09. Wijaya vs Aily

350 81 14
                                    

"Tidak semua orang paham ketika kau bilang kelelahan, mereka paham bahwa kau benar-benar lelah. Jika mereka paham, kau dicintai."
.

Atha
.
.
.

Dirayakan 1.900km

_-_-_-_

Aku pernah berpikir bahwa orang-orang yang menangisi hubungan mereka yang telah kandas adalah suatu tindakan yang konyol dan buang-buang waktu. Kupikir, mereka tidak perlu menangis ketika saat menjalani hubungan, mereka tidak bisa melakukannya dengan baik. Derai air mata yang mereka jatuhkan tidak akan menutup fakta bahwa usaha mereka sia-sia dan semuanya telah selesai. Tidak ada yang perlu ditangisi untuk sesuatu yang bisa saja bukan bagian dari takdir manusia.

Makanya kukatakan, ketika kamu jatuh cinta, maka kamu harus siap dengan segala kemungkinan terburuk diantara banyaknya harapan terbaik yang kamu panjatkan kepada Tuhan.

Sang Maha pencipta selalu punya jalan untuk memberi pelajaran dan juga hadiah kepada semua hambanya, termasuk aku.

Awalnya kupikir aku terlalu logis dan tidak memiliki hati karena lebih sering mengedepankan logika dibandingkan perasaan. Hasil dari tes MBTI kusendiri menunjukkan bahwa aku adalah seorang thinker di mana sifat thinker pada perempuan sangat jarang ditemui, karena perempuan lebih sering dikenal sebagai si sensitif dalam hal perasaan. Pada kenyataannya, aku hanya terlalu sombong dan angkuh menyikapi cerita-cerita patah hati seseorang.

Aku mengatakan hal-hal omong kosong dan mengejek perlakuan mereka karena aku belum pernah ada di posisi tersebut. Di posisi di mana aku tidak berdaya dan sudah kehabisan tenaga untuk mengusahakan yang ingin kuusahakan.

Sering kukatakan kepada orang-orang terdekatku bahwa, Rishi satu-satunya nama yang ada di dalam kepalaku ketika membahas tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang penuh dengan kehaluan tingkat tinggi. Hanya Rishi, tidak ada yang lain. Pun ketika kukatakan aku sangat mencintai dan menginginkannya, aku tidak berbohong.

Rishi selalu mengusahakan apapun untukku selama ini, tidak pernah kurang dan tidak pernah lebih juga. Dia selalu mengalah untukku di setiap perdebatan. Dia selalu paham bahwa suasana hatiku terlalu buruk untuk diajak diskusi. Dia selalu mengerti bahwa hariku terlalu berat untuk mendengarkan cerita tentang kesehariannya yang penuh dengan kejutan.

Rishi tidak sering mengatakan bahwa dia mencintaiku. Dia sering mengungkapkannya lewat kiriman paket yang tiba-tiba saja datang, pulang ke Medan saat libur meski hanya untuk 1-2 hari, atau kiriman-kiriman makanan yang dijastip melalui Echa, adiknya.

Aku tidak mengusahakan banyak untuknya selama ini. Aku tidak banyak berjuang untuk hubungan kami yang tidak memiliki keterikatan status seperti yang aku mau di awal dan kutahu bahwa suatu saat Rishi akan kelelahan sendiri. Namun, yang tidak aku tahu adalah bahwa lelah itu datang di hari ini, datang bersamaan dengan kekesalanku yang sudah diujung ubun-ubun.

"Demi Tuhan, itu cuma foto, Aily! Kamu yang paling tahu kalau Abang nggak pernah peduli sama isi galeri. Abang sibuk dan nggak punya waktu seluang itu untuk hapus foto-foto itu."

"Dan Abang diam aja, kan? Teman-teman Abang kayak gitu di grub, Abang nggak ada tanggapan. Suka Abang digitukan? Dibecandain masih mau sama si Ratih, iya?"

"Capek kali aku bah. Perkara foto nggak guna gitu, tinggi kali suaramu."

Ucapan Rishi membuatku tersentak. Pernah kukatakan bahwa Rishi adalah manusia tersopan yang pernah kukenal. Dia berbeda dari kebanyakan orang saat berbicara. Sekalipun pulang ke Medan, dia tidak pernah menggunakan bahasa kasar khas daerah tempat kami tinggal. Untuk pertama kalinya, aku mendengarnya sendiri dan aku tidak menyangka bahwa aku sedikit ... sakit hati?

Dirayakan 1.900kmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang