CHAPTER XIV: The difference

592 71 14
                                    

Rion lagi-lagi bangun sangat pagi hari ini. Ia menatap langit yang masih gelap dari balkon kamarnya. Matahari belum menunjukkan dirinya.

Dengan di temani sebatang rokok yang menggantung di tangannya. Rion asyik berkelana dalam pikirannya sendiri. Kamarnya terlihat berantakan, banyak berkas miliknya tersebar tak karuan.

Semenjak Caine pergi, kamar menjadi tempat favoritnya. Rion bisa berbelas-belas jam hanya duduk di dalam kamar sambil memutar kembali semua kenangannya bersama Caine yang ada di otaknya.

Sesekali ia tersenyum mengingat begitu manisnya wajah Caine saat tersenyum kepadanya.

"Caine... " Hanya satu kata itu yang terus terucap dari bibir Rion. Hidupnya terasa tidak karuan tanpa Caine di sisinya.

"Papi tau Lili marah... Tapi tolong jangan lama-lama. Papi butuh mami, Li. Kembaliin mami ke papi..." Lirih Rion, ia mengusap wajahnya frustasi. Air mata yang di tahannya lepas begitu saja setelah mengatakan itu.

Caine itu separuh jiwa, nafas, bahkan dunia Rion. Tanpa Caine, Rion hanyalah raga yang kosong tanpa jiwanya. Ia butuh Caine, Rion ingin Caine kembali ke pelukannya.

Rion terlalu tenggelam dalam pikirannya. Ia tak sadar matahari sudah muncul. Siap menyinari dunia yang terkadang sangat suram ini.

"Kak Key, Papi masih marah ya sama kita?" Mia bertanya pada Key. Ia sekarang sedang sarapan yang di buat Key bersama Souta. Hari ini mereka berdua masuk sekolah, setelah libur panjang.

"Aku ga tau Mia, Kita juga udah jarang komunikasi sama bapak kan..." Key menuangkan susu pada dua gelas di depannya.

"Bapak diem mulu, Aku ga berani mulai duluan buat nyapa bapak." Lanjut Key. Setelahnya keadaan menjadi hening.

Key memberikan dia gelas susu pada Mia dan Souta, "Lanjutin sarapannya, Aku bangunin Gin dulu buat sarapan." Mia dan Souta mengangguk, mereka melanjutkan sarapannya dengan tenang.

Heningnya sarapan pagi ini hilang tiba-tiba karena Rion masuk ke ruang makan. Ia berniat membuat segelas kopi untuk dirinya. Mia dan Souta melirik satu sama lain, saling mengisyaratkan untuk menyapa papi mereka pagi ini.

Setelah helaan panjang Mia, akhirnya ia yang membuka suara. "Pagi papii." Mia tersenyum saat mengatakannya, berharap Rion membalas sapaannya hari ini. Bukannya menjawab, Rion hanya melirik sekilas ke dua bocah di ruangan itu. Setelahnya ia kembali ke kamarnya dengan secangkir kopi di tangannya.

Souta menatap Mia khawatir, Mia mendadak diam setelah mendapat perlakuan seperti itu dari Rion. Senyumannya yang mengembang mendadak luntur, tatapan matanya semakin redup.

"Mia gapapa?" Souta mengelus pundak Mia. Ia tahu Mia tidak baik-baik saja.

"I'm okay, sou. Kamu udah selesai sarapannya? langsung berangkat yuk." Mia membalas, ia berusaha tersenyum kembali. "Udah di tunggu kak riji di luar." lanjutnya.

•••

Pintu ruang kerja Rion di tendang dengan keras. Tentu yang punya menatap dengan tajam orang yang masuk dengan tidak sopan itu. Bukannya takut, orang itu malah menarik kerah Rion dengan kasar.

"LO APAIN MIA JING? SADAR GA APA YANG LO PERBUAT KE DIA?" teriak Riji pada Rion. Rion mendorong bahu Riji, cukup kencang sehingga dapat membuat Riji melepaskan cengkramannya.

"Diem ji, berisik. Jangan ganggu gue." Rion kembali duduk di kursinya, menatap kembali layar monitor di depannya.

"Jangan ajarin gue gimana harusnya gue bersikap ke anak-anak durhaka kayak kalian. Renungin kesalahan lo dan saudara-saudara lo itu." lanjutnya.

Family(?)||RionCaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang