bab 5

34 4 0
                                    

Kepulan asap berkeliaran diruangan tua berkayu yang suram, itu adalah sebuah rumah lama disekitaran bukit. Sedikit jauh dari pemukiman. Nikotin yang dihisap memberi ketenangan bagi sang pengguna. Pria itu duduk di kursi kayu yang tampak rapuh, seperti akan hancur jika kamu menjatuhkan bokongmu dengan keras disana.

Kopi hitam terseduh pada cangkir  putih tulang nan lusuh, beberapa goretan kecil mengukir dipinggir dipinggirnya. Entah alasan apa dia tetap memakainya, padahal nyatanya itu bisa membahayakan diri apabila serpihan serpihan kaca terlarut dalam air manis bewarna hitam.

Sang pria lantas berdiri, berjalan dengan langkah tak cepat menuju lemari yang terletak disudut rumah. Deritan lantai kayu tak terelakan, begitu nyeri dan miris, seperti jeritan ampun seseorang.

Tangan berurat itu pun membuka laci yang sudah berdebu. Partikel partikel kecil berterbangan diudara, ketika memasuki  saluran pernafasan, itu  sukses membuat sang pria terbatuk dan bersin.

'24 mei 1986'

'24 mei 1987'

'24 mei 1988'

Koran dengan tanggal yang sama namun dengan tahun yang berbeda  dibolak balikan. Itu adalah kasus besar yang masih menjadi momok pada tanggal '24 mei'  untuk seluruh penduduk dikota. Beberapa detektif dikerahkan, namun entah atas landasan apa pelaku tak kunjung ditemukan.

Sang pria menghela nafas, memegang kedua mata dan kepalanya yang terasa pusing berlebihan. Ada perasaan aneh yang timbul dihatinya. Tapi dia mengabaikan itu dan kembali meletakkan kertas kertas koran pada tempat sebelum.

Lalu beranjak mengambil komoceng dan sapu untuk membersihkan rumahnya.

Sudut demi sudut dijelajahi, satu persatu partikel pun dikandaskan dengan alat kebersihan. Lagu lama terputar pada piringan hitam diatas meja.


Alunan melankolis menampilkan suasana suram. Hati jatuh pada titik terdalam. Sang pria menyapu tanpa ekspresi. Lalu kakinya dilangkahkan kesebuah ruangan yang kira kira tak dia buka selama empat bulan lamanya.

Ketika pintu dibuka, tak dapat dihindarkan bahwa kamar itu penuh dengan debu. Jaring laba laba bersarang dilangit langit, ubin kayu tampak lebih mendingin dari bagian rumah yang lain. Aroma aroma kesenangan memasuki indra penciumannya. Dia masih tak berekspresi, tapi sorot matanya mengalami kehilangan sinar.

Dia meninggalkan sapunya ditepi dinding bagian pintu. Melangkah pelan sembari melihat ornament ornament miliknya didinding dinding kayu. Lalu berhenti disebuah kumpulan molekul terkecil.

Sebuah aksesoris yang sering digunakan oleh kaum hawa. Bewarna putih tulang dengan kelinci  kecil sebagai permata. Sang laki laki itu tersenyum, karena yang satunya hilang entah kemana jadi dia merasa sedikit kecewa dan sedih.

Kala melihat benda itu pula, sebuah senyuman senyuman melintas riang pada bait bait memori, suara suara gemulai lembut nan halus mengalun alun dikepalanya dengan hikmat.

Karena tak ingin mengingat begitu lama, lalu dia berhenti dan meletakkan benda itu kembali ketempatnya. Lantas Mengambil sapunya dan mulai membersihkan kamar itu lagi. Sang pria tua juga membuka jendela kayu, membiarkan angin musim gugur memasuki ruangan dipenghujung rumah. Dia mengorek debu hingga ke bawah kasur, menemukan secercah potongan kain bewarna coklat tua.

Ah, pakaian-nya sobek. Dia ingat itu. Dan tanpa berfikir panjang segera menyatukannya dengan kumpulan debu debu dilantai. Setelah membersihkan ruangan itu, ia membuangi sampah sampah sisa keluar rumah.

Korek api dinyalakan, bagian bagian benda yang sejatinya rapuh langsung habis hangus terbakar. Tak mengampuni sedikitpun sisa kehidupan yang tertinggal.

Usai dengan pekerjaan itu, dia memasuki rumahnya. Hari ini masih begitu pagi, sekitar pukul 6:18. Dan dia memutuskan untuk segera membersihkan diri karena ingin berangkat bekerja.

Seragam bewarna coklat muda telah ia kenakan. Matanya menatap lurus kedepan kaca. Melihak sosok dirinya sendiri.

Ia berkulit sawo matang, beralis menekuk yang sering membuat orang berasumsi bahwa dirinya adalah orang yang galak. Tongkat Tonfa diambil dari meja, lantas ia menutup jendela rumahnya sebelum akhirnya membuka jalur keluar rumah.

Saat dibuka, sekumpulan orang berdiri dihadapannya, ekspresi terkejut diberikan sesaat sampai akhirnya berubah menjadi datar kembali.

Yah ini akan berlanjut.



























Hai semuanya,
Chapter ini mungkin merupakan chapter terpendek yang saya buat. Maaf apabila kalian kurang puas dalam membacanya, tetapi saya akan berusaha meningkatkannya di chapter kedepan.

Terimakasih sudah membaca

kereta tuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang