Perjalanan Menuju Danau

10 3 0
                                    

Khansa sedang merawat tanaman hias milik kak Rei di halaman rumahnya pagi itu. Jika saja sahabatnya itu tak memaksa, mungkin ia kini sudah berada di danau.

Pemuda yang sedang menjadi topik pembicaraan di kepalanya malah asik bermain dengan kucing-kucing tetangga. Beberapa saat kemudian, ada seorang anak kecil dan ibunya yang menyapa kak Rei.

Senyum sosok lucu itu mengembang dengan tangan kecilnya yang melambai-lambai. Permen berwarna merah muda yang sedari tadi diemut telah dikeluarkan dari mulutnya. Topi bulat berwarna biru dilepaskan.

Bibirnya bergerak cepat seolah ingin mengatakan sesuatu yang tak dapat tersuara. Sampai akhirnya, beberapa kata yang telah menjadi kalimat terdengar dari mulut kecilnya.

"Mama, kakak itu yang bantuin aku jatuh," ujar sang anak menatap ibunya.

"Oh itu ya? makasih ya dek, udah nolongin anak saya," ungkap wanita yang masih terlihat muda itu.

Selama beberapa saat, kak Rei terdiam. Pikirannya seolah berusaha mengingat alasan kedua orang itu menghampirinya. Akhirnya, memori pada suatu siang berputar kembali di kepalanya.

"Iya bu, sama-sama. Saya cuma bantuin anak ibu biar ga kesakitan kok," ujar kak Rei memberi penjelasan.

"Yakin biar ga kesakitan doang? terus kenapa lo malah ngasih permen milkita coklat kesukaan lo?" tanya Khansa karena ketika kejadiannya berlangsung, ia juga ada disitu.

Kak Rei ingin sekali mencabik-cabik mulut sahabatnya saat ini. Ia tak masalah diberikan ucapan terima kasih, hanya saja pemuda itu tidak mau jika ada orang yang harus berbalas budi padanya. 

"Wah, kamu baik sekali nak, terima kasih ya," puji wanita itu.

"Iya bu, sama-sama," ujar kak Rei tersenyum canggung.

Ia merasa tak nyaman berada di situasi tersebut. Maka dengan segera, ia berdiri dan izin untuk masuk ke rumah. Kedua orang itu lantas tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Khansa tanpa merasa bersalah turut masuk ke rumah mengikuti kak Rei dari belakang. Pemuda di depannya berjalan masuk dan meletakkan peralatan merawat tanaman di rak khusus.

Kak Rei mengelap wajahnya dengan handuk merah muda yang sedari tadi tergeletak di atas meja. Rambut hitam sedikit panjang miliknya di ikat ke belakang.

Tampilan seperti itu tentu membuat banyak wanita tergila-gila akan ketampanannya. Masalahnya sekarang, Khansa adalah seorang lelaki, tak mungkin ia tertarik pada Kak Rei.

Ia memilih untuk pergi ke kamar mandi daripada semakin merasa jijik melihat wajah sahabatnya itu. Ia membasuh wajahnya lalu mengoleskan pencuci muka. Digosoknya wajah tampannya dengan perlahan.

Ketika busa sudah memenuhi seluruh bagian, ia membasuh kembali wajahnya menggunakan air. Handuk telah menyentuh mukanya.

Khansa keluar dari ruangan agak sempit itu dan menemukan Kak Rei yang sudah terbaring di sofa. Kedua matanya terbuka karena sedang memainkan ponselnya. Ia merasakan getaran dari sakunya.

Benda pipih berbentuk kotak itu diotak-atiknya. Layar yang dominan berwarna hitam dengan dua tombol menjadi pusat perhatiannya. Tulisan yang tertera di situ adalah nama sang kekasih.

Isha 🌷

Isha 🌷
Asaa, jdi ga kita pergi ke danaunya??

You
Jadi, maaf ya tadi aku undur dulu

Isha 🌷
Iya, gapapa kok..

You
Aku jemput sekarang aja bisa??

Isha 🌷
Bisaa, aku udah siap²

You
Iya, Isha cantikk 🤍

Khansa langsung pergi masuk ke kamarnya. Tanpa ia sadari, Kak Rei sudah jatuh tertidur di atas sofa dengan keadaan televisi dan ponsel masih menyala. Bahkan ketika ia sudah pergi keluar rumah, tingkah sahabatnya itu sama sekali tak ia sadari.

***

Khansa tiba di depan rumah sang kekasih ketika matahari sudah berada di atas kepala. Sebenarnya tak terlalu terik, tapi masih cukup membuat ia berkeringat.

Ia mengelap keningnya yang sudah dipenuhi peluh. Kulit tangannya kembali muncul bercak-bercak berwarna sedikit merah yang hanya ada ketika ia terpapar cahaya panas matahari langsung.

Khansa turun dari motornya dan menyapa ibu Ravisha yang sedang menyiram tanaman. Senyum tulus milik wanita paruh baya itu terukir indah. Ia segera mengulurkan tangannya untuk salim.

Ibu Ravisha membalas perilaku sopan itu dengan pelukan kecil. Ia meletakkan penyiram bunga di atas meja kayu. Tangan keriputnya menepuk pelan punggung pemuda di hadapannya.

"Selamat siang, Khansa. Kamu datang ke sini untuk jemput Isha ya? tadi dia juga udah kasih tahu bunda," tanya ibu Ravisha.

"Iya, bunda. Khansa mau ngajak Isha piknik di dekat danau," jawab Khansa menyodorkan plastik berisi gorengan yang sempat ia beli dalam perjalanan.

"Ini untuk kami? makasih ya, Khansa," Ibu Ravisha sungguh berterimakasih.

"Sama-sama, bunda. Aku masuk dulu ya? mau manggil Isha," pamit Khansa membungkukkan sedikit tubuhnya dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Ibu Ravisha hanya menganggukkan kepalanya dengan senyum yang tak pudar. Ia kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda selama beberapa saat.

Khansa melewati pintu rumah dan berjalan di lorong dengan kepala yang menoleh ke segala arah. Pintu kayu yang terbuka setengah dengan gantungan bertuliskan Isha's Room membuat langkahnya terhenti.

Ia mengetuk pelan pintu kamar itu untuk memberi tahu bahwa ada seseorang yang ingin masuk. Ketika pintu sedikit didorong, tampak seorang gadis cantik sedang duduk di atas kasur.

Kakinya menyilang dan terdapat bantal di atasnya. Tubuhnya bersandar pada dinding. Kaus putih dan celana jeans miliknya sangat cocok dikenakan. Ravisha seketika menoleh ketika pintu semakin lebar dibuka.

Ia tersenyum tipis dan mengambil ponselnya. Gadis itu beranjak dari kasur lalu merapikan sedikit rambutnya. Menghampiri kekasihnya yang masih diam terpaku. Tangan besar itu digenggam penuh kasih sayang.

Khansa hampir saja terjungkal karena merasa kaget akan bunyi siaran televisi yang tiba-tiba muncul. Ia mengelus pelan dadanya karena masih merasa shock. Ravisha terkekeh dan tanpa sengaja menunjukkan giginya yang tersusun rapi

Ekspresi kaget Khansa berubah menjadi senang. Ia selalu bahagia melihat kekasihnya tertawa karenanya. Tanpa perlu berpikir panjang, Khansa menarik pelan tangan Ravisha dan mengajaknya untuk berangkat ke danau.

"Good Morning, Isha. Sekarang aja yuk kita berangkatnya?" tanya Khansa merebut tas kekasihnya untuk dibawa.

"Iya, aku udah buatin kamu bekal," jawab Ravisha menunjukkan tas kecil berisi beberapa kotak makanan.

"Wah, pasti enak. Makasih ya cantik," Khansa memeluk gadis itu.

Ravisha tertegun akan perlakuan lembut Khansa. Beberapa saat kemudian, tangannya balas memeluk tubuh sang kekasih. Hangat seketika menjalar di dalam tubuhnya.

Khansa melepas dekapan itu. Menatap lekat mata coklat yang seolah-olah sedang tersenyum padanya. Khansa sungguh suka segala hal tentang Ravisha.

Bersambung ke bab selanjutnya...

Helloo, we meet again!

jangan lupa vote dan follow yaa!!
berikan kritik & saran juga di kolom komentar  :DDDD

thaannkk yoouu and seee yoouu

Saudara Tak SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang