Teriakan mereka bersahut-sahutan dari segala arah. Lampu yang padam mendadak membuat semua orang merasa panik. Mereka menyalakan senter dari ponsel masing-masing untuk menemukan satu sama lain.
Seperti halnya kak Rei, ia baru saja terbangun karena teriakan menggelegar dari Khansa. Seluruh pandangannya gelap gulita. Tak ada satupun hal yang mampu ia lihat dengan jelas.
Bunyi alarm membuat ponselnya menyala. Cahaya yang terpancar dari benda pipih itu membuat kak Rei mengetahui dimana letak ponselnya. Ia mengambil benda yang terus mengeluarkan bunyi mengesalkan itu dan menekan tombol "abaikan".
Suara deringan itu sepenuhnya berhenti. Kak Rei menyalakan senter ponselnya dan keluar dari kamar perlahan-lahan. Ia hampir saja tersandung bola milik Aji yang menggelinding melewatinya.
Kak Rei baru menyadari bahwa pemilik bola itu sedang melakukan hal yang sama dengan dirinya. Ia melihat bahwa Aji baru saja keluar dari kamarnya. Dengan niat jahatnya, kak Rei mengarahkan cahaya senter ke wajahnya.
Ia mengendap-endap mendekati Aji dan memasang muka yang menyeramkan. Ketika sudah berada di belakang pemuda itu, ia menepuk pelan bahu Aji.
Tepat seperti dugannya, Aji terkejut bukan main. Ia sampai terduduk lemas daking ketakutannya. Menyentuh dadanya dengan telapak tangan seakan jantungnya akan segera lepas.
"KAK REI! AKU KAGET BANGET TAU!!" jerit Aji yang sudah terlanjur terkejut.
"Hahaha, iya-iya maaf ya," Dengan entengnya kak Rei mengatakan itu.
Aji ingin memukul kepala kak Rei ketika pemuda itu berlari menjauhinya, "TANGKAP AJA KALAU BISA!"
Kak Rei berlari ke lantai satu. Ia tidak peduli bahwa keempat saudaranya sedang menatapnya keheranan.
"OH NANTANGIN? AKU BAKAL TANGKAP KAKAK!" Aji menerima tantangan itu dengan senang hati tentunya.
Mereka kejar-kejaran di dalan rumah selama beberapa menit. Tidak ada yang ingin mengalah. Aji terus berusaha mempercepat lajunya dengan centong nasi di tangannya. Peluh membasahi kedua wajah mereka.
Sampai akhirnya, kak Rei memilih untuk mengalah dan menerima pukulan centong nasi dari Aji. Ia kemudian berjalan ke arah sofa. Hanya terdapat empat orang di situ awalnya.
Ditambah lagi dengan dua orang lainnya, jumlah mereka memang semakin banyak, tapi tetap saja tidak lengkap. Bang Madi ternyata memang pergi untuk mengambil mobilnya yang ketinggalan.
Anan beranjak dari sofa dan mengajak Lio untuk memasak indomie kuah bersama. Setelah keduanya pergi ke dapur, Khansa, Kai, dan kak Rei mulai mengintrogasi Aji.
"Gimana hubungan lo sama Aurel, udah ada perkembangan?" tanya Khansa membuka topik pembicaraan.
"Belum, gue malah makin asing sama dia," jawab Aji dengan raut wajah sedih.
"Mendingan asing daripada ditinggal mati," sahut Kai dengan mulut penuh keripik.
"Lo masih gamon, Kai?" tanya kak Rei memastikan.
"Masih, tapi ga sebanyak dulu. Siapa sih yang ga sedih ditinggal mati pacarnya? Mana gue sering buat dia sakit hati. Sampai kapanpun, nama Kanna akan selalu gue ingat," tutur Kai memandang kak Rei.
Semuanya terdiam membisu selama beberapa saat. Hanya suara kunyahan keripik yang terdengar di antara mereka. Sibuk akan lamunan yang bermutu atau tidak.
Pintu rumah dibuka selebar mungkin oleh kak Rei. Ia mengajak sahabat-sahabatnya untuk duduk di luar saja. Mereka duduk di teras rumah yang memang cukup luas. Meja kayu bundar dipindahkan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudara Tak Sedarah
RandomRumah berlantai dua dengan 6 kamar itu adalah milik mereka yang memutuskan saling menjaga dalam suka maupun duka. Inilah mereka, 7 orang bersaudara walau darah yang mengalir di dalamnya tak sama. FYI: I chose Nct Dream members to be the visualizati...