6

1.6K 178 12
                                    

Happy Reading ^^
.

.

.

.


"Paman, tambah!"

Sasori melotot melihat Sarada yang sudah menghabiskan dua mangkuk sup sekaligus. Dia melirik pelayan sejenak dan menggeleng. "Tidak!"

"AKU MAU TAMBAH!" Teriak Sarada heboh. Sengketika semua mata tertuju ke meja mereka.

Sasori gelagapan mendekat. "Hey bocah! Uangku hanya pas-pasan. Jangan minta tambah terus!"

Sarada menggembungkan pipinya. "Paman pelit!"

"Apa kau bilang?" Sasori menggertakkan giginya. Kemudian menarik nafas panjang berusaha sabar. "Tidak!"

"Paman tidak asyik."

"Harusnya kau yang mentraktirku. Aku kan yang membantumu lolos dari pencuri itu!"

Saat ini, mereka berdua sudah berada di rumah makan. Setelah dua jam lamanya hanya duduk bersembunyi. Suara perut Sarada berbunyi, meronta ingin diisi. Jadilah mereka memutuskan mencari makanan sekitaran sini.

"Oh benar juga!"

Sasori menatap Sarada yang heboh sendiri, sibuk mengeluarkan sesuatu dari saku rok sekolahnya.

"Aku lupa kalau membawa ini." Sarada memperlihatkan kartu berwarna hitam ke Sasori.

Sasori melotot tak percaya. "Black card?"

Sarada tersenyum senang. "Nenek yang memberikan kartu ini diam-diam padaku. Katanya kalau mau belanja pake ini saja hihi."

Sasori merampas kartu kredit dari tangan Sarada dan memeriksanya. Memastikan apakah kartu ini asli atau hanya mainan saja. Dan ternyata ikon chip berwarna emas berkilap sudah menunjukkan keasliannya.

Sasori melemas. Anak sekecil ini sudah punya kartu unlimited yang bisa membeli kapal pesiar sekalipun? Sasori kalah telak!

"Kenapa? Paman mau? Ambil saja." Ucap Sarada santai.

Sasori melotot horor.

"Aku masih punya lima, di rumah."

Doengg.

Rasanya rahang Sasori langsung jatuh ke lantai. The real anak Sultan eh? Pantas saja bocah ini diincar orang-orang.

Sasori jadi berfikir licik. Bagaimana jika dia saja yang menyandera anak ini supaya bisa kaya raya tanpa repot-repot bekerja? Oh ayolah. Hentikan pemikiran bodohmu itu Sasori!

"PAK PELAYAN! AKU MAU TAMBAH DUA PORSI!" Teriak Sarada menyadarkan Sasori dari lamunannya.

Pelayan itu melihat Sasori seolah minta persetujuan dan Sasori pun hanya mengangguk pasrah. Toh. Anak itu punya banyak uang.

Ngomong-ngomong antusiasme anak itu terhadap makanan lagi-lagi mengingatkan Sasori pada gadis musim seminya.

"Hey bocah!" Panggil Sasori di tengah Sarada yang asik bersenandung sambil mengayunkan kedua kakinya di kolong kursi lantaran tidak sampai ke lantai.

Sarada memiringkan kepala. "Ada apa paman?" Tanyanya polos. Benar-benar sangat mengemaskan. Tidak! Bocah ini, bocah kematian! Fikir Sasori.

"Kau yakin tidak mencuri kartu ini dari orang tuamu?" Tanya Sasori yang masih menggenggam kartu kredit Sarada.

Sarada berdecak kesal. "Paman bagaimana sih? Mencuri itu kan tindakan tidak bagus. Nanti masuk penjara tau!"

"Sudah kubilang jangan memanggilku paman. Kau bukan keluargaku, apalagi keponakanku! Panggil namaku saja!"

KISS II : Like Mother, Like Doughter.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang