nunggu babe sama Aenon aja." Riji menjelaskan. Baru saja di bicarakan orang bernama Aenon muncul dari balik pintu.

"Panjang umur lo non, baru juga di omongin udah dateng." Echi asala ceplos. Aenon hanya memasang ekspresi tidak mengerti.

"Mayatnya gimana non? mau di bakar kapan?"

"Tar malem aja lah, masih sore ini. Orang-orang masih banyak di jalanan, ntar ketauan ribet urusan sama polisi."

"Atur dah, mau lo bakar mau lo buang ke laut silahkan. Asal lo ga lupa aja, papi ga mau mayatnya membusuk disini."

"Amann~~" Balas Aenon santai. "Yaudah sono mandi dah, merah semua itu. Yang lain panasin mobil dulu sambil nunggu papi sama Aenon." Rion menginterupsi.

"Oke pii!!"

"Syap laksanakan babe!"

•••

"LILIIIIIIIII!!!" Baru saja sampai Echi sudah berteriak heboh sambil berlari ke arah Lili. Tanpa basa-basi memeluk erat tubuh Lili. Untung saja ruang inap Lili privat, tidak di gabung dengan pasien lain.

"ECHIIIIII PACARKUUU, CINTAKUUU, DUNIAKUUU. Lo kangen yah sama gue?? Erat banget meluknya." Lili mengelus lembut punggung Echi.

"Kak Lili!! Mia kangennn!! Huhuu, sedih liat kak Lili beginii. Get well soon kak Lii!" Mia ikut memeluk Lili.

"Makasih Mia sayangg, Mia udah jenguk kakak pasti Kak Lii sembuh kok. Jangan khawatir yaa.. " Lili membalas pelukan dari Mia.

"Li gimana kabarnya?? Oke ga? ada yang masih sakit?" Selia menyapa senyuman sendu terukir di wajahnya, ia mengulurkan tangan mengelus pucuk rambut Lili.

Family(?)||RionCaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang