"almarhumah mama kalian bakal semalam disini, kita pulang aja kerumah om karena rumah kalian masih di palang garis kuning polisi, ayo pulang bareng om. besok pagi baru mama kalian di antar ke rumah." ucap daniel pada reyhan dan jean.
kedua anak itu mengangguk mengiyakan ajakan daniel.
"mana adek-adek kalian yang lain sama mahesa? panggilin dulu, habis itu kita pulang. om mau pergi urus rumah sakit kalian dulu, ya." lagi-lagi reyhan dan jean hanya menyahutinya dengan mengangguk.
kini daniel kembali melenggang pergi meninggalkan mereka berdua disana. reyhan menoleh ke arah jean di sebelahnya.
"kamu pergi panggil sean sama ricky, aku mau masuk keruangan juan dulu." ucap reyhan di angguki jean.
"terus bang hesa?" tanya jean.
"nanti juga kesini kok bareng satya." sahut reyhan mulai bangkit dari tempat duduknya hendak memasuki ruang dimana juan sedaritadi menetap.
jean juga mulai berjalan menuju ke tempat sean dan ricky berada.
setelah memasuki ruangan psikolog itu. sorot mata reyhan mendapati juan tengah menangis sesenggukan dengan badannya yang bergemetar lebih ringan dari awalnya.
juan sadar akan kehadiran reyhan langsung menoleh ke arah pemuda itu. matanya tampak begitu sembab, dan hidung yang memerah. juan perlahan turun dari tempat ia duduk lalu lari memeluk reyhan dengan sangat erat, alangkahnya membuat reyhan agak terkejut menuai tingkah juan tiba-tiba, namun ia membalas pelukan juan dan mendengarkan ucapan anak itu.
"bang rey... abang rey gak bakal ninggalin juan juga kan..? a-abang rey gak bakal di bunuh sama ayah juga kan? t-tolong jangan pergi.." ucapnya di selingi isakan tangisnya.
"gak, juan.. abang tetap disini temanin juan. ayah sekarang sudah berada di tempat yang pantas di dunia, jadi kita aman dari ayah." sahut reyhan lembut mengelus punggung juan.
"janji ya bang bakal tetap temanin juan sampai kapanpun."
"janji. sekarang ayo kita pulang. kamu perlu istirahat, jangan mikirin hal-hal lain dulu, ya?"
~
sementara posisi jean, sean dan ricky. jean sudah mencoba berkali-kali untuk membujuk ricky pulang, namun anak itu terus mengerang tidak tega meninggalkan mama nya begitu saja disana sendirian.
"gak!! ricky gak mau ninggalin mama! ricky mau disini aja jagain mama!!" elak nya sambil terus menangis hingga pipi gembulnya benar-benar basah karena air matanya.
jean dan sean menatap teduh ke arah ricky, bukan karena ia tidak ingin pulang, melainkan karena mereka merasa kasihan pada ricky yang masih benar-benar membutuhkan sosok mamanya.
"besok kita ketemu lagi sama mama, untuk sekarang biarin mama istirahat dulu ya?" bujuk jean kesekian kalinya.
ricky menggeleng cepat, "gak mau!"
jean kebingungan harus membujuk ricky seperti apa lagi, jean menggaruk tengkuknya meski tak terasa gatal. kemudian jean melangkah semakin dekat ke arah ricky, dia berlutut di hadapan ricky lalu menatap wajah teduh adik bungsunya, memegang pipinya lalu mengusap air mata ricky.
"ricky gak boleh gitu, dek... ricky harus ikhlas ya? kasian mama nanti ikutan sedih kalau ricky terus begini.. besok kita ketemu lagi sama mama kok. sekarang kita pulang dulu ya? biarin mama istirahat." tutur jean lembut.
sean memeluk ricky, "ricky gak mau kan kalau mama ikutan sedih di atas sana?," ricky mengangguk sebelum sean kembali melanjutkan ucapannya.
"kalau begitu jangan terlalu larut dalam kesedihan, tunjukkin kalau ricky kuat disini, biar mama senang dan bangga sama ricky, ya?" lanjut sean tersenyum lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven [7] Brothers
Fantasykisah pilu tujuh anak laki-laki yang mati-matian berjuang hidup dikerasnya dunia dengan saling merangkul dan mengobati masing-masing luka mereka bersama-sama. ---------------------------------------------------------------- ⚠️ Perhatian!! cerita men...