Merindukan Dirinya

10 1 0
                                    

Aji tersadar dari pingsannya. Matanya terasa terganggu karena cahaya silau dari lampu. Ia mampu mendengar percakapan antara sahabat-sahabatnya. Aji berusaha untuk bangun dari posisinya yang berbaring. Kak Rei yang sedari tadi bengong langsung menyadari tindakan Aji. Ia berlari ke kasur dan membantu sahabatnya itu untuk duduk. Menepuk pelan punggung Aji dan menyodorkan segelas air yang akhirnya diterima. Sahabat-sahabatnya yang lain langsung ikut menghampiri Aji.

Rambut hitam Aji diusap pelan. Bang Madi justru terkekeh dengan tingkah sahabatnya itu. Lio menyodorkan lego yang sudah ia beli untuk Aji. Anan terus memeluk tubuh yang lebih besar itu dengan sepenuh hati. Khansa sibuk membuatkan bubur ayam untuk Aji. Berbeda dengan yang lainnya, Kai asyik menghubungi seseorang yang tidak mereka kenal.

"Sumpah, gue takut banget lo kenapa-kenapa," kekeh Lio.

"Saking takutnya, dia sampai ga bisa tidur tahu," cibir Khansa membawakan semangkuk bubur ayam.

"Apaan? Ga ada ya," bantah Lio mengambil bubur itu dari atas nampan.

"Matamu ga ada, terus yang datang ke kamar gue itu siapa?" tanya Khansa menatap bocah itu sinis.

Lio langsung bungkam. Mukanya mulai memerah. Sahabat-sahabatnya malah menertawakannya. Ia meletakkan kembali semangkuk bubur itu di atas nampan. Ia menghampiri Kai yang masih sibuk dengan benda pipih miliknya. Duduk di sebelah pemuda itu dan menyandarkan punggungnya di bantalan sofa.

"Cailah, pakai ngambek segala si Lio," ejek Anan bersiul-siul tak jelas.

"Bang, keadaan Pak Haren bagaimana?" Aji mulai melahap bubur yang diberikan Khansa kepadanya.

"Beliau kemarin dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal," jawab Bang Madi sedih.

"Hah? Kok bisa? Gue sudah pingsan berapa lama sih?" Aji kembali bertanya karena kebingungan.

"3 hari. Lo ditemukan pingsan di gerbang sekolah." Kak Rei melipat tangannya di depan dada.

"Hah? 3 hari?" tanya Aji saking tak percayanya.

"Iye, nying." Khansa hampir saja menempeleng kepala sahabatnya itu saking geramnya.

"Lo udah bisa pulang ga sih?" tanya Kai yang akhirnya bersuara.

"Tanya dokternya lah, ngapa malah nanya Aji," ujar Anan.

"Lio, sana panggilin dokternya," perintah Kai menepuk paha

"Siap! Bentar gue panggilin." Lio beranjak dari sofa dan berlari keluar.

Aji kembali membaringkan tubuhnya setelah memberikan mangkuk bubur yang kosong kepada Khansa. Ia masih tak menyangka karena Pak Haren dinyatakan meninggal dunia. Apalagi dia adalah satu-satunya orang yang pergi ke "alam lain" itu bersama Pak Haren. Aji menghela nafas panjang. Tubuhnya mungkin sudah kembali sehat, tapi pikirannya semakin sibuk untuk mencerna apa yang telah terjadi.

***

Lio baru keluar dari kamar mandi setelah buang air kecil. Ia baru menyadari bahwa ketika ia bangun, Khansa sudah tak ada lagi di sebelahnya. Malam ini, ia memilih untuk tidur di kamar sahabatnya itu. Lio mencari di seluruh sudut kamar sampai ia membuka pintu balkon. Ia melihat Khansa duduk seorang diri di kursi kayu. Dengan gitar coklat di pangkuannya, ia mulai asyik memainkan alat musik itu. Lio menepuk pelan bahu Khansa yang membuat pemuda itu menoleh.

Lio duduk di sebelah Khansa. Ikut menatap langit yang dihiasi bintang. Lampu-lampu dari bangunan lain masih terlihat menyala. Lio bertanya-tanya mengapa Khansa bukannya tidur malah memilih main gitar di malam yang dingin seperti ini.

"Gue kangen Hazzan," lirih Khansa menatap bunga matahari yang ditanam di halaman depan.

Lio tersenyum tipis, "Iya, bang. Gue juga kangen sama kak Hazzan."

"Mau nyanyi bareng gue, gak?" tanya Khansa mulai kembali memainkan gitarnya

"Lagu apa? Biar gue cari liriknya," jawab Lio mulai menyalakan ponselnya.

"Gala Bunga Matahari by Sal Priadi, lo tahu lagunya, kan." Khansa menyesap teh herbal miliknya.

Lio terdiam membisu sesaat, "Lo beneran kangen kak Hazzan ya, bang?"

"Haha, iya. Kentara banget, ya?" tanya Khansa tanpa membutuhkan jawaban.

"Ayo nyanyi!" seru Lio.

Khansa mulai memainkan gitarnya perlahan. Ia juga melihat chord music dari ponselnya. Suara keduanya mulai terdengar merdu

"Mungkinkah..
Mungkinkah..  Mungkinkah..

Kau mampir hari ini
Bila tidak mirip kau jadilah Bunga Matahari

Yang tiba-tiba mekar di taman
Meski bicara dengan bahasa tumbuhan
Ceritakan padaku
Bagaimana tempat tinggalmu yang baru

Adakah sungai sungai itu benar benar
Dilintasi dengan air susu
Juga badanmu tak sakit sakit lagi
Kau dan orang orang di sana muda lagi

Semua pertanyaan Temukan jawaban
Hati yang gembira sering kau tertawa
Benarkah orang bilang ia memang suka bercanda"

Khansa menarik nafasnya kembali. Ia ingin sekali menangis. Ia adalah orang yang menemukan Hazzan dalam keadaan tak bernyawa. Di tengah derasnya hujan turun, ia menemukan Hazzan dengan luka yang mengenaskan. Kamar di dekat tangga akan selalu kosong. Kamar itu dulunya adalah milik Khansa. Kamar Khansa juga dulunya adalah milik Hazzan. Tak bisa dipungkiri, bahwa rasa rindu itu sudah tak terbendungi lagi.

"Mungkinkah..
Mungkinkah.. Mungkinkah..
Kau mampir hari ini
Bila tidak mirip kau jadilah Bunga Matahari

Yang tiba-tiba mekar di taman
Meski bicara dengan bahasa tumbuhan
Kan ku ceritakan padamu
Bagaimana hidupku tanpamu

Kangennya masih ada di setiap waktu
Kadang aku menangis bila aku perlu
Tapi aku sekarang sudah lebih lucu
Jadilah menyenangkan seperti katamu."

Khansa dan Lio mengakhiri lagu itu dengan perasaan sesak. Mereka melampiaskan rasa rindu dengan caranya masing-masing. Jika Khansa dan Lio bersedih dengan cara bernyanyi, maka Bang Madi akan menulis surat-surat yang ia letakkan di dalam kotak khusus di sebelah bunga matahari. Kai sering sekali mendengarkan rekaman duetnya dengan Hazzan. Kak Rei yang rutin membuat kembang loyang khusus untuk sahabatnya itu. Anan menulis novel dengan nama Hazzan yang akhirnya menjadi terkenal. Terakhir, Aji tak pernah lepas dari rajutan bunga matahari yang menggantung di setiap tasnya.

Dokumentasi 8 orang itu mungkin amat sedikit. Karena dahulu, tak ada yang suka dengan foto-foto. Semenjak Hazzan pergi, semuanya berubah drastis. Mereka selalu mengabadikan momen bersama-sama. Setidaknya, kenangan dalam ingatan akan selalu ada. Bunga matahari ditanam untuk membuat halaman masih penuh dengan dirinya. Khansa yakin, bahwa Hazzan telah menjelma menjadi salah satu bunga matahari.

Khansa menatap Lio sendu. Mata mereka berkaca-kaca. Isak tangis mulai terdengar di antara keduanya. Khansa berdiri dan memeluk Lio dengan sepenuh hati. Keduanya dipenuhi oleh rindu yang mendalam. Rindu akan terasa menyakitkan jika datang dari orang yang telah tiada, bukan?

Bersambung ke bab selanjutnya..

HALOOO, AKU LANGSUNG UPDATE DUA BAB NIH

Semoga selalu suka yaa, jgn lupa vote dan follow akun inii

Kalau ada kritik & saran, silahkan tulis di kolom komentar ya

Dukungan juga boleh kookkk

Babaaaiiii and loovvee youu guyss

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saudara Tak SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang