Kenangan Tentang Dia

12 3 0
                                    

"Hai kawan, semoga selalu tenang disana. Kami disini selalu merindukan kehadiranmu."

☆☆☆

Kai membaringkan tubuhnya di atas sofa putih sambil menonton televisi. Ia menoleh ketika terdengar suara langkah kaki dari tangga. Tampak gadis tak asing yang turun dari tangga. Pakaian serba putih dan rambut hitamnya yang tergerai begitu saja mungkin terdengar menyeramkan. Tetapi bagi pemuda itu, sosok wanita cantik tersebut amat ia rindukan.
 
"Bunda, Kai kangen. Kai sudah jarang sekali melihat bunda datang kemari," panggil Kai langsung mengubah posisinya menjadi duduk di sofa.

"Hai, anak bunda," sahut ibu Kai menghampiri anak tunggalnya.

"Kai kangen sekali sama bunda, sudah 6 bulan sejak pertama kali bunda datang kemari," ujar Kai tersenyum begitu manis.

"Maafin bunda ya," pinta sang ibu memeluk anaknya.

Kai membalas pelukan dari ibunya dengan erat. Sebenarnya, ia hanya merasa seperti hembusan angin mendekap tubuhnya. Mata pemuda itu berkaca-kaca ketika mencium aroma tubuh ibunya. Wanginya selalu sama, harum bunga lavender yang tak pernah hilang dari tubuh ibunya.

"Sehat selalu ya anak bunda yang paling ganteng," ujar sang ibu sebelum menghilang dari dekapan anaknya.

Kai dengan terburu-buru melepas pelukan itu dan menatap kepergian ibunya yang perlahan menghilang. Senyum sang ibu selalu membuat dirinya tenang. Seolah sebesar apapun rintangan yang harus ia lewati di kemudian hari, pemuda itu akan mampu menghadapinya.

"Sampai jumpa lagi, bunda," ujar Kai di tengah isakan tangisnya.

Dengan tatapan kosong, ia duduk di sofa tanpa memerdulikan suara dari siaran televisi yang masih terdengar. Selama beberapa saat, tubuhnya sama sekali tak bergerak, sampai ketika pintu rumah dibuka. Khansa dengan segera menghampiri Kai yang sedari tadi sendirian di rumah.

"Kai, lo gapapa kan?" tanya Khansa begitu takut terjadi sesuatu pada sahabatnya.

"Gue kangen bunda, sa.." isak tangis pemuda yang berhadapan dengan Khansa itu.

"Besok tanggal 16 kan? lo bisa ke 'rumah' bunda lagi," ujar Khansa menenangkan Kai.

"Iya, makasih ya," Kai sangat beruntung memiliki sahabat seperti mereka.

"Udah jangan nangis lagi anjir, lo kayak cewek aja," canda Khansa tertawa kecil.

Keduanya tertawa begitu bahagia. Ketukan pintu membuat keduanya menoleh bersamaan. Tampak seorang pemuda berdiri di depan pintu dengan keadaan tubuh yang basah kuyup. Ditatap seperti itu, pemuda tersebut hanya terkekeh ria.

"Ya ampun kak Rei, lo kenapa basah kuyup segitunya sih," tanya Kai dengan matanya yang sembab habis menangis.

"Gue lupa bawa payung, apalagi pulangnya naik bis lagi, jadi gue masuk perumahan sambil hujan-hujanan deh," kekeh kak Rei melepaskan sepatunya dan mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.

"Kenapa ga naik motor aja?" tanya Khansa memberikan air hangat kepada kak Rei.

"Gue kira bakal cerah seharian, jadi gue sama Nia pulang dan perginya naik bus aja," jawab kak Rei berjalan ke kamar mandi.

"Ramalan cuaca tadi pagi juga salah kan? katanya bakal ga ada hujan hari ini," ujar Kai kembali menonton televisi yang ada dihadapannya.

"Khansa, lo tadi pulang naik apa?" lanjut Kai bertanya pada Khansa lalu menutupi dirinya dengan selimut.

"Motor lah, untung aja mantel ada di bagasi," jawab Khansa tersenyum bangga.

Kai malah terkekeh melihat wajah sahabatnya itu. Ia melempari bantal semangka ke arah Khansa ketika pemuda itu dengan sengaja merebut remote televisi dari tangannya. Dengan mudahnya, ia mengganti siaran berita yang sedang tayang saat itu.

Layar televisi berganti menampilkan tayangan kartun. Kai memandang sinis pemuda yang duduk di sebelahnya.

"Kayak bocah aja lo nonton kartun," ledek Kai tersenyum mengejek.

"Bodo amat, suka-suka gue lah," balas Khansa dengan wajah julid.

Hening sejenak diantara mereka. Keduanya sibuk pada kegiatan masing-masing. Ponsel milik Kai kembali digunakan seperti semula. Khansa menonton tayangan kartun itu dengan wajah yang amat serius. Sampai akhirnya, ia menyadari sesuatu.

"Gue pengen makan kue loyang di toples itu," celetuk Khansa menatap salah satu toples yang berada di atas meja.

"Mana boleh, kan itu khusus untuk Hazzan," ujar Kai memukul pelan tubuh Khansa menggunakan bantal semangka.

"Udah 2 tahun ya sejak 'hari itu' tiba," kata Khansa membaringkan tubuhnya.

"Gue masih ga nyangka kamar itu udah kosong dari lama," Kai menunjuk lemari kayu yang berisi pajangan-pajangan berupa pigura kayu dan bunga plastik.

Dibalik lemari kaca berukuran besar itu terdapat pintu kayu yang masih berdiri kokoh. Mungkin kayu yang digunakan sedikit lapuk karena sudah beberapa tahun tidak dibuka. Posisi barang-barang di dalam kamar tak pernah berubah. Tetap sama seperti dulu ketika kak Rei memutuskan untuk mengunci ruangan itu.

"Gue masih sering sedih kalau ingat tentang Hazzan," ungkap Khansa memandang satu foto di ponselnya.

"Sama, gue masih shock sampai sekarang," kekeh Kai membayangkan kembali hari itu.

Walemanta Hazzan memiliki pribadi yang menyenangkan. Semua orang merasa nyaman akan kehadirannya. Misteri kepergian dirinya masih menjadi hal yang sulit untuk diungkapkan.

Ia ditemukan di atas rooftop SMA 16 Jakarta. Keadaannya sungguh mengenaskan. Wajahnya hancur dan tangan kirinya patah. Luka sayatan memenuhi punggungnya. Genangan darah mengelilingi tubuhnya.

Orang tuanya memutuskan untuk langsung menguburkan jasad anak sulungnya tanpa dilakukan otopsi. Rumah berlantai dua milik 7 orang itu kosong selama 1 bulan penuh. Seluruh penghuninya memilih kembali pulang.

"Gue kangen sama lo, Hazzan," gumam Kai dengan isakan kecilnya.

"Kalian mau ga kalau kita besok ke makam Hazzan?" tanya kak Rei yang sudah selesai mandi.

Ia sedari tadi mendengar percakapan kedua sahabatnya. Hatinya ikut hancur mendengar ucapan mereka.

"Ayo lah bang, ajak yang lain juga," sahut Khansa tersenyum senang.

"Iya, nanti gue bilangin," ujar kak Rei mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer.

"Tolong beliin bumbu masakan dong, ini uangnya," pinta kak Rei menyodorkan selembar uang lima ribu.

Khansa menerima uang itu dan beranjak bangun dari sofa. Payung di dekat pintu diambil. Ketika ia sudah berada di teras rumah, benda itu dibuka.

Hujan turun cukup deras. Angin berhembus kencang. Tidak ada orang di jalanan komplek. Semuanya memilih untuk masuk ke dalam rumah dan menghangatkan diri.

Khansa berjalan menembus hujan siang itu. Tubuhnya yang dibaluti jaket sedikit menggigil kedinginan. Kedai yang terletak di luar komplek menjadi tujuannya. Ia berjalan sambil menikmati gemerisik air hujan.

Baginya, hujan terjadi ketika dunia sudah terlalu lelah menahan seluruh beban di hidupnya, dan memilih menurunkan tetesan air yang begitu banyak agar orang-orang menghindar dari jangkauannya.

Khansa tidak pernah merasa terganggu dengan kehadirannya. Hujan selalu mengingatkannya akan peristiwa sore itu. Ketika ia naik ke tempat paling tinggi dan menemukan teman serumahnya dalam keadaan yang amat mengerikan.

Maka, setiap hujan turun, mereka bertujuh akan duduk di kursi teras rumah dan berbincang bersama. Seolah-olah tubuh beserta raganya masih ada di hadapan mereka.

Hazzan adalah definisi gabungan dari 6 raga yang berbeda. Hazzan yang receh, galak, populer, jail, kreatif, pintar, dan suka menghayal. Ia bisa menjadi akrab dengan siapapun dengan mudah.

Bersambung ke bab selanjutnya...

Good afternoon all, coba tebak siapa sih visualisasi seorang pemuda bernama Walemanta Hazzan :DDD

SEE YOU GUYSS MUACHH

Saudara Tak SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang