Gemersik suara rumput terinjak menjadi sapaan bagi indera pendengaran. Yoko memasuki halaman rumahnya, sepatu bertali warna hitam menyentuh tanah, suasana aneh terasa sehingga membuat bulu romanya berdiri, sejak kapan rumahnya tampak tak terurus begini?
Yoko mengabaikan dan memasuki rumahnya, teras rumah kayu berderit saat kaki menginjak. Pintu dibuka lalu terdengarlah sayup sayup suara isak tangis disuatu tempat. Yoko menyusuri rumah bertanya tanya dimana suara itu berasal, saat membuka pintu kamar, ibunya berada disana dan menangis dilantai sambil bersandar di kasur.
"Bu, kenapa menangis?"
Yoko mendekat dan langsung memeluk si wanita paruh baya. Mengusap usap punggungnya kemudian mata bewarna hazel itu tak sengaja melihat fotonya yang sedang dipegang sang ibu, didekapnya dengan erat didada.
"Maafkan ibu."
Wanita itu melihat yoko, mengelus lembut surai coklat sang buah hati yang halus."Kenapa minta maaf?"
"Ibu tidak bisa menjagamu."
Jawabannya sukses membuat alis yoko terangkat, bertanya-tanya dimana letak kegagalannya?toh yoko kini sudah besar, kondisinya baik dan sehat.
"Ibu sudah menjagaku kok, aku sudah tumbuh besar sekarang, hidup dengan cinta ibu, aku menyayangimu."
Yoko memeluk ibunya, mengelus punggung wanita paruh bayanya hingga ia tenang.
Saat semuanya sudah tenang, yoko memasuki kamarnya. Kamar dengan tema warna coklat dan hijau telah menemani hari, bernuansa alam sehingga menghantarnya kepada kedamaian.
Yoko menduduki kursi belajarnya dan meletakkan beberapa buku untuk kembali dipelajari. Ia kemudian melihat keluar, pohon besar didepan kamarnya kehilangan daun, itu menyebabkan efek tak seimbang dan kekurangan pandangan. Itu seperti pohon yang mati.
Ketika gadis itu melirik ke lemari, ia melihat sebuah benda yang ada diselipan, dengan penasaran yoko mendekati lemari itu mengambil sesuatu yang terselip disana.
"Buket bunga? Sudah kering?berapa lama disini?"
Yoko memperhatikan karangan bunga yang mengering dan berubah kecoklatan. Sebuah surat terselip diantara bunga bunga lalu yoko mengambil dan membacanya
'Bunga ini cantik seperti dirimu'
Alis yoko menekuk, apalagi ini? Seingatnya ia tak pernah diberikan karangan bunga oleh siapapun. Bahkan orang tuanya, tapi mengapa benda itu kini terselip disini? Dikamarnya?
"Bu!"
Yoko beranjak dari kamarnya hendak berjalan ke kamar sang ibu, tapi si wanita paruh baya tak ada. Jadi dia kedapur dan menemukannya disana.
"Bu karangan bunga ini apa punyamu?"
Gadis itu duduk dikursi, bersandar lalu mencomot kue jahe dan memperlihatkan bingkisan bunga kering ke ibunya.
"Bukan." Ibu yoko menjawab, turut memperhatikan bunga yang disusun dan diberikan kertas cantik itu.
"Lalu ini punya siapa?kenapa ada dikamarku?"
"Punya temanmu mungkin."
Ibu yoko kembali mengalihkan perhatian pada pekerjaannya. Yoko sendiri beberapa kali berkedip sambil berfikir, teman ya?
Keesokan harinya kala burung warna mengepakkan sayap ke angkasa luas, yoko berada dikelas. Ia duduk dikursi, menulis beberapa tugas yang belum sempat ia kerjakan. Lalu pintu masuk berbunyi geser, kei memasuki kelas.
"Selamat pagi!" Yoko menyapa dengan senyuman hangat, jemarinya memasuki laci meja untuk mengambil sebuah bekal yang berisikan kue beras dan menawarkannya pada kei.
"Pagi!" Laki laki itu membalas tak kalah hangat, lantas mengambil satu kue beras dan duduk dikursi samping yoko.
"Ibumu jika sudah membuat kue rasanya tidak tertolong, Selalu enak!"
Kei memuji, mengigiti kue beras dengan begitu nikmat sembari meletakkan tas dan mengeluarkan buku pelajaran."Kau belum menyelesaikan tugasmu?"
Yoko menggeleng.
Kei mendekatkan kepalanya ke bagian samping kepala sang gadis, melihat lebih dekat tugas apa yang sedang dikerjakan.
"Matematika?kau memang payah! Hahaha..."
Kei tertawa, bukan hal rahasia jika gadis bersurai coklat itu tak pandai matematika. Lihatlah rumus dan hasil akhir yang bertentangan. Yoko yang diejek memandang sinis, lalu menyikut perut kei.
"Sialan kau!!" Umpat yoko.
"Aw..aw..maaf..."
Kei tertawa dan tersenyum, menyibak rambut dikeningnya itu kebelakang. Lantas mengambil kertas dan menuliskan beberapa contoh soal.
"Lihat ini..pendek"
Yoko menoleh dengan tatapan kesal ke kertas yang disodorkan oleh kei, baru saja hidupnya damai dengan kue beras dan cuaca indah, tapi malah dirusak, dasar tetuah matematika ini...
"Pertama, kau harus mengkuadratkan angkanya terlebih dahulu..."
Laki laki itu memberi contoh, sementara yoko memperhatikannya. dedaunan diluar menjadi saksi kala detik berjalan. Biasan biasan sejuk layak air memercik membasahi kepala yoko, dia mendapat pencerahan atas masalahnya.
"Nah..sekarang coba kerjakan sendiri."
Yoko pun mengerjakan soal seperti contoh yang diberikan. Dia itu tipikal orang yang apabila diberi contoh baru mengerti, jika tidak dia akan tersesat. Kei memandanginya dengan senyuman, lalu menyelipkan anak rambut sang gadis ke telinganya.
Perhatian tak biasa membuat yoko terkejut, tapi berusaha mengabaikan, kei memang suka begitu...
"Kamu indah, yoko."