Azlian Aditya Sadewa.
Jika ditanya seputar orang yang memiliki nama tersebut, maka aku bilang bahwa aku tidak tahu apa-apa selain nama lengkapnya, umurnya, pekerjaannya, dan domisilinya. Aku tidak tahu dia orang yang seperti apa, bagaimana raut wajahnya ketika marah, atau bagaimana ketika dia sedang menyukai seseorang. Maka dari itu, aku berani bilang bahwa kami tidak seakrab itu untuk dia memberikan hadiah tanpa alasan kepadaku. Jika hal itu dilakukan oleh teman dekatku, aku mungkin akan tetap bertanya mengapa dia memberikan itu kepadaku. Namun, pertanyaanku akan berhenti sampai di sana meski dia mengatakan dia hanya sedang ingin menghadiahkan sesuatu kepadaku. Karena kami adalah teman dan kami seakrab itu untuk memberikan/melakukan sesuatu yang tidak terduga.
Ketika hadiah itu kubuka, kudapati sebuah kamera analog yang sudah lama kuimpikan. Kamera itu adalah sesuatu yang dijanjikan Rishi padaku atas permintaanku tahun lalu. Melihat keinginan itu terkabul dalam sebuah bingkisan tidak terduga yang dihadiahkan Azlian kepadaku, aku tidak tahu harus senang atau sedih.
Kukatakan bahwa daftar keinginan itu tidak kuungkapkan kepada orang terdekatku dan hanya kubagi pada Rishi. Rasanya aneh mengetahui bahwa Azlian tahu soal ini. Aku hanya pernah membagikan gambar kamera analog tersebut di akun keduaku, memberikan keterangan bahwa suatu saat benda itu akan ada dalam genggaman tanganku. Akan tetapi, gambar itu kuunggah di cerita Instagram yang hilang setelah 24 jam dan ... Azlian tahu soal itu.
Apakah dia ... mengikutiku di akun keduaku? Tapi, akunku bersifat privasi. Aku hanya mengizinkan orang random yang ... aku benar-benar mengizinkannya mengikutiku?
Aku buru-buru mengecek daftar pengikut di akun keduaku, kemudian mencari nama pengguna milik Azlian ... dan tidak ada. Nama pengguna tidak ditemukan. Lalu, darimana Azlian tahu soal kamera analog ini? Tidak mungkin dia memilih benda ini secara acak, kan? Mustahil rasanya.
"Bang," kupanggil dia yang sedang asyik menikmati mie instant cup yang masih mengepulkan asap. "Aku mau nanya 'lah," kataku lagi.
"Sure. Apa itu?" Dia baru menyahut setelah menyelesaikan satu suapannya dan kembali sibuk dengan mie instannya.
"Abang follow akunku?" Daripada basa-basi dan mikir keras untuk mendapatkan jawabanku, lebih baik kutanya langsung pada tersangkanya. Dia sedang ada di depanku, sibuk dengan makanannya yang kurasa itu masih sangat panas untuk dinikmati.
Saat ini kami sedang singgah di minimarket setelah membeli beberapa makanan ringan. Maksudku, aku dan Azlian sedang duduk di kursi yang ada di pelataran minimarket dengan satu cup mie instan serta dua gelas kopi dingin yang tadi dibeli oleh Azlian. Tadi kata Azlian, dia lapar kecil dan lagi ingin makan mie instan sambil minum kopi. Kebetulan malam ini sedang ada pertunjukan musik langsung di halaman minimarket ini hingga suasana di sini enak untuk dibuat jadi tempat tongkrongan hingga tengah malam.
"Kita udah saling mengikuti nggak, sih? Iya, kan?"
Mie instan milik Azlian sudah bersih. Dia menghabiskannya dengan cepat tanpa banyak drama kepanasan ataupun kepedasan.
"Maksudku akun keduaku, Bang. Abang follow?" Aku bertanya sambil menarik beberapa lembar tisu dari dalam tas tanganku dan mengulurkannya kepada Azlian untuk membersihkan tangannya.
"Kamu punya akun kedua? Mau diikuti?"
"Nggak gitu loh. Maksudku ... oke, gini .." Baiklah. Sepertinya basa-basi diperlukan di sini. "Abang kasih aku kamera analog. Iya, kan?" Dia mengangguk sambil meminum kopi miliknya. "Harganya nggak murah. Aku—"
"Murah kok, Ay. Lagi diskon itu." Ya Tuhan, gampang sekali mulutnya itu bilang murah. Kalaupun diskon, diskon berapa besar sih? Kurasa diskon versinya itu, aku juga tetap tidak bisa beli kameranya. "Kemarin iseng main ke toko kamera dan kebetulan Abang lihat kameranya lagi diskon. Waktu itu pernah lihat teman pakai itu dan hasilnya bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirayakan 1.900km
FanfictionSemuanya sudah sesuai tempat dan porsinya. Tidak ada yang aneh. Hanya saja mungkin Aily yang gila karena menganggap semuanya tidak seharusnya ada di sana.